Mohon tunggu...
Bobby Andhika
Bobby Andhika Mohon Tunggu... -

Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Money

INSA dan Pembangunan Maritim Indonesia

18 Agustus 2015   12:03 Diperbarui: 18 Agustus 2015   12:03 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Buat yang belum tahu apa itu INSA, INSA adalah kependekan dari Indonesian National Shipowners Association atau Asosiasi Perusahaan Pelayaran (di) Indonesia, didirikan pada tahun 1967 lengkap dengan SK Menteri Maritim yang pada saat itu dijabat oleh Laksamana Madya Laut Jatidjan sebagai bagian dari kabinet terakhir pemerintahan Bung Karno dan diperkuat oleh SK Menteri Perhubungan pada era Orde Baru tahun 1989.

INSA mungkin satu-satunya organisasi resmi di Indonesia yang menggunakan bahasa Inggris sebagai nama resminya sejak didirikan, dan saya yakin bukan karena sok ke-inggris-inggrisan tetapi semata-mata karena cita-cita para pendirinya bahwa dunia maritim Indonesia harus go international dan menjadi bagian penting dari pelayaran dunia.

Beberapa saat setelah Presiden Jokowi mengumumkan pembangunan maritim sebagai salah satu program strategis dan utama beliau, saya teringat bertemu dengan Ibu Carmelita Hartoto atau yang lebih dikenal sebagai Mbak Meme, sebagai Kakak, Guru, Mantan Bos dan yang lebih penting lagi sebagai Ketua Umum INSA (perempuan pertama yang memimpin organisasi ini, anak sulung dari almarhum Hartoto Hardikusumo yang juga mantan Ketua Umum INSA), dengan antusias dan mata berbinar saya berkata ke beliau, “Ini saatnya!”.

Tetapi diluar dugaan saya, beliau yang mungkin sudah sangat hapal sifat saya yang selalu antusias dan “agresif” luar biasa, menanggapi dengan hati-hati dan tenang sesuai dengan sifatnya sebagai seorang perempuan. Sepertinya beliau tahu dengan pengalaman panjang yang dimiliki, cita-cita mulia seorang “pengusaha mebel” dari Solo membangun “tol laut” dan memposisikan Indonesia sebagai bagian penting dari “Poros Maritim” dunia bukanlah hal yang mudah.

Banyak hal yang beliau ceritakan dan diskusikan, banyak pelajaran yang saya ambil, tetapi tulisan saya tidak akan menceritakan tentang hal tersebut, karena dari diskusi yang terjadi tahun lalu itu, telah banyak hal yang terjadi, sepak terjang dan interaksi Mbak Meme beserta INSA dengan dengan semua pemangku kepentingan bisa dengan mudahnya dibaca di media-media nasional dan internasional. Banyak hal yang telah dicapai, tetapi masih banyak juga yang harus terus diperjuangkan.

Dalam tulisan ini, saya mencoba melihat dan memahami secara pribadi, dan tersadar bahwa cita-cita Pak Presiden yang juga cita-cita semua pelaku bisnis pelayaran butuh kemauan yang kuat dan kerja yang tidak sedikit. Perjuangan yang telah dilakukan INSA selama hampir 5 dekade, dengan kemajuan yang cukup lambat. Bahkan untuk menjadi tuan rumah di negara sendiripun dengan mengaplikasikan Cabotage Law atau pemberian hak eksklusif bagi perusahaan pelayaran nasional (baca: kapal berbendera Indonesia) untuk melakukan kegiatan pelayaran dan/atau kegiatan pengangkutan melalui laut di wilayah perairan di Indonesia-pun baru bisa terlaksana pada beberapa tahun terakhir.

Inpres tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional telah dikeluarkan oleh Pak SBY sejak 10 tahun yang lalu. Instruksi yang diberikan kepada 13 menteri dan semua gubenur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia terlihat masih belum cukup untuk mengangkat industri pelayaran nasional.

Walaupun dalam Inpres yang tidak pernah dibatalkan sampai detik ini mengatakan muatan impor yang biaya pengadaan dan/atau pengangkutannya dibebankan kepada APBN/APBD wajib menggunakan kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional DAN mendorong diadakannya kemitraan dengan kontrak angkutan jangka panjang antara pemilik barang dan perusahaan angkutan nasional, sampai saat ini kita masih sering melihat kapal-kapal berbendera asing melakukan bongkar muat untuk kargo impor dan ekspor di pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

Walaupun Kementrian Keuangan telah diinstruksikan untuk memberikan insentif kepada eksportir yang muatan ekspornya diangkut oleh kapal berbendera Indonesia, sampai saat ini insentif itu masih menjadi angan-angan.

Walaupun kementrian yang sama juga telah diinstruksikan untuk menata kebijakan perpajakan untuk memberikan fasilitas perpajakan kepada industri pelayaran nasional, masih segar dalam ingatan bagaimana INSA dengan segenap anggotanya berjuang mempertahankan kebijakan PPH final yang direncanakan untuk diubah.

Masih banyak walaupun-walaupun yang lain yang masih harus diperjuangkan, ditambah dengan kebijakan-kebijakan baru yang walupun bertujuan baik tetapi cukup merepotkan industri pelayaran nasional. Salah satunya adalah kewajiban menggunakan Rupiah dalam pembayaran uang tambang atau freight. Kebijakan yang sangat bagus untuk memperkuat Rupiah sesuai dengan UU yang telah berlaku, tetapi sangat merepotkan karena hampir semua pinjaman untuk membeli kapal berada dalam bentuk US Dollar. Apabila sebagian masyarakat dengan sinis mengatakan kenapa tidak meminjam dalam bentuk rupiah, waktu dan tempat penulis persilahkan kepada dunia perbankan nasional kenapa sampai saat ini bunga pinjaman dalam rupiah hampir 2 kali lipat besarnya dibandingkan dengan pinjaman dalam US Dollar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun