Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PERJALANAN MENUJU TERRA INCOGNITA -- Bagian I

18 April 2014   21:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:30 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tulisan ini saya ingin share bagaimana pada awalnya perjalanan sampai pada akhirnya saya berhasil menciptakan sebuah metode olah tubuh yang saya beri nama KOEX (Consciousness Expansion) yang saat ini sudah terbukti memberikan manfaat bagi banyak orang,

Perjalanan menggali potensi diri sudah terjadi sejak saya kuliah di Amerika pada tahun 80’an, saat itu saya sempat membaca dalam sebuah artikel bahwa manusia hanya memakai 10% kemampuannya. Terbayang oleh saya bahwa hanya dengan 10% saja, manusia sudah dapat menciptkan dunia moderen dengan teknologi yang akan membuat takjub bahkan orang tua kita sendiri yang lahir pada era 1940’an... saya membayangkan bila saya dapat meningkatkan kemampuan bertambah 10% lagi kemampuan apa saja yang dapat saya capai;

Sejak itu Saya mecoba membaca berbagai buku.. dari satu perpustakaan ke perpustakaan lainnya...bayangkan saat itu tidak seperti sekarang orang tinggal google... saat itu belum ada internet. Sehingga setiap weekend atau hari libur saya habiskan di berbagai perpusatakaan. Berbagai buku, mulai dari ilmiah, sampai buuku2 tentang ilmu-ilmu esoteris saya baca habis.

Ada beberapa istilah-istilah yang saat itu membuat saya bingngung hubungan satu dengan lainnya yaitu, Conciouseness, Mind, Soul, Spirit, Brain & Body – Sampai saat inipun banyak penulis dan trainer di Indonesia memakai dan menterjemahkan ke 6 istilah itu seenaknya tanpa memahami hubungan satu dengan yang lainnya.

Perjalananan saya menuju sebuah wilayah yang disebut Terra Incognita (Wilayah yang tak terpetakan) dan saya mencoba memetakan, membuat model dari apa yang saya pelajari. Perjalanan ini di lontarkan oleh pertemuan oleh 4 orang yang, Herbert Benson PhD, Thomas Budzinsky PhD, Jullian Isaac PhD, Dr AJ Hukom & DR Willem Reich.

Herbert Benson,PhD

Setelah Saya menyelesaikan kuliah pada tahun 1988; Pada tahun 1990 Saya mendapatkan perkerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak dalam penelitian teknologi cognitive, perusahaan sedang melakukan penelitian tentang bagaimana mengoptimlisasi kinerja otak melalui stimulasi elektronik, yang bekerja sama dengan Harvard University Mind/Body Medical Institute yang di pimpin oleh Dr Herbert Benson, PhD.

Dr Benson adalah seorang cardiologist terkenal setelah ia menerbitkan bukunya yang menjadi best seller berjudul “Relaxation Response”. Di dalam bukunya tersebut ia menceritakan bahwa sebagaian orang memahami tentang “Fight or Flight Response” yang di temukan oleh Walter B Cannon, dimana response tersebut adalah peninggalan saat manusia masih hidup dalam hutan yang mana penuh dengan mara bahaya.. sehingga ketika berhadapan dengan bahaya response tersebut mengambil alih dengan mengaktifkan saraf simpatis dimana denyut jantung meningkat menyiapkan diri untuk bertempur menghadapibahaya tersebut atau kabur. – Dalam kehidupan moderen walaupun sudah tidak ada lagi harimau yang mengancam tetatpi budaya persaingan menjadikan response tersebut sering kali aktif dan sangat sukar untuk mengdeaktifasikannya, sehingga manusia modern seolah selalau dalam kondisi “alert” yang akhirnya sering menyebabkan keletihan mental atau yang di sebut fatique.

Dr Benson menemukan bahwa ada sebuah response kebalikan dari Fight or Flight (FF) response yang ia beri nama Relaxation Response (RR), dimana ketika response tersebut aktif yang mengambil alih tubuh adalah saraf para simpatis sehingga denjut jantung turun, tekanan darah menurun dan tubuh menjadi relax. Benson mengamati response tersebut pada para yogi di India yang dengan mudah men-switch dari FF ke RR dengan mudah sebagaimana dapat kita amati pada hewan seperti kucing ketika ia baru saja berantem dengan musuh ketika selesai, dalam hitungan beberapa menit ia sudah dapat tidur dengan nyenyak.. bayangkan bila anda baru saja marah-marah dengan orang.. cobalah untuk tidur, maka anda akan sadar bahwa sulit untuk di lakukan. Tidak untuk para Yogi tersebut, mereka dengan mudah pindah ke RR. – Benson selama mencoba menyelidikinya apa kiatnya. Dan ternyata bukanlah hal yang sulit.

Rahasianya adalah pengalihan perhatian dari perhatian yang di tujukan luar kepada perhatian yang ditujukan kedalam. Hampir 90% kita pakai indera2 kita untuk memperhatikan dan memproses informasi yang dari luar tubuh jarang sekali kita memperhatikan apa yang terjadi dengan tubuh kita sendiri... ternayat ketika perhatian kita di tujukan ke arah luar maka otak akan menghasilkan gelombang Beta dan tubuh masuk kedalam mode FF tetapi ketika indera2 kita fokuskan kedalam tubuh seperti mendengarkan nafas atau denjut jantung maka otak akan menghasilkan gelombang Alpha yang menjadikan tubuh relax dan masuk kedalam mode RR.

Ternyata bukan hanya mengalihkan perhatian kedalam tetapi ternyata otak kiri sangat membutuhkan sebuah stimuli yang selalu beragam sehingga bila kita berikan stimuli yang tidak beragam alias monoton secara cukup lama, maka otak kiri akan bosan dan pada akhirnya akan “diam” dan otak akan masuk kedalam keadaan Alpha. – Itulah yang tujuan dari “mantra” sebuah kata sesungguhnya bisa apapun yang bemakna ataupun tidak bermakna.. yang di ucapkan berulan-ulang maka akhirnya akan mendiamkan otak dan menyebabkan tubuh masuk kedalam keadaan Alpha. Mantra yang di ucapkan oleh para Yogi adalah “OM” yang menurut mereka memilki makna tetapi Benson menemukan bahwa menggganti OM dengan ONE atau dengan COKEatau PEPSI menghasilkan efek yang sama. Memang untuk pendalaman meditasi, mantra yang bermakna menghasilkan pendalaman meditasi, tetapi bila yang di tuju adalah efek relaksasi, maka mantra apapun jadi.

Jauh sebelum saya berkerja di perusahaan saya sudah membaca buku Benson yang membuat saya merubah pemahaman saya tentang meditasi. Betapa senangnya saya ketika pada tahun 1990 saya bekerjasama dengan Benson dalam proyek yang di lakukan oleh perusahaan dimana saya berkerja.

Pada suatu hari sesudah lunch, Benson bertanya kepada saya dan akhirnya menjadi sebuah diskusi yang membuka pemikiran saya dan pemahaman tentang manusia. Suatu saat Benson bertanya kepada Saya

“Mr Effendi what do you think the contribution of Medicine toward Healing”

(pak Effendi berapa kontribusi obat terhadap penyembuhan ?)

Tentunya sebagai kebanyakan orang awam akan menjawab, “90%”

Benson menjawab “Anda Salah.. tebak lagi”

“75%”... Benson, “Masih Salah.. anda saya berikan satu kali lagi kesempatan.. pikirkan dengan baik”

Hal ini membuat saya berpikir, industri Farmasi adalah industri terbesar sesudah minyak... banyak uang di habiskan untuk riset... bila demikian tidak mungkin rasanya bila kontribusi penyebuhan dibawah 50%... pikir saya. Maka saya katakan..

“55%”.... Benson mengatakan “Anda masih salah Mr Effendi... bayangkan Hanya 35% saja kontribusi obat terhadap penyembuhan”

Betapi terkejut saya...”really.. I dont believe you”; Kemudian Benson mengeluarkan sebuuah jurnal, JAMA, Journal of American Medicine Association dan menunjukan sebuah penelitian tentang efektifitas obat dalam penyembuhan.

Tentunya saya bertanya jadi 65% siapa yang menyembuhkan, kemudian Benson mengatakan “..Thats what I called Faith Factor”.

1397805300679847828
1397805300679847828

Ternyata 65% penyembuhan di lakukan oleh diri kita sendiri melalui sebuah sistim keyakinan. Keyakinan kepada dokter, kepada obat yang kita minum atau keyakinan kepada air putih yang diberikan seorang dukun... pada akhirnya ketika keyakinan itu kuat maka penyembuhan akan terjadi.

Berdasarkan Fakta ini Benson membuka sebuah jurusan baru dalam sekolah kedokteran Harvard University, sebuah university rangking pertama di dunia, Jurusan tersebut di sebut “Behaviour Medicine”, kedokteran perilaku, dua buah kata yang di kebanyakan universitas di dunia tidak mungkin bersatu.. karena perilaku masuk dalam wilayah Psikologi. Tetapi pada akhirnya Benson berhasilkan menyakin Dekan Fakultas karena berdasarkan penelitian Benson hampir 75% penyakit dapat di sembuhkan hanya dengan merubah perilaku manusia.

Faith bila di artikan secara harfiah adalah IMAN tetapi saya lebih cenderung memakai istilah KEYAKINAN. Itulah sebabnya dalam semua agama yang pertama adalah Iman, seperti rukun Iman. Kerena Tanpa keyakinan maka realitas ini tidak akan tercipta.

Puncak dari statemen Keyakinan adalah yang di ucapkan oleh Allah “Kun Fayakun, QS 36:82” (jadilah.. maka jadilah). Keyakinan sudah menjadi sebuah istilah yang tidak lagi mempunyai POWER padahal dalam Keyakinan terdapat kekuatan yang luar biasa yang bukan saja di tulis oleh Allah dalam frasa yang terkenal Kun Fayakun tetapi juga dibuktikan dalam penelitian oleh Benson. Apa yang membedakan Keyakinan biasa dengan Keyakinan Kun Fayakun adalah TEKAD. – pada tulisan lain say akan bahas khusus tentang keyakinan dan tekad.

BERSAMBUNG KE BAGIAN II

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun