Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inovasi dan Penguatan Modal Sosial: Belajar dari Kota Yogyakarta

3 Agustus 2021   14:34 Diperbarui: 3 Agustus 2021   14:43 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok Tani Tanem Tuwuh

Hal yang menarik dari pelaksanaan Inovasi Temoto, Temonjo, Kroso ini adalah proses pelibatan komunitas dengan pola kemitraan. Salah satu komunitas yang menjadi bagian dari pelaksanaan inovasi ini adalah Kelompok Tani Perkotaan Tanam Tuwuh. Awalnya kelompok tani ini terbentuk pada tahun 2018 sebagai Kelompok Tani Wanita. Namun seiring dengan pelaksanaan program inovasi Temoto, Temonjo, Kroso, berubah menjadi komunitas warga yang melibatkan setidaknya 330 KK yang ikut berpartisipasi menghijaukan RW 13 Kampung Karang Waru Kidul.

Bermula dari rasa risih melihat kampung yang gersang, dan beberapa lahan tidur yang dipenuhi semak belukar, Kelompok Tani Tanem Tuwuh mangembil inisiatif untuk membersihkan. Meskipun penuh dengan bongkahan batu dan puing bangunan, kondisinya tandus, dan hanya rumput serta semak belukar yang mampu tumbuh dengan baik. 

Atas ijin dari pemiliknya, Kelompok Tani ini bekerjasama dengan warga membersihkan, menggali puing-puing yang tertimbun tanah dan mengubahnya menjadi sentra pertanian perkotaan (urban farming) Tanem Tuwuh, ditanami dengan beranekaragam tanaman. Tidak hanya itu, lorong-lorong perkampungan juga dihijaukan dengan aneka tanaman sayuran, buah anggur, dan tanaman perindang penghias lingkungan.

Pengelolaan lahan Tanem Tuwuh yang kemudian melibatkan para laki-laki (para suami anggota kelompok tani) dan warga, dalam suasana kebersamaan dan gotong-royong, suami-suami mereka menyediakan media tanam dan melakukan penataan ruang. 

Tidak ada pemaksaan dalam berpartisipasi, semuanya didasarikan pada kesadaran pribadi masing-masing dan rasa memiliki. Warga yang awalnya kurang saling mengenal karena kesibukan dan kelelahan dari tempat kerja, kini memperoleh ruang interaksi sosial. Mereka menjadi sering bertemu. Ketika ada warga yang mengalami musibah/kesulitan maka warga lainnya saling membantu.

 Lahan kosong yang awalnya kurang sedap dipandang matapun berubah menjadi area sentra pertanian perkotaan (urban farming) yang menghijau dengan warna-warni buah dan sayuran di dalamnya. Kemudian orang-orang di luar desa, bahkan di luar Kota Yogyakarta mulai berkunjung untuk eco tourism. Tidak hanya itu, Kelompok Tani Tanem Tuwuh juga ikutserta dalam berbagai lomba yang diadakan pemerintah desa, LSM, maupun kecamatan,  dan kerap memperoleh penghargaan.

Aktivitas Kelompok Tani Tanem Tuwuh akhirnya menjadikan RW 13 Kampung Karangwaru Kidul menghijau dan hidup, di sentra urban farming, maupun di rumah-rumah warga. Kerjasama dan gotong-royong warga diiringi komitmen menanam dan merawat, terus dilakukan sampai akhirnya pemerintah Kota Yogyakarta menjadikan mereka sebagai bagian dari program inovasi Temoto, Temonjo, Kroso pada tahun 2020, dan menempatkannya ke dalam daftar program unggulan pembangunan desa. 

Kelompok Tani Tanem Tuwuh-pun mendapatkan pembinaan dari Dinas Pertanian Ketahanan Pangan. Mereka memperoleh bimtek pengembangan kampung sayur, diberikan pelatihan mengenai pengembangan budi daya sayur, pengemasan produk pasca panen dan pengelolaan manajemen kelompok (dokumen LKP Kota Yogyakarta 2020).

Untuk membiayai aktivitas pertanian Tanem Tuwuh ini, beberapa warga sukarela memberikan donasi. Mereka percaya menyalurkan donasi karena merasa ikut menikmati hasilnya, sehingga menjadi kepuasan batin tersediri. Penggunaan dana hasil donasi juga transparan, laporan disampaikan dalam pertemuan sebulan sekali. 

Donasi yang awalnya hanya dilakukan oleh 5 orang yang status sosial ekonominya bagus,  lama-kelamaan menular, sehingga saat ini separuh lebih dari anggota Tanem Tuwuh juga rutin berdonasi dengan jumlah yang beragam, ada yang Rp.500.000, Rp.300.000, dan Rp.50.000. Ada juga yang berdonasi dalam bentuk bibit tanaman, bambu, dan menyumbangkan tenagannya. Semua itu dilakukan karena rasa saling percaya dan ikut memiliki, sehingga sejauh inipun tidak pernah ada pencurian hasil tanaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun