Kabinet Kerja baru saja diumumkan oleh Jokowi setelah melewati drama 1 minggu yang melibatkan KPK dan PPATK. Baju putih menandakan kebersihan hati dan pikiran, lengan disingsing siap bekerja keras dan baju dikeluarkan tanda siap berlari cepat.
Beban ambisi untuk mengembalikan kejayaan maritim Indonesia sesuai janji, telah didelegasikan ke Bapak Dr. Indroyono Soesilo sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Ibu Susi Pudjiastuti yang membawahi Departemen Kelautan dan Perikanan, Bapak Ignasius Jonan yang memimpin Departemen Perhubungan dan tentu saja harapan dukungan dari semua kementrian/departemen terkait seperti Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Bappenas dan Kemeneg BUMN.
Setelah mengintip 3 nama yang akan menjadi pemeran utama, tiba-tiba ego sektoral menjadi terusik. Sebagai seorang yang meng-klaim dirinya sebagai profesional di bidang perkapalan, belasan tahun berkutat di bidang transportasi laut, janji kampanye Jokowi telah membuat saya bermimpi dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia dengan modal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, akan menjadi salah satu pusat maritim dunia bersaing dengan Singapura yang hanya sebuah negara kota. Tetapi ego manusia memang membuat pikiran menjadi sempit, kejayaan maritim yang ada di kepala saya adalah kapal-kapal dagang besar berbendera Indonesia berlalu lalang di terusan Panama, kapal-kapal tanker dengan nama-nama Indonesia menunggu giliran di terusan Suez dan pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia menjadi salah satu hub perdagangan dunia.
Kemana “orang-orang kapal” nya? Kok tim maritim dipunggawai oleh 2 “ahli perikanan” dan seorang “ahli bisnis keuangan” yang memang harus diakui sukses mentransformasi PT. Kereta Api Indonesia.
Mungkinkah pada saat Jokowi mengatakan Indonesia sebagai pusat maritim dunia, maritim yang dimaksud bukan maritim sesuai ego sektoral saya? Tetapi maritim sebagai pusat industri perikanan dunia?
Tidak ada yang salah dengan hal itu, dengan luas perairan lebih dari 3.2 juta KM2 atau hampir 2 kali lipat dari luas daratan, potensi perikanan Indonesia memang sangat-sangat besar. Sudah saatnya memang pada saat orang-orang berbicara mengenai ikan, mereka tidak lagi berbicara tentang Jepang atau Norwegia dengan salmon-nya, tetapi berbicara tentang Indonesia.
Tetapi apakah “Jembatan Laut Bebas Hambatan” seperti yang pernah saya tulis di http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/10/24/tol-laut-jokowi-bagaimana-cara-meng-implementasikannya-682372.html harus menunggu dan menjadi prioritas kesekian di dalam APBN dan menjadi bahasan kesekian di dalam rapat kabinet?
Memang tidak boleh berprasangka buruk, apalagi kabinet belum bekerja. Toh Ibu Susi pun dari “dagang ikan” bisa sukses membangun Susi Air yang terbang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hanya sekedar lompatan flying fish dan Pak Jonan dari Citibank bisa membuat PT. KAI diandalkan oleh penggunanya.
Ego saya tidak akan hilang, mimpi saya melihat Indonesia sebagai pusat maritim dunia sesuai dengan “definisi” saya pasti akan tercapai. Karena Indonesia bisa, karena Indonesia Hebat!
Bukan begitu? Pasti begitu! Karena kami siap membantu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H