Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Youtuber, Relasi Kuasa, dan Nilai tentang Pekerjaan

16 Desember 2020   08:56 Diperbarui: 16 Desember 2020   08:58 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian juga nilai psikologi untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup, tidak terlalu menjadi kebutuhan seorang Youtuber. Hal ini juga bisa dilihat dari begitu banyaknya kanal Youtube yang mengekspolitasi hal-hal tidak patut bahkan menabrak nilai sosial budaya, tetapi toch tetap memperoleh tempat dan mendatangkan viewer banyak serta menjadi sumber penghasilan. Pun sangat berbeda dengan nilai tentang pekerjaan menurut budaya dan filosophi Jawa seperti dalam penelitian Nurani Siti Anshori, bahwa pekerjaan atau bekerja antara lain untuk memperoleh ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan (Anshori,2013).   

 KESIMPULAN

Menjadi Youtuber adalah profesi pekerjaan karena mengandung aktivitas yang terus menerus dan mendatangkan penghasilan. Meskipun demikian, terdapat perbedaan nilai tentang pekerjaan Youtuber dengan pekerjaan lain pada umumnya. Nilai bekerja dan pekerjaan secara umum adalah pencapaian ekonomi, pengakuan sosial juga ketenangan psikologis. Adapun bekerja sebagai Youtuber dituntut krativitas yang tinggi, unik, dan tidak jarang mengandung kontroversi, bahkan menabrak norma-norma juga etika sosial budaya dalam masyarakat. Youtuber tidak terlalu memerlukan pengakuan sosial di lingkungannya, juga nilai psikologi untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup kecuali melalui pencapaian materi penghasilan.

Relasi kuasa yang terjadi dan terbangun antara Youtube dengan Youtuber didasarkan pada pola hubungan kerja yang abstrak, semi otonom dan cenderung timpang. Pada fase tertentu, saat membuka kanal Youtube sebelum jumlah viewer dan subscriber memenuhi syarat monetisasi, posisi seorang Youtuber lebih otonom dibanding ketika sudah memasuki fase monetisasi. Ketika kanal seorang Youtuber sudah dimonetasi, mengingat proses untuk sampai monetisasi sangat panjang dan sulit, maka begitu tahapan ini bisa dicapai pada saat yang sama juga menempatkan posisi tawar seorang Youtuber dengan Youtube menjadi lebih lemah, karena salah-salah melangkah bisa menghanguskan hasil perjuangan status monetisasi yang telah berhasil dicapainya.

Selain itu juga terjadi pradoks kreativitas. Kreativitas yang mengandung makna kebebasan berkreasi pada satu sisi, tetapi episteme yang harus dipatuhinya membatasi ruang kreativitasnya agar bisa memenuhi syarat menjadi sosok Youtuber yang berhasil.***

*) Oleh Budhi Masthuri,  

 

DAFTAR PUSTAKA

Anggradinata, Langgeng Prima (2020), Memahami Teori Foucault dalam 7 Menit!, https://www.youtube.com/watch?v=7_eTihCv1rg, diakses 06/12/2020 pukul 17.15 WIB

Anshori, Nurani Siti (2013), MAKNA KERJA (Meaning of Work) Suatu Studi Etnografi Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2, No. 3, Desember 2013

Azizah, Husnun (2020), Konten Kreatif Youtube Sebagai Sumber Penghasilan Ditinjau dari Etika Bisnis Islam, (Studi Kasus Youtuber Kota Metro), Skripsi Jurusan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, IAIN Metro, 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun