Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Netralitas Pers dan Wartawan di Tahun Politik

16 Februari 2018   22:28 Diperbarui: 16 Februari 2018   22:50 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Disepakati pemerintah bahwa tahun 2018 ini adalah tahun politik. Hal ini lantaran penduduk Indonesia yang 50 persen berada di Pulau Jawa termasuk Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah ikut serta memilih pemimpin dalam Pilkada Serentak 2018 yang diikuti oleh 171 daerah.

            Tahun ini, akan menguras tenaga masyarakat lebih-lebih seluruh calon dan tim sukses. Lebih-lebih pada tahun 2019 secara nasional pemilihan umum Presiden Republik Indonesia yang kemungkinan besar dan sudah disebut Presiden Jokowi akan muncul sebagai calon petahana.

            Sejak jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hasil pemilu 2004, perjalanan karir politiknya dua periode. Perjalanan ini kemungkinan besar menurut penulis akan berlaku sama dengan Presiden Joko Widodo. Banyak alasan untuk memastikan Joko Widodo terpilih selaku Presiden Indonesia kembali 2019-2024.

Pertama,implementasi dana desa sejak 2015 yang dikucurkan untuk pembangunan infrastruktur sudah terealisasi dan dinikmati masyarakat Indonesia di tingkat pedesaan. Dana ini terus ditambah dari tahun ke tahun. Kedua,gaya politik blusukan yang sangat ampuh untuk menyerap persoalan sebenarnya dari bawah semua daerah dari Sabang sampai Merauke. 

Misalnya, kunjungan Presiden Jokowi ke Nusa Tenggara Barat (NTB) menurut hemat penulis tercatat sudah 3 kali mengunjungi daerah dengan julukan seribu masjid tersebut sejak di lantik pada 2014 lalu. Pada Peringatan HPN (Hari Pers Nasional) bulan Pebruari 2016 lalu, perbaikan tenaga listrik di Jeranjang, Lombok Barat dan kunjungan ziarah ke makam KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (pendiri ormas Nahdlatun Wathan/NW) yang diberikan penghargaan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2017 lalu.

Ketiga,diangkatnya mantan Panglima Jenderal TNI Moeldoko selaku Staf Pertimbangan Presiden bisa membuat posisi Presiden Jokowi semakin kuat. Sebab, Moeldoko memiliki sikap loyalitas kepada pemerintah (Jokowi), Keempat,kehadiran Partai Golkar sebagai pendukung pemerintah dan diangkatnya Idrus Marham selaku Menteri Sosial Republik Indonesia. 

Posisi Golkar adalah peringkat kedua nasional setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kelima,strategi Jokowi yang saat berkunjung ke daerah dan menyampaikan pesan edukasi kepada anak-anak kerap memberikan kuis berhadiah sepeda dapat mempengaruhi dukungan lembaga pondok pesantren, lembaga dan keluarga (orang tua) yang mendapatkan hadiah kuis tersebut. Dalam ingatan anak-anak bila ditanya, "siapa yang ngasih sepeda?" pasti dengan bangga anak-anak tersebut menjawab "Presiden atau Jokowi yang ngasih."

Pers berpolitik

            Dampak dari pengaruh yang belum ada pada pemerintahan atau Presiden sebelumnya ini dapat berpengaruh dan mempengaruhi berbagai institusi, lembaga, komunitas tak terkecuali lembaga Pers Indonesia (Persatuan Wartawan Indonesia/PWI) yang dipimpin Margiono.

             Namun, kalau kita mengacu kepada fungsi sentral pers sebagai kontrol pemerintah termasuk mengawasi pemerintahan Jokowi-JK, maka tak etis apabila PWI mengampanyekan salah satu pasangan calon (paslon) tertentu. Sebagaimana terjadi di HPN Sumatera Barat. Wartawan dituntut netral dan terpercaya dalam menyampaikan informasi dan fakta yang benar kepada masyarakat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun