Mohon tunggu...
Bobby Andhika
Bobby Andhika Mohon Tunggu... -

Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jalur Sutra Maritim Jokowi, Lewat Mana?

24 November 2014   16:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:00 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sesaat setelah Pak Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden RRT Xi Jinping dilanjutkan diskusi dengan PM RRT Li Keqiang, tiba-tiba keluar istilah baru Jalur Sutra Maritim melengkapi Tol Laut dan Poros Maritim dalam program maritim Jokowi.

Istilah yang diambil dari jalur kuno yang terbentang sepanjang lebih dari 4,000 mil atau 6,437 KM, yang menghubungkan China dengan Asia Tenggara, Sub-continent India, Arab, Persia dan Eropa; jalur yang tidak saja digunakan untuk berdagang, tetapi juga memegang peranan penting dalam perkembangan kebudayaan dunia.

Pada saat Jalur Sutra Maritim disebut atau tersebut di dalam diskusi, saya berasumsi Pak Presiden membayangkan Indonesia yang strategis akan dilewati dan tentu saja berperan aktif dalam jalur perdagangan dari dan menuju RRT yang sekarang telah menjelma menjadi raksasa perdangan dunia.

Tetapi sayang, Pak Presiden Jokowi atau lebih tepatnya Indonesia terlambat beberapa dekade mendekati sang raksasa. Jalur Sutra Maritim Modern sudah lama terbentuk, membentang jauh dari ujung Asia Timur hingga ke ujung Eropa; dan alih-alih Indonesia, Singapura dengan segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan telah dengan sigap mendahului Indonesia menjadi poros maritim di Asia Tenggara. Lee Kuan Yew yang sekarang menjadi Minister Mentor dengan sigap memanfaatkan lokasi strategis Asia Tenggara, berlari cepat dari pertengahan tahun 60-an, pada saat Indonesia masih terlena dengan booming minyak bumi dan secara tegas menegaskan sebagai negara agraris yang menuju negara indistri dan bukan negara maritim.

Kerja-kerja-kerja, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali, Jalur Sutra Maritim versi Jokowi telah tercetus dan tentu bukan sekedar program pencitraan yang akan menjadi bulan-bulanan para haters yang begitu konsisten membenci Jokowi.

Merubah rute Jalur Sutra Maritim Modern yang sudah ada secara realistis bisa dikatakan hampir tidak mungkin, yang bisa dilakukan adalah mulai berpatisipasi dan membangun pelabuhan-pelabuhan yang akan disinggahi kapal-kapal raksasa yang sekarang memenuhi jalur perdagangan dunia. Mengembalikan Indonesia ke dalam peta perdagangan dunia.

Walaupun Indonesia bukanlah termasuk salah satu mitra dagang terbesar RRT, volume yang disumbangkan Indonesia kedalam perdagangan dunia cukup signifikan untuk mengatakan kami ada dan harus diperhitungkan.

Kelemahan mendasar dari Indonesia apabila didudukkan dalam alur maritim perdagangan dunia adalah volume yang besar itu menyebar seantero nusantara. Tidak ada program yang jelas yang menyatukan kekuatan menjadi satu Indonesia Incorporation.

Apabila batu bara Afrika Selatan dikumpulkan di dalam satu pelabuhan besar di Richard Bays Coal Terminal dengan menggunakan kereta api, begitu pula dengan Australia yang terfokus di Newcastle, Hay Point dan Gladstone, di Indonesia semua perusahaan tambang batu bara baik besar dan kecil semua memiliki pelabuhannya sendiri-sendiri entah itu dalam bentuk pelabuhan terapung dengan menggunakan floating crane, floating loading facility atau pelabuhan konvensional.

Begitu pula dengan pelabuhan kontainer yang tersebar, yang dengan cerdik dimanfaatkan Singapura dengan membangun pelabuhan hub atau transhipment, mengumpulkan semua volume yang ada.

Penentuan lokasi pelabuhan samudra, harus benar-benar diperhitungkan dengan matang. Tidak dengan gaya katak dalam tempurung yang tidak melihat bagaimana peta perdagangan dunia sekarang berjalan.

Malaysia walaupun telah memiliki Port Kelang yang dekat Kuala Lumpur, dengan sigap berpikir walaupun letaknya masih di selat Malaka yang strategis tidak akan sanggup bersaing dengan Singapura. Tanjung Pelepas yang hanya berjarak selemparan batu dari Singapura dibangun dan sanggup menarik Maersk sebagai perusahaan pelayaran terbesar di dunia memindahkan operasionalnya dari Singapura ke Tanjung Pelepas.

Saya yang kebetulan pada saat itu bekerja di kantor pusat Maersk di Copenhagen, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Menteri dari Malaysia yang saya tidak ketahui namanya, datang beberapa kali ke Maersk membujuk mereka untuk pindah dengan segala kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan.

Pak Presiden telah memulai dengan pidato sederhana dan diplomasi tanpa basa-basi di sidang APEC yang telah lewat, masih butuh beberapa tahun perencanaan dan pembangunan untuk memasukkan Indonesia ke dalam peta perdagangan laut dunia.

Butuh kesungguhan, kepintaran dan pengalaman dari para pembantu Presiden; untuk membuat nostalgia kapal kayu phinisi di masa lampau yang berlalu lalang di pelabuhan Nusantara; bertransformasi menjadi kapal-kapal besi raksasa berukuran 4 kali lebih besar dari lapangan sepak bola.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun