Pengelolaan SiLPA PPK BLUD
SiLPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran merupakan istilah yang muncul dalam laporan keuangan pemerintah daerah untuk menyajikan selisih antara anggaran belanja dengan realisasi belanja. Pelaporan SiLPA dilakukan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Saldo akun ini akan dibawa ke periode anggaran selanjutnya, dan dicatat sebagai penerimaan BLUD. SiLPA dibawa ke periode selanjutnya untuk dapat digunakan sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan. Pada umumnya SiLPA digunakan untuk melakukan belanja modal. Apabila dalam kurun waktu tertentu SiLPA tidak dimanfaatkan, anggaran tersebut dapat kembali ditarik oleh pemerintah daerah.
Berikut ini adalah kasus yang terjadi sehingga memunculkan SiLPA pada akhir periode anggaran.
Pada awal tahun, BLUD mengalokasikan senilai Rp1.500.000.000 untuk pembelian sejumlah mobil dinas. Sampai dengan akhir periode, alokasi tersebut masih tersisa Rp250.000.000 akibat belum terbelinya kendaraan. Saldo tersebut akan dicatat pada akun SiLPA dan di bawa ke periode selanjutnya masuk ke dalam kategori ekuitas dan dilaporkan dalam LRA.
SiLPA berbeda dengan surplus/defisit baik dari segi asal perhitungan maupun penggunaan di periode selanjutnya. SiLPA seperti yang telah diajabarkan di atas, berasal dari selisih antara alokasi anggaran dengan realisasi. Sementara surplus/defisit merupakan selisih antara penerimaan dan belanja BLUD yang berasal dari praktik bisnis yang sehat. SiLPA juga harus dilaporkan kepada pemerintah daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan APBD, sementara surplus/defisit berkaitan dengan tanggung jawab kepada publik. Dengan demikian jelas bahwa SiLPA dan surplus/defisit merupakan hal yang berbeda.
Selain cara perhitungan, perbedaan lain antara SiLPA dan surplus/defisit adalah penggunaan saldo di periode selanjutnya. SiLPA memiliki alokasi penggunaan yang sudah jelas dan dengan alokasi kas yang sudah jelas pula. Sementara surplus dapat digunakan secara fleksibel dan tidak selalu berwujud kas, melainkan dapat berwujud aset lain.
Pengelolaan SilPA BLUD di lapangan masih menjadi permasalahan. Permasalahan utamanya adalah mengenai regulasi pengaturan SiLPA. Bagi yang sudah menjadi BLUD akan ada SiLPA di akhir tahun. Lalu pertanyaanya, bagaimana mengelola SiLPA tersebut, sebab jika tidak dikelola maka daerah bisa mengambil SiLPA yang ada. Hal itu disebabkan BLUD tidak dapat mengelola SiLPA yang dimiliki.
SiLPA bisa dikelola oleh BLUD itu sendiri dengan baik, dimasukkan dalam RBA ketika sedang menyusun RBA Definitif. Lalu akan muncul pertanyaan, bagaimana SiLPA dimasukkan dalam penyusunan RBA sedangkan SiLPA baru diketahui awal tahun, setelah RBA disahkan?
Jawabannya adalah proyeksi SiLPA. Contohnya penyusunan RBA dilakukan bulan September. Di bulan September tentu sudah diketahui realisasi pencapatan dan realisasi biaya, bisa memprognosakan akhir tahun aka nada SiLPA sejumlah berapa. Sehingga SiLPA yang dimasukkan dalam perhitungan RBA adalah SiLPA proyeksi. Untuk SiLPA yang sebenarnya bisa direvisi dalam RBA Perubahan.
Tapi perlu diingat bahwa SiLPA dapat dilakukan pencatatan seperti di atas dengan syarat sudah ada regulasi yang memperbolehkan SiLPA digunakan di awal tahun dengan cara demikian. Sebab jika tidak ada payung hukum, bisa menjadi temuan ketika diaudit.