film klasik karya sutradara Peter Wier. Film ini sudah menjadi bagian dari pop culture karena sudah banyak dikenal oleh masyarakat kalang luas dan berpengaruh terhadap perkembangan sinema pada masa kini. Bahkan di sosial media seperti Instagram, TikTok, dan lainnya, kita sering melihat cuplikan mengenai film ini, yang dimana lebih terkenal di kalangan masyarakat Amerika Serikat daripada masyarakat Indonesia sendiri. Lantas mengapa film ini menjadi digemari dan menjadi simbolisme terhadap kehidupan moderen masa kini?
The Truman Show (1998) adalahFilm ini menceritakan seorang pria bernama Truman Burbank (Jim Carrey) yang sejak kelahirannya hingga menjelang usia paruh bayanya 'ditampilkan' di televisi yang disiarkan secara global. 'The Truman Show' sendiri adalah nama acara yang disiarkan di televisi mengenai kehidupan seorang Truman yang harus hidup di tengah-tengah 'dome' atau kubah besar yang di-setting untuk acara tersebut. Sehingga Truman kecil tidak pernah benar-benar hidup di 'dunia luar' yang semsetinya seperti orang normal. Melainkan seluruh kotanya, Seahaven Island adalah sebuah pulau 'rekayasa', yang seluruh warga yang tinggal disana hanyalah aktor dan aktris. Mereka di bayar untuk bertindak sesuai naskah, namun harus serealistis mungkin, agar Truman tidak sadar bahwa mereka adalah pemeran yang dibayar.
Disini diceritakan Truman tidak pernah menyadari bahwa ada ribuan kamera dan pemeran yang mendampingi hidupnya sejak kecil, dan ia tetap menikmati hidupnya seperti kehidupan biasa yang 'berulang-ulang'. Hingga tiba di suatu titik dimana, ia merasa bosan karena hidupnya dirasa 'monoton'. Dengan informasi yang terbatas, ia mengetahui ada sebuah negara kepulauan  diluar sana bernama "Fiji", hal ini membuatnya ingin menghabiskan masa liburan disana. Namun ia merasa bahwa bos dan teman kantornya selalu 'menghalanginya' untuk pergi kesana. Dan dari titik itulah, ia mulai semakin menyadari bahwa ada keanehan yang terjadi dalam lingkungannya. Ada sebuah 'aturan' atau 'batasan' tertentu yang membuatnya seolah-oleh tidak bisa keluar dari kota Seahaven Island tersebut. Dan disitulah perjalanan Truman mengungkapkan misteri dibalik kehidupannya yang seolah setting-an ini.
Jika hendak mengulas film ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Karena meskipun film ini bisa dibilang membawa genre komedi, drama, sekaligus misteri, tidak bisa dipungkiri banyak kritik yang disampaikan secara tersirat oleh film ini. Entah itu kritik sosial, pemerintah, gingga skala global. Namun, penulis akan membagi ulasan menjadi tiga bagian besar:
- Plot
Dari segi plot atau alur cerita, dari alur cerita yang disampaikan, bisa dibilang film ini menyajikan alur 'maju-mundur'. Dimana di tengah-tengah film nanti akan ada adegan yang menceritakan tentang masa SMA Truman dan bagaimana ia menemukan cinta pertamanya, dimana ia akan mencintai seorang gadis yang membuatnya sadar bahwa dia berada di dalam 'acara TV' untuk pertama kali. Momen tersebut menambah latar belakang Truman dan mengeksplorasi keasadaran Truman akan realitas yang palsu. Momen ini yang mengungkap bahwa sebenarnya Truman pernah menyadari hal tersebut, dan ia selalu jatuh cinta kepada Sylvia atau Lauren Garland (Natascha McElhone) yang menambah kekayaan sub-plot film ini. Pembawaan film ini terkesan santai dan ringan. Namun jikalau kita mau, setiap detail kecil yang ada dalam film tersebut bisa dibedah bagaikan 'bumbu' penambah keseruan menonton film ini.
Semakin berjalannya film ini, kesan drama yang hangat dan romantis itu akan muali menghilang dan beruabh menjadi menegangkan dan seru. Karena ini bagaikan momen 'kejar-kejaran' antara sang Director bernama Christof (Ed Harris), Truman, dan penonton acara tersebut. Dimana mayoritas penonton berharap bahwa Truman bisa 'bebas' dan keluar dari set produksi itu dan hidup normal. Disini juga diperlihatkan bahwa Truman adalah seorang yang jenius, karena bisa mengelabuhi seluruh pemeran disana dan sang sutradara.
      Dan di akhir film diperlihatkan tentang tekad Truman dalam mengungkap semua kepalsuan acara tesebut, hingga ia harus mengarungi lautan meskipun ia memiliki Thalassophobia (Ketakutan terhadap lautan yang luas dan dalam) yang dimilikinya, dan harus melewati badai serta ombak besar yang 'diciptakan' oleh sang Sutradara. Untuk overall cerita yang cukup padat dan tiak bertele-tele, ditambah dengan latar belakang seorang Truman Burbank yang cukup kompleks membuat film ini mudah dicintai banyak orang, terutama karena premis ceritanya yang 'berbeda' dan mencolok pada masanya.
- Cinematography
Dari segi sinematografi, film ini tidak terlalu menggunakan sinematografi yang eksperimental, justru penggunaan sinematografi disini difokuskan untuk world-building acara The Truman Show. Dimana banyak digunakan shot dari atas, dan wide angle untuk beberapa scene yang menambah kesan Liminal Space yang terkesan tidak nyata. Namun itulah keunikan dari film ini. Ditambah lagi sinematografi yang akurat ketika scene yang terkesan menegangkan, terlebih kombinasi dengan sound design  yang memukau menambah kekayaan film ini dari segi teknis dan cerita.Namun sinematografi yang paling ikonik adalah ketika berada pada akhir film, adegan penutup dimana Trumanmenyampaikan pesan trakhirnya kepada para penonton. Dan angle diambil dari dalam dome atau lokasi set shooting acara TV The Truman Show, sehingga ketika Truman melangkah keluar, kita sebagai penonton tidak tahu apa yang terjadi. Dari sini menunjukkan bahwa film ini meiliki Open Ending sehingga penonton bebas berteori tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan teknik sinematografi ini menggmbarkan bahwa kita sebaga penonton film ini merupakan penonton yang menonton acara The Truman Show melalui salah satu kamera saja, dan itu menambha detail yang bagus nan filosofis kepada film klasik ini.Kritik secara tersirat.
Seperti yang penulis coba sampaikan, film ini memiliki banyak kritik secara 'tersirat' yang ditujukan kepada banyak pihak. Film ini juga bisa digambarkan sebagai sebuah analogi realita masa kini, dimana jejak digital kita atau kehidupan kita bisa disaksikan oleh banyak orang di dunia, dan hal tersebut belum tentu membuat kita nyaman. Bisa jadi kita merasa tidak nyaman, karena kita dipaksa untuk menuruti kehendak setiap penonton, demi memberi makan ego mereka. Juga film ini mengkritik soal kapitalisme secara tidak langsung, dimana hidup kita tergantung pada 'penonton' yang notabene memiliki kuasa atas alur cerita yang ada dalam hidup kita, dimana penonton tetaplah pemegang kuasa penuh atas keberlangsungan The Truman Show.
Maka kesimpulan yang bisa kita ambil dari ulasan film yang sudah dijabarkan diatas adalah, film merupakan suatu media yang kompleks. Banyak orang menganggap bahwa film hanyalah tempat dimana mereka mencari hiburan atau sekedar pelarian dari realita yang sedang mereka alami. Tanpa mereka sadari, film bisa menjadi 'dekat' dengan hidup kita karena beberapa film dibuat se-realistis mungkin. Dan sebuah film bisa dikategorikan sukses apabila bisa membuat satu karakter yang terkesan realistis dan dekat dengan hati para penontonnya, contohnya Truman sendiri. Di dalam karakter Truman kita dapat menemukan kemiripan dengan diri kita, keberanian, rasa penasaran, dan pemberontakan, semua itu tergambar dengan jelas. Di sisi lain, film yang bagus adalah film yang bisa menyeimbangkan segala aspek, sehingga bisa dinikmati oleh banyak orang.
Dalam kasus ini, film The Truman Show (1998) dapat menjadi sebuah revolusi karena penceritaan dan detail-detail film yang amat menarik penonton untuk ikut mencari tahu apa yang terjadi, dan semua sub-plot yang ada di dalam film ini berhubungan dengan cerita utama. Sehingga terkesan padat dan jelas alurnya, tidak bertele-tele. Dan penulis harap, dari film ini kita bisa mengambil pelajaran yang penting, yaitu jangan pernah terkurung dalam realitas yang palsu, dimana kita akan dicintai semua orang. Keluarlah, menuju kehidupan yang nyata. Mungkin itu tidak seindah 'realita buatan' yang selama ini kita sukai, namun itu menunjukkan kita berani untuk keluar dari zona nyaman kita masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H