Rumor bahwa PDIP akan berkoalisi dengan Partai Demokrat (PD ) makin santer saja sementara PD diberitakan sedang menyusun draft Resufle kabinet. Sementara itu juga Tumpak Hatorangan sudah mengajukan pengunduruan diri sebagai Plt Ketua KPK menyusul ditolaknya perpu pengangkatan pimpinan KPK oleh DPR.  Rekomendasi sidang paripurna DPR agaknya belum juga terlihat respon nyata, hanya polri telah menyatakan adanya tersangka baru terkait L/C Fiktif tetapi bukan Misbakhun politisi PKS yang harus mendapat persetujuan presiden terlebih dahulu.Â
Itu adalah sebagian cerita politik negeri ini setelah terjadi keramaian skandal Bank Century yang banyak diharapkan akan menyeret Boediono dan Srimulyani dalam permasalahan. Perkembangan itu makin terlihat, pemerintah masih mengulur waktu mengenai penetapan status Tumpak Hatorangan yang kabarnya tidak lagi ikut menandatangani keputusan KPK. Menurut Jubir KPK, tidak ikutnya Tumpak menandatangani keputusan KPK tidak menjadi masalah karena sifat keputusan KPK adalah kolektif. Artinya penanganan skandal Bank Century masih tetap berjalan walaupun belum terdengar adanya tersangka.
Sesungguhnya apa yang terjadi dalam gonjang ganjing politik negeri ini ?. Rame2 skandal Bank Century yang telah menelan biaya cukup besar serta kerusakan asset polri dan fisilitas umum itu akan berakhir seperti apa ?. Dalam benak kita bertanya, tersandungnya PDIP oleh kasus suap berjamaah kadernya itu jika mengikuti pola skandal Bank Century yang menunjuk hidung Boediono sebagai penanggung jawab, mestinya Megawati akan bernasib sama dengan Boediono. Kader yang menjadi pion PDIP sudah menjadi pesakitan di KPK, bola mengarah kepada Megawati dan rumorpun beredar PDIP akan berkoalisi dengan PD dalam kabinet jilid 3nya SBY.
Jika muara dari Bank Century yang diskandalisasi tersebut seperti ini, sakandalisasi tersebut tak lain memang benar sebagai alat untuk melakukan bargaining politik. Kalau politik sudah mencampakkan hukum, apalagi yang dapat diharap dari politisi kita yang menginginkan pemerintahan yang bersih. Bersih kotor tergantung kepentingan politik, kalau tunduk dinilai bersih, sebaliknya jika menentang akan diperlihatkan kotornya.
Gaya usang Orde baru rupanya masih berlangsung walupun pemerintahan reformasi sudah berlangsung lebih dari satu dasawarsa yang tentunya akan mengecewakan kelompok anti SBY. Tetapi mungkin politik juga berhitung kekuatan, dana kampanye dari "sumbangan" sudah habis, keluar dari kocek sendiri merasa sayang, corong itu mulai melemah dan yang tinggal adalah tawuran antar supporter sepakbola atau tawuran antar mahasiswa. Fokus sekarang sudah berubah arah, perburuan teroris dan kedatangan Obama menjadi pokok perhatian. Besok mungkin orang sudah lupa Century, haram rokok atau RUU pengendalian tembakau mulai dicurigai ada batu dibelakangnya. Sebab para pengusaha rokok masuk daftar orang kaya didunia sedangkan dana santunan orang miskin ternyata dipakai untuk membeli rokok. Jika ini permasalahannya,  artinya bukan batu dibelakangnya, memang orang yang miskin doyan rokok. Isu itu masuk akal, sebab memilih deputy gubernur BI saja ada tarifnya, pengusaha rokok tersebut pasti akan keluar duit lebih besar lagi untuk setidak2nya melunakkan UU pengendalian tembakau dari pada usahanya harus ditutup. Lagi2 orang miskin dijadikan proyek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H