Mohon tunggu...
Bagas Mulyanto
Bagas Mulyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Book Author and Book Translator

I am a graduate of Islamic Law with a focus on the study of State Law and Islamic political studies, I am also a writer of literary books with the theme of social reaslis and a book translator. I am very motivated to develop skills professionally. I am confident in my ability to generate compelling ideas for memorable marketing campaign strategies and tactics.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praktik Demokrasi Transaksi Pilkada Purbalingga

30 Oktober 2020   15:10 Diperbarui: 30 Oktober 2020   15:14 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: kompas.com, diolah kembali oleh penulis)

Tumbangnya orde baru telah melahirkan orde reformasi. Salah satu produk orde  reformasi dibidang demokrasi  adalah  pemilihan langsung untuk memilih Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota. Khusus  pemilihan anggota legislatif , sejatinya melanjutkan praktek demokrasi yang sudah diterapkan  orde baru melalui Pemilu.Pada awal orde reformasi yang dipelopori Amien Rais, negeri ini menaruh harapan Indonesi bisa  membangun praktek demokrasi hampir sesuai amanah reformasi. Namun kita dikecewakan, pada kenyataanya praktek demokrasi lebih parah dibanding masa orde baru.

Orde reformasi telah berjalan lebih dari 20 tahun. Pilpres hasil pemilihan langsung telah menginjak Pilpres ke-4. Periode pertama orde reformasi yang ditandai pemilihan langsung untuk memilih presiden , Indonesia telah menghasilkan Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla,  SBY-YK 2004-2009 dan SBY-Boediono 2009-2014. Lalu Jokowi-YK 2014-2019 dan saat ini Jokowi-Ma,ruf Amin 2019-2024.

Pada Pilpres, poltik uang tidak mudah dan bahkan tidak terjadi karena luasnya cakupan wilayah. Namun untuk Pilkada dan Pileg praktek politik uang dengan membeli suara bukan hal tabu. Meskipun untuk Pilgub kesempatnya lebih sulit karena luasnya cakupan pemilih, namun untuk Pileg dengan system Dapil anggota DPR pusat cukup mencari orang yang dipercaya dalam Dapilnya, lalu beri uang untuk dibagikan ke pemilih untuk membeli suara, setelah dihitung, dia melenggang ke Senayan.

Praktek ini dianggap lazim, meskipun bertetangangan dengan norma Agama, norma masyarakat dan tujuan demokrasi, memilih wakil rakyat dan pemimpin berkualitas.

Karena praktek beli suara, sehingga seorang Kader Golkar bernawa Bowo Sidik  di Pusat telah menyiapkan ribuan apmlop hasil korupsi salah satu anak perusahaan BUMN yang akan dibagikan pada Pileg 2019 lalu. Namun berkat kejelian KPK pada masa itu, praktek curang bisa dihentikan.

Dalam Pilkada untuk  memilih Walikota atau  Bupati praktek politik uang lebih mudah terjadi. Jumlah pemilih yang tidak sebanyak pada Pilgub dan system Dapil bagai DPR telah  membuka kesempatan kepada Paslon untuk meraih jabatan dengan politik uang, terlebih bila yang maju seorang petahana didukung partai yang berpengalaman dapat memanfaatkan segala cara menuju menjadi bupati atau walikota.

(Sumber foto: Suarakebebasan.com)
(Sumber foto: Suarakebebasan.com)
Bagi petahana atau pejabat bupati, walikota atau bahkan anggota DPRD sangat mungkin naik jabatan dengan membeli suara. Praktek curang dalam meraih kursi anggota DPRD dan Walikota serta Bupati sepertinya bukan barang haram meskipun jelas haram bila berpegang pada agama baik bagi Paslon maupun calon legislatif. Mereka berebut membeli suara dengan sasaran para pemilih di desa-desa, pemilih yang dianggap bodoh oleh Tim Paslon. Mereka menjadi obyek tim sukses memenangkan Paslon dengan cara curang.

Melalui Kepala Dinas, Camat, Kades, Lurah memanfaatkan jaringan birokrasi menembus para pemilih melalui para KUPT dan  ketua RT/PKK yang telah didoktrin. Kades diberikan proyek hibah di desa-desa. Tujuanya untuk mengikat para pelaku BUMDes, tenaga kerja yang direkrut yang sudah pasti ada penyimpangan proses hibah karena prosesnya terkait proses poltik.

Praktek curang demokrasi sedang berlangsung di daerah kita, di Purbalingga. Tim salah satu kubu yang sudah berpengalaman menang memanfaatkan birokrasi. ASN, Kepala Dinas, Camat, Kades dimanfaatkan untuk merekrut pemilih dengan paksa. Seorang tangan kanan Kades memberinya kaos, uang,  bantuan pemerintah pusat dinamakan bantuan Paslon dan akan dihapus bila tidak memilih pemberi bantuan.

Tak hanya itu, mereka juga  didata agar bisa memenuhi kuato jumlah pemilih pasti, sehingga petahana yang meskipun berpasangan dengan mantan Koruptor bisa-bisa menjadi pemimpin Purbalingga. Jangan kaget bila Purbalingga akan dipimpin mantan koruptor bila Paslon ini memenangkan Pilkada.

Pengalaman Purbalingga memiliki bupati yang dianggap koruptor dan dipenjara jangan terulang di masa mendatang. Sebagai warga Purbalingga kita ingin memiliki pemimpin  beritegritas, berkualitas, sehingga rakyatnya cerdas sejahtera lahir batin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun