Saya ingat betul semarak jelang Natal saat saya bertugas di sebuah gereja paroki di Jawa Tengah. Sekitar dua minggu jelang 25 Desember, Bapak Kapolres datang bersilaturahmi. Tentu dalam rangka pengamanan Natal.
Akan tetapi, bagi saya kehadiran pejabat negara tersebut menggambarkan dengan jelas bahwa Natal di Indonesia tak bisa dilepaskan dari bantuan saudara-saudari penganut agama lain.
Betapa tidak, para polisi yang menjaga gereja-gereja selama berhari-hari tanpa kenal lelah adalah penganut aneka agama di negeri kita. Di banyak gereja, remaja masjid dan ormas keagamaan lain ikut membantu panitia Natal.
Ada yang membantu mengatur parkir. Ada yang membantu pengamanan lingkungan gereja dalam kerjasama erat dengan aparat.
Ada pula masjid dan rumah ibadah agama-agama lain yang menyediakan halaman parkir untuk jemaat yang datang merayakan Natal. Ada pula tetangga  dan warga sekitar gereja yang ikut kerja bakti jelang Natal agar lingkungan bersih.Â
Di paroki asal saya, jika tak keliru, tahun lalu ada tampilan kesenian di malam Natal oleh saudara-saudari pemeluk agama Islam. Kehadiran mereka memberi warna tersendiri di malam Natal yang adalah perayaan penuh kedamaian antara sesama manusia.Â
Di tempat-tempat lain, paguyuban warga menyelenggarakan Natalan Bersama yang dihadiri oleh seluruh warga tanpa pandang agamanya apa. Lazimnya paguyuban warga itu juga mengadakan Lebaran Bersama dan perayaan hari-hari raya keagamaan yang juga diikuti segenap warga. Wah, betapa bahagianya jadi warga Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika!
Saat semua warga berkumpul dalam momen kebersamaan itu, tak ada perdebatan soal mengucap "Selamat Natal" atau tidak. Yang ingin mengucapkan ya silakan. Yang tidak ya tidak apa-apa. Apalah arti sebuah ucapan "Selamat Natal" jika yang paling penting adalah tegur sapa yang saban hari sebenarnya sudah biasa kita praktikkan di antara kita?
Bagi saya yang memiliki kerabat hampir dari semua agama, saya tidak pernah mengalami kesulitan dalam silaturahmi dengan semua saudara. Bagi saya, amat sulit mengatakan saya membenci agama A atau B karena paman dan bibi saya ada yang agamanya A, B,C, dan seterusnya!
Saya yakin, sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki kerabat dan tetangga yang warna-warni seperti saya. Itulah Indonesia, negeri khatulistiwa yang indah karena menjadi taman dari bunga-bunga beraneka warna.Â
Seandainya seluruh Indonesia agamanya Islam saja atau Katolik saja atau Hindu saja, saya membayangkan betapa membosankannya hidup kita. Tahunya cuma hari raya keagamaan sendiri, tak pernah tahu keunikan dan keindahan hari-hari besar keagamaan lain.