Mohon tunggu...
Mahbub Junaedi
Mahbub Junaedi Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya seorang wiraswasta yang sedang merintis usaha, dan sedang menekuni dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

1.1 Hidup bagi Thor

29 Mei 2012   16:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:38 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Malam itu beku, angin utara telah berganti angin selatan yang kering. Pertanda kemarau mengawalinya dengancuaca yang kurang bersahabat. Penyakit musiman datang lagi, sepasang kaki Thor mengering dan kulitnya yang pecah-becah, bahkan pernah sampai melebar ke seluruh telapak, bengkak dan berdarah, praktis tak dapat menginjak apalagi berjalan. Itulah yang menjadikan Thor kehilangan kualitas hidupnya dalam beraktifitas keseharian, baik bekerja atau kesibukan yang lain. Thor itu lain, ketergantungan obat tak bisadihindari, bukan jenis narkoba tetapi obat penghilang rasa sakit. Paling tidak sehari sekali. Apabila sehari saja tak minim obat Thor akan sakit, pusing yang menghebat disertai flu.

Cuaca dingin mengharuskan Thor memakai baju hangat, malam itu persendian tangan atasnya merasa sakit, begitu juga sendi lutut sebelah kanannya yang pernah bergeser gara-gara terjatuh dari mobilnya yang menggeloyor sendiri di jalan menurun. Lengkap sudah penderitaan Thor yang disandangnya. Tetapi kenapa Thor mau bertahan dengan kondisi seperti itu?

Thor tak mau mengunjungi dokter, tak mau mengetahui penyakit yang dideritanya. Sudah cukup puas masa kecilnya menjadi langganan dokter karena waktu itu sering sakit-sakitan. Apalagi saat itu masih belum ada dokter di sekitar Thor tinggal, yang ada di kota dan harus ditempuh sejauh empat puluh kilometer dengan naik bis.

Thor yang malang, saat ini menjalani hidup sebagai seorang suami dan ayah bagi istri dan anak-anaknya. Istrinya begitu enerjik mengatasi keadaan, anak-anaknya tumbuh sehat dengan postur tubuh yang ideal. Asupan makan bagi mereka sebenarnya sederhana tetapi mampu memenuhi gizi, itulah yang selalu ditekankan agar menjadi anak yang kecerdasannya di atas rata-rata dan tahan banting. Terbukti mereka tidak kehilangan keceriaan saat mengetaui ayahnya yang kurang beruntung. Walau masih kecil mereka cukup mandiri mengurusi diri sendiri, sejak bangun pagi sampai berangkat sekolah tanpa harus dikomando sudah bisa melakukan rutinitasnya. Mereka sudah tahu mana letak baju seragam, sepatu dan tas sekolah, sarapan pagi sekedarnya.

Keseharian Thor mengurusi usahanya di petak rumah kosong untuk memelihara puluhan ekor ayam kampung, tidak besar memang, hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kendala modal selalu menjadi masalah bagi Thor, sedang kebutuhan semakin bertambah mengikuti tumbuh kembang anak dan biaya pendidikan. Thor harus berpikir lebih keras untuk mencari tambahan penghasilan.Tak mudah baginya mencari tambahan penghasilan yang mempunyai pengalaman traumatik dengan dunia usaha yang pernah digelutinya dulu.

Bagi Thor, perjuangan memang selalu membawa resiko. Kegagalan demi kegagalan sudah menjadi hal biasa. Thor tak mengeluh sebenarnya, tetapi seperti tak mungkin bisa bangkit menjadi seperti dulu lagi. Apalagi hutang usaha yang dulu belum lunas dan tak ingin meminjam lagi untuk keperluan usahanya. Kalaupun kondisi memungkinkan lebih baik menabung untuk modal usaha ke depan. Thor yang harus bersabar dengan kondisinya sebenarnya telah remuk hatinya. Tetapi dia mencoba tegar, sekalipun juga marah apabila sudah tak ditemukan solusi, bisa membanting segala yang ada. Pelampiasannya pada barang-barang bekas yang sudah rusak di gudang, dia banting-banting hingga berantakan. Tak malu dia menangis dan berbicara dengan Tuhannya saat itu juga.

“Ya Allah, ujian apalagi yang akan kau limpahkan pada hambaMu ini, sedang yang dulu belum juga hamba bisa mengatasinya, kini kau tambahkan lagi ujian yang lain. Bagiku sudah cukup, aku tak mampu untuk bisa bertahan, tetapi Engkau masih dengan cara pandangMu yang menyimpan rahasia hikmah di balik semua ini, bahwa aku masih kuat menerima ujianMu”.

Thor bisa saja menangis sejadi-jadinya, tetapi masih tahu diri untuk tidak meraung-raung. Cukup Tuhan sebagai pendengarnya dari cara Thor merintih. Selebihnya ambil air wudhu dan shalat. Tingkatpemahaman ketuhanan Thor memang lumayan baik. Berkat didikan orang tuanya dulu yang cukup ketat. Dulu saat SD sorenya sekolah diniyah hingga tamat. Orang tuanya dulu juga mengajarkan agama dengan menekankan shalat sebagai kewajiban yang tak boleh ditinggal. Di samping itu Thor mempelajari sendiri dari buku-buku dan ceramah-ceramah atau mencari bahan kajian dari internet yang selalu dia akses dari laptop satu-satunya di rumah.

Thor mulai menata hatinya, memulai melihat dunia dengan sepenggal-sepenggal, karena tidak mau memaksakan diri, mengalir apa adanya. Dengan begitu tak ada beban yang berat. Semua dijalaninya dengan berpedoman semampu yang dia bisa.

Bumiayu, 23 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun