Mohon tunggu...
Nurul Amin
Nurul Amin Mohon Tunggu... Penulis - founder travelnatic dan peatland coffee

Penikmat kopi garis miring. Menyukai kegiatan riset, perkebunan, pertukangan, sains, sejarah, literasi, perjalanan, organisasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesan dari Anapurna; Hujan Badai, Musim Pendakian, dan Malapetaka

26 Desember 2013   04:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:29 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1388007225370939073

[caption id="attachment_286057" align="aligncenter" width="603" caption="Screenshoot berita di salah satu media online 26 Desember 2013"][/caption] Sebelumnya, saya mengucapkan belasungkawa kepada keluarga, teman, rekan se-organisasi, rekan sekolah, handai taulannya, dan semua yang bertalian dengan perempuan muda yang ada di berita di atas. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengorek lagi luka, atau menyudutkan/menjustifikasi yang bersangkutan atau semua yang bertalian dengannya. Tulisan ini diperuntukkan dan dimaksudkan bagi kita semua yang masih hidup dan berkegiatan yang bersentuhan langsung dengan alam. Semoga hal serupa tidak terulang, dan hal berlainan rupa tidak terjadi. Semoga tulisan di awal ini bisa menjadi langkah preventif bagi saya untuk menghindari salah duga teman-teman yang merasa terganggu dengan adanya tulisan ini. Dan berdoa, semoga perempuan muda ini beristirahat dipelukan Sang Pencipta dalam kedamaian. Amin Puzzle 1 Kemarin malam, seorang teman bercerita tentang pengalamannya treking ke Anapurna di Nepal. Anapurna termasuk basecamp terakhir untuk mendaki 6 puncak di Nepal (termasuk tertinggi di dunia). Basecamp ini dikelilingi oleh kaki dari enam puncak tersebut. Tingginya lebih dari 3.700 mdpl dan berciri pegunungan sub Alpine (Es). Banyak hal menarik dan unik dari ceritanya itu, salah satunya tentang persiapan, logistik, perlengkapan dan cara mereka menjaga alam. Dia mendaki bersama seorang Perancis (temannya). Dari ceritanya, saya menangkap sebuah penyesatan yang dilakukan oleh satu film terbaru yang bercerita tentang Himalaya. Tiba-tiba saya terbayang ke film sebelumnya yang juga menyesatkan, hingga banyak pemuda sekarang benar-benar tersesat! Ya! Dua film ini sangat meremehkan persiapan pendakian! Dan akhirnya menimbulkan malapetaka bagi yang mau disesatkan atau tidak tahu sama sekali bahwa dia telah tersesat. Dengan kata lain, dua film produksi lokal ini telah melakukan pembodohan yang berakibat fatal dan bagusnya, tidak disensor sama sekali oleh lembaga sensor kita. Apa mereka tidak menghitung potensi malapetaka yang akan mereka timbulkan? Apa mereka tidak paham bagaimana peran media dalam mempengaruhi publik? Apa mereka berpikir? Puzzle 2 Baru saja beredar berita, seorang perempuan muda kembali menjadi korban kecelakaan di Gunung. Kita kembali berbelasungkawa untuk kesekian kali. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Perkara ajal dan usia, Sang Pencipta lah yang tahu. Kemanapun kamu pergi, kematian akan mengejarmu, meski kamu berada di bintang terjauh sekalipun, begitu intisari dalam kitab suci sebuah agama. Kematian adalah perkara biasa. Kata Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang DemonstranMaut, tempat perhentian terakhir. Nikmat datangnya dan selalu diberi salam. Bukan kematian yang menjadi perkara, tapi sebab musababnya lah yang terus jadi problema. Puzzle 3 Malam ini saya ngomel-ngomel di socmed berlogo burung twitty. Ngomel parah tentang masalah kecelakaan gunung itu juga. Tiap tahun setiap musim hujan dan musim liburan selama 2 tahun terakhir, ada saja kecelakaan pendakian. Awal hahun 2013 lalu ada sekitar 5 berita utama yang ramai dibahas di Socmed, saya juga sempat menanggapinya di Socmed dan menulis di blog. Akhir tahun ini, ada dua yang ramai diperbincangkan, kecelakaan di Semeru dan di Ge-Pang yang baru terjadi. Ini hal tidak baik buat kita semua yang membacanya, apalagi merasakannya. Harus ditanggapi dan dicarikan solusi segera. Mengapa harus ada solusi? Karena jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah. Mengapa saya bilang begitu? Jelas karena musim hujan masih panjang dan pemuda yang ingin mendaki gunung di musim ini masih sangat banyak. Banyak yang menyakini, termasuk saya, kecelakaan pendakian telah menjadi tren tidak baik di musim hujan dan musim liburan. Musim hujan memperburuk cuaca dan kondisi medan. Musim liburan meningkatkan jumlah pendaki. Parahnya, sekarang pendakian termasuk menjadi tren pengisi liburan. Tidak seperti satu windu yang lalu dimana pendaki akan berpikir cukup panjang untuk mendaki. Pendaki akan mempersiapkan diri lebih matang (diri, peralatan, dan support lain) dan diikuti dengan kesadaran lingkungan yang cukup sebelum mendaki. Sehingga, keamanan mendaki lebih terkontrol dan efeknya terhadap alam masih dapat ditoleransi oleh daya dukung dan daya tampung alam. Kini, pendaki muda mendaki dengan lebih instant, mengesampingkan dan memotong banyak fase yang harusnya dilalui. Atau istilah sekarang “tinggal capcus” saja. Tampak persiapan fisik yang cukup, tanpa kenal medan, tanpa peralatan yang memadai, tanpa support lain yang penting. Hasilnya? Beberapa orang mungkin beruntung selamat hingga kembali ke rumah tanpa terjadi (cedera) apapun. Beberapa orang cedera di kaki, tangan dan bagian tubuh lainnya. Beberapa orang harus menanggung akibatnya setelah selamat turun gunung. Beberapa orang tidak menikmati perjalanan karena kedinginan. Beberapa orang kehilangan sepatu dan ranselnya karena rusak parah. Beberapa harus meminta bantuan orang lain untuk di evakuasi. Naas, beberapa lagi malah kehilangan teman, sanak sodara, rekan setimnya. Inilah keparahan paling fatal. Puzzle 4 Saya mengibaratkan antusiasme dan animo untuk mendaki itu sebagai deret ukur (2+4+8+16+32+64+128+….dst). Sementara kesiapan diri (kemampuan diri dan kesadaran lingkungan) adalah deret hitung (2+4+6+8+10+12+….dst) Deret hitung (kesiapan diri) berjalan lambat, beberapa faktornya : cukup rumit, bersifat regeneratif, memakan waktu lama untuk pemahaman, memerlukan pendidikan dan latihan, mahal, dll yang membuatnya berjalan lambat. Deret ukur (antusiasme dan animo) bisa berjalan sangat cepat karena faktor ; sangat mudah dan instant, pengaruh promosi dan socmed hingga penyebarannya tak terkendali, hanya memperlihatkan sisi menariknya (mudahnya) saja. Sesuai perhitungan, deret ukur pasti akan jauh meninggalkan deret hitung. Dan itulah yang memang terjadi di pendakian akhir – akhir ini. Antusiasme dan animo pemuda untuk mendaki sangat tinggi, meski itu di musim hujan seperti sekarang. Sementara kesiapan diri masih jauh lebih rendah dari antusiasnya itu. Antara antusiasme dan kesiapan sangat tidak seimbang. Puzzle 5 Di Pendakian, terutama saat kondisi lelah dan konsentrasi menurun, setiap langkah menuruni lereng menjadi sangat riskan. Baik pemula ataupun yang sudah terbiasa akan merasakan hal sama. Meleset satu atau dua inci saja bisa berakibat fatal. Tersandung sekali saja bisa jadi malapetaka beruntun. Ini berlaku di cuaca cerah maupun cuaca buruk. Di cuaca buruk, potensi bahayanya akan meningkat jauh lebih tinggi karena berbagai faktor. Jadi, saya ingin mensyukuri setiap ketepatan langkah, setiap penglihatan yang memungkinkan untuk mengelak dari ranting sekecil apapun. Setiap langkah yang berhasil adalah anugerah dari Sang Pencipta! Itulah keberuntunganmu! Maka dari itulah setiap pendaki semestinya siap secara pribadi. Tidak menggantungkan dirinya pada orang lain, bahkan dalam pendakian dengan tim. Puzzle 6 Teman yang baru turun dari Anapurna ini merasakan hidung berdarah dan tangan bengkak karena suhu dingin dan tekanan udara menipis. Merasakan hujan badai es saat turun di malam hari. Dia melihat bagaimana orang Nepal menjaga alam dan bagaimana perilaku treker yang dia temui. Poin baiknya, dia pulang ke Indonesia dengan selamat dan akan menyusun buku tentang pengalamannya itu. Kita berharap di bukunya itu ada banyak hal tentang safety pendakian dan tentu saja klarifikasi atas beberapa penyesatan yang dilakukan oleh film terbaru itu. Puzzle 7 Musim hujan masih akan berlanjut kira-kira sampa bulan Maret – April, ada sekitar 4 bulan lagi. Dan setelahnya ada musim kemarau yang akan meningkatkan jumlah pendaki. Dingin dan kering musim Kemarau juga bukan kondisi yang ramah dalam sudut pandang lain dengna faktor lain. Masing – masing musim ada kelebihan dan kekurangannya, dan potensi bahayanya pun berbeda. Jumlah pendaki mungkin tidak akan menurun hanya dengan satu dua berita kecelakaan. Bagi sebagian orang hal itu bisa jadi dianggap seperti angin lalu. Banyak juga yang tidak mengetahui sama sekali. Gunung bukan tempat bermain – main dan bukan untuk dipermainkan. Pendakian bukanlah permainan. Meski disana kamu bisa bersenang-senang, menyatu dengan alam, menikmati udara segar, melepaskan banyak beban pikiran yang memberatkan. Itu bukan alasan untuk tidak fokus, tidak konsentrasi, tidak mempersiapkan diri. Orang – orang tercinta menunggumu. Bahkan bagimu yang tidak punya siapa-siapa, masih ada hal yang lebih baik daripada *maaf* mati konyol di pendakian karena meremehkan persiapan. Puzzle 8 Berdasarkan Konsep  Bencana. Bencana = Ancaman + Kerentanan + Kapasitas, (Paripurno, ET) dimana ; Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa (berpotensi) menimbulkan bencana. Kapasistas adalah suatu gabungan semua sumberdaya, cara, kekuatan yang tersedia di masyarakat dan organisasi yang memungkinkan masyarakat memiliki daya tangkal dan daya tahan untuk mengurangi tingkat resiko atau akibat dari bencana. Kerentanan adalah suatu kumpulan maupun rentetan keadaan yang melekat pada masyarakat yang mengarah dan menimbulkan konsekuensi (fisik, sosial, ekonomi dan perilaku) pada menurunnya daya tangkal dan daya tahan masyarakat sehingga berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Jika kita anggap kecelakaan pendakian adalah sebuah bencana (bencana dalam skala sangat kecil, hanya terjadi pada sangat sedikit orang, atau hanya pada satu orang) maka kita dapat mengganti kata “masyarakat dan organisasi” dalam konsep tersebut menjadi lebih individual, misalnya “pendaki”. Menjadi ; Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa (berpotensi) menimbulkan bencana. Dari terminologi ini jelas bahwa yang dimaksud dari Ancaman merujuk pada kejadian atau peristiwa yang berhubungan pendakian. Misalnya ; Hujan, Badai, Erupsi, Kebakaran, longsor, bahkan konflik dengan teman satu tim dsb Kapasistas adalah suatu gabungan semua sumberdaya, cara, kekuatan yang tersedia pada “Pendaki” yang memungkinkan “pendaki” memiliki daya tangkal dan daya tahan untuk mengurangi tingkat resiko atau akibat dari bencana. Dari definisi ini kita mengetahui bahwa kapasitas sangat terkait pada persiapan dan kemampuan pendaki. Baik persiapan dan kemampuan fisik, peralatan, mental, dan lain – lain. Kerentanan adalah suatu kumpulan maupun rentetan keadaan yang melekat pada “Pendaki” yang mengarah dan menimbulkan konsekuensi pada menurunnya daya tangkal dan daya tahan “Pendaki” sehingga berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Dari definisi ini kita melihat bahwa kerentanan mengarah pada hal – hal buruk (situasi, kondisi, keadaan, sifat dan karakter, kesehatan) yang melekat pada pendaki itu sendiri. Misalnya ; kondisi malam, sulit penglihatan,  ada penyakit tertentu yang sewaktu – waktu kumat, dll Puzzle 9 Bagaimana meminimalisir terjadinya “Bencana” Kecelakaan Pendakian? Kita akan kembali ke konsep bencana di atas (karena kita sepakat menggunakan konsep itu di sesi ini, lagipula konsep tersebut cukup relevan). Ya! Kita harus mengidentifikasi, memprediksi dan melihat ancaman yang akan dihadapi saat pendakian. Kita perlu mengetahui dan memiliki informasi terbaru tentang lokasi yang akan dikunjungi, misalnya informasi cuaca, lokasi – lokasi rawan bahaya, lokasi camping ground, sumber air, dll. Ya! Kita harus meningkatkan kapasitas. Menambah ilmu, melatih fisik dan mental, mempersiapkan peralatan yang efektif dan emergency, membuat simulasi atau skenario jika terjadi kondisi darurat, membangun leadership, dsb. Ya! Kita harus mengurangi kerentanan yang ada pada kita. Kita perlu memahami karakter teman kita masing – masing. Kita perlu mengenali diri sendiri lebih dalam. Kita perlu mengevaluasi, mengintrospeksi kekurangan dan kelebihan diri sendiri dan teman-teman di pendakian kita. Tiga hal ini sangat teoritis dan merujuk ke konsep. Aplikasi di lapangan tentu tidak semudah menuliskannya. Jelas jauh lebih sulit karena hal-hal di atas hanyalah yang umum saja. Detailnya tentu diimprovisasi sesuai rencana masing – masing. Meskipun Ancaman alam tidak mungkin dihilangkan sama sekali, jika dia ingin datang, tapi kita dapat meminimalisir dampaknya, bahkan mengurangi sampai titik yang membuat kita aman dalam pendakian. Caranya ya dengan meningkatkan kapasitas setinggi dan seefektif mungkin, disaat yang sama mengurangi kerentanan menjadi sekecil mungkin. Maka ancaman bisa jadi tidak terlalu berpengaruh pada kita. Seorang pendaki terlatih (kuat, berilmu, mental bagus) dengan perlengkapan efektif tentu akan dapat menghindari hujan badai lebih mudah dari pada yang tidak! Ini sudah terbukti dimana – mana, dan orang paling awam pun dapat membayangkannya! Oke itulah, sedikit review dari saya. Kita tunggu buku teman tentang Anapurna semoga di dalamnya banyak hal bermanfaat bagi Pendaki Indonesia, kita lihat musim hujan yang masih lama dan jumlah pendaki yang semakin banyak. Ingatkan rekan tercinta kita untuk lebih berhati – hati dan tidak melupakan apa yang tidak boleh dilupakan. Dan akhirnya kita berdoa, kepada siapa saja kita ingin dan yakin untuk berdoa. Semoga kecelakaan karena hal sama tidak terulang lagi dan kecelakaan karena hal lain tidak terjadi. Semoga bermanfaat! (Nurul Amin)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun