[Kisah Minggu Pagi-4 lanjutan dari  Kisah Keluarga yang Disatukan oleh Ibadah Bersama
Teringat kisah bertahun lampau ketika saya KKN di Long Brun, suatu kampung yang dihuni saudara-saudari Suku Dayak Long Brun.
Long Brun sebuah kampung di cabang Sungai Kayan, Kalimantan Utara. Dari ibukota provinsi, Tanjung Selor, perlu sekitar 5 jam berperahu ketinting. Speedboat tak bisa menjangkau kampung itu karena aliran Sungai Brun kecil. Apalagi kalau musim kemarau, air sungai surut hingga ketinting pun tak bisa lewat sungai. Baling-baling mesin ketinting pasti patah menghantam bebatuan sungai.
Berburu dan meramu
Pak Gu, satu dari sedikit orang kampung Long Brun yang bisa berbahasa Indonesia, menjadi malaikat bagi saya untuk bisa berkomunikasi dengan warga.
Di kampung itu, hanya segelintir orang bisa berbahasa nasional. Maklum, SD di Long Brun baru berdiri kurang dari sepuluh tahun. Hanya perangkat kampung dan pedagang yang bisa bercakap-cakap dengan bahasa persatuan kita.
Pak Gu berkisah, tak setiap hari kampung dihuni warga. Jika musim berburu dimulai, kebanyakan warga masuk hutan untuk mencari babi hutan, pelanduk, dan hewan buruan lainnya.Â
Wanita-wanita Dayak Long Brun tangguh. Setelah melahirkan, mereka tak perlu waktu lama untuk pulih. Para ibu muda itu juga turut masuk hutan untuk berburu bersama suami dan kerabatnya.Â
Warga Long Brun bisa tinggal berhari-hari di dalam hutan sembari berburu. Makanan mereka dapatkan juga dari hutan.
Mungkin hanya nasi, minyak goreng, gula, garam, kopi, mi,dan bumbu saja yang mereka bawa sebagai bekal.
Pemanen madu hutan