[caption id="attachment_97144" align="alignleft" width="250" caption="Ilustrasi"][/caption] Puluhan orangtua murid mendatangi SD Al Ikhwan, Mabar, Medan Deli,mereka tidak terima tindakan salah satu guru di sekolah itu yaitu oknum guru wanita yang bernama Ibu Sri. Kepada pihak sekolah, para orangtua murid itu tidak terima karena ada oknum guru yang melakukan kekerasan yaitu membariskan para murid, lalu menamparinya satu persatu. Murid korban kekerasan itu berjumlah 43 siswa. Mereka adalah murid kelas 5A di SD Yayasan Perguruan Al Ikhwan, Jalan Rumah Potong Hewan, Mabar, Medan Deli. Hanya sebuah contoh kekerasan yang menyelimuti dunia pendidikan negeri ini, kekerasan yang dilakukan oleh pendidik yang seharusnya memberikan contoh, kekerasan antar murid yang tak jarang menimbulkan korban, tawuran antar siswa atau mahsiswa sampai perusakan dan pembakaran fasilitas pendidikan. Bukan hanya kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan saja, tawuran antar kelompok masyarakat pun makin sering terjadi. Ancam mengancam seperti yang dikeluarkan oleh mahasiswa yang ingin menduduki kediaman wapres Boediono dan Sri Mulyani atau kalau tidak diperhatikan maka kami akan datang dengan massa yang lebih banyak lagi, hal begitu biasa terlontar ketika kelompok ingin memaksakan kehendak. Begitu juga sikap para politisi yang ingin memboikot Sri Mulyani dalam pembahasan RAPBN 2010. Sikap ibu guru tadi juga merupakan contoh, mungkin anak menjadi bising karena bercanda senang melihat kedatangan Pak Guru yang ditunggu, waktunya bermain. Waktunya pelajaran olahraga memang dianggap waktu bermain oleh anak2 sekolah dasar yang menjalaninya dengan penuh tawa. Suara bising membuat ibu guru menggunakan kekuasaan untuk menampar sang murid yang tingkahnya dinilai tidak berkenan. Jika kita melihat sikap politisi kita, hal ini tidak jauh dengan sikap bu guru itu, tidak berkenan maka kekuasaan yang dimilikinya digunakan untuk memenuhi keiinginannya, Politisi ini memang tidak menampar seperti ibu guru tetapi menggerakkan massa yang sering menimbulkan kerusakan. Begitu pula dengan sepakbola, tak jarang wasit kena bogem mentah pemain atau penonton jika dinilainya tidak adil. Ejek mengejek antar supporterpun sering berakhir rusuh, mobilpun sering menjadi korban sasaran kekerasan. Nonton sepak bola seperti akan saling bunuh, parang, rantai atau benda lain untuk melukai orangpun menjadi perlengkapan dalam menonton sepakbola. Hukum sepertinya sudah tidak berlaku jika sedang marah, marah dengan pemerintah yang dinilainya korup maka fasilitas umum, mobil polisi, pos polisi, mobil plat merah, kendaraan umum atau milik masayarakat yang sedang apes  boleh dirusak dengan alasan rakyat sedang marah. Begitu juga merusak danmembakar kampusnya sendiri dengan alasan mahasiswa sedang marahan. Kekerasan sudah menjadi milik semua termasuk wanita seperti Ibu Guru di Medan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H