Kota Kudus di Jawa Tengah telah dikenal sebagai kota yang sarat dengan sejarah dan praktik toleransi antarumat beragama. Salah satu contoh nyata penghargaan akan masyarakat berbeda agama telah dipraktikkan Sunan Kudus (lahir 1400).
Hasanu Simon, penulis Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, mencatat bahwa Sunan Kudus cenderung mengikuti gaya Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Sunan Kudus menghargai adat dan kebiasaan masyarakat yang masih berlaku saat itu.
“Sunan Kudus sering menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang tertera dalam Surat Sapi Betina, Surat Al-Baqoroh. Dalam acara-acara pesta, Sunan Kudus tidak pernah menyembelih sapi karena hal itu akan melukai hati pemeluk Hindu yang masih merupakan agama mayoritas penduduk Kudus. Sebagai gantinya Sunan Kudus akan menyembelih kerbau,” catat Hasanu Simon.
Kunjungan Persaudaraan di Panti Asuhan
Tradisi Sejak 2017
Menariknya, sudah sejak tahun 2017, dalam rangka menjalin persaudaraan sejati dengan masyarakat di Kudus, sekolah Cahaya Nur Kudus yang berciri pendidikan Katolik mengadakan kunjungan persaudaraan ke panti-panti asuhan yang dikelola lembaga dan yayasan Islam di kota Kudus.
Kunjungan persaudaraan ini diikuti oleh sepuluh anak TK B, 24 anak SD, tujuh guru TK dan SD, sepuluh mitra Cahaya Nur. Kedatangan rombongan dari Cahaya Nur ini disambut hangat oleh Bapak Drs. Mohammad Sujadi, pemimpin yayasan yang keempat, para pengurus yayasan dan 30 warga Panti Asuhan Melati.
Bapak M. Sujadi menjelaskan secara singkat sejarah PA Melati yang didirikan pada tahun 1984 di atas tanah seluas dua hektar atas prakarsa seorang dokter ahli bedah yang dermawan. PA Melati senantiasa menanamkan nilai kejujuran pada diri seluruh anak asuh, mulai usia SD sampai SMP.
Pentas Seni