Pelayanan Publik Prima di Era DisrupsiÂ
Disrupsi hanya bisa diantisipasi dengan adaptasi, dan ini tidak mudah karena proses adaptasi akan selalu berhadapan dengan tantangan internal berupa budaya pelayanan publik yang kurang mendukung dan sudah terbentuk sangat lama.
Dalam melaksanakan tugasnya, birokrasi pemerintah penyelenggara pelayanan publik mendasarkan pada kewenangan. Ini berbeda dengan lembaga swasta yang mendasarkan pada sepirit menjaga kesetiaan pelanggan. Pelayanan birokrasi pemerintah umunya monopolistik, dalam arti bahwa masyarakat seperti tidak punya pilihan untuk pindah ke instansi lain, meskipun merasa kecewa. Akibatnya, kurang  ada rangsangan kompetisi di lembaga-lembaga birokrasi penyelenggara pelayanan publik. Bahkan para petugasnya merasa tidak perlu melakukan berbagai kreasi dan inovasi, karena dengan kualitas pelayanan yang burukpun pengguna layanan tetap akan datang, karena memang tidak punya pilihan. Hal ini berlangsung sangat lama, dan telah membentuk budaya kerja yang kurang mendukung. Padahal, jaman sudah berganti. Era Industi 4.0 setidaknya menuntut pelayanan yang lebih cepat, responsif, mudah menyenyenangkan namun tetap akuntabel.
Pelayanan publik seperti itu sejalan dengan karakter masyarakat milenial yang suka dengan kecepatan, bahkan instan, dibarengi rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka ini sadar hak dan ekspektasinya terus berubah meningkat, sehingga penyelenggara pelayanan mau-tidak mau dituntut untuk terus beradaptasi melalui berbagai inovasi. Padahal generasi masyarakat milenial ini sekarang menduduki jumlah terbesar dari populasi penduduk di Indonesia. Oleh karenanya, proses penyediaan pelayanan publik perlu menyesuaikan dengan karakteristik milenial tersebut. Diperlukan konsepsi layanan yang akuntable dan berintegritas namun menyenangkan bagi mereka.
Pelayanan publik yang berintegritas dan akuntable adalah pelayanan yang menjunjung tinggi kejujuran sesuai tugas dan tanggung jawab berdasarkan ketentuan yang berlaku. Ingritas dibangun melalui tiga unsur penting yaitu: nilai-nilai yang dianut (values;kejujuran, anti korupsi, anti diskriminasi, dll), konsistensi (taat asas, patuh aturan/hukum, dll), dan komitmen (berdedikasi dan loyal pada visi, misi dan tujuan organisasi). Adapun pelayanan publik yang menyenangkan adalah pelayanan yang mudah, sederhana, cepat, serta nyaman, dan  petugasnya terpercaya, cakap  dan tanggap serta penuh perhatian. Oleh karena itu, agar pelayanan publiknya menyenangkan, penyelenggara perlu memperhatikan kualitas dari fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi yang dapat dirasakan langsung oleh pengguna layanan. Petugas yang melayani juga harus memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat dan terpercaya seperti yang  dijanjikan, serta responsif membantu pengguna layanan dan memberikan pelayanan.
Penyelenggara pelayanan juga harus memberikan rasa percaya dan keyakinan atas pelayanan yang diberikan kepada pengguna layanan; Â kompeten, Â transparan, akuntable, dan aman. Terakhir, setiap petugas menunjukkan empaty dengan memberikan pelayanan yang ramah (senyum, sapa, salam) serta perhatian secara individual kepada pengguna pelayanan untuk memberikan kesan pengistimewaan.***
** pernah disampaikan sebagai Keynote Speech dalam Seminar "Penguatan Kapabilitas Pembangunan Zona Integritas Satuan Kerja Kementerian Komunikasi dan Informasi Menuju WBK/WBBM", Kementerian  Komunikasi dan Informasi, Yogyakarta 14/12/2021, pukul 10.00 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H