Dalam perspektif Ethnomethodology, yang dikembangkan oleh Harold Garfinkel, praktik sosial sehari-hari dilihat sebagai suatu cara individu menciptakan dan mempertahankan makna serta tatanan sosial dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi mereka. Ethnomethodology menyoroti cara-cara di mana individu mengorganisasi tindakan mereka secara kolektif dalam kehidupan sosial, seringkali melalui aturan-aturan sosial yang tidak tertulis. Dalam pendekatan ini, interaksi sosial bukan hanya dilihat sebagai hasil dari struktur sosial yang lebih besar, tetapi sebagai proses aktif yang menciptakan struktur itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa contoh praktik sosial sehari-hari yang dapat dianalisis melalui lensa Ethnomethodology.
1. Penyapaan (Salam) Sehari-hari
Salah satu contoh sederhana dari praktik sosial yang dapat dianalisis dalam Ethnomethodology adalah penyapaan atau salam. Ketika seseorang bertemu orang lain di jalan atau di tempat kerja, biasanya mereka menyapa dengan ucapan seperti "Halo", "Selamat pagi", atau "Apa kabar?". Meskipun ini adalah bentuk interaksi yang sangat umum dan sering dianggap sepele, salam memiliki fungsi sosial yang penting. Dalam Ethnomethodology, salam dilihat sebagai cara untuk mengonfirmasi keberadaan dan kesadaran sosial kedua pihak. Salam mengatur tatanan sosial dengan cara yang sangat eksplisit: individu yang saling menyapa menunjukkan bahwa mereka mengakui dan menghormati satu sama lain dalam konteks sosial tertentu.
Menariknya, jika seseorang menyapa dan tidak mendapatkan balasan, hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan atau ketegangan. Dalam beberapa kasus, tidak membalas salam dapat dianggap sebagai pelanggaran norma sosial yang mengatur interaksi sosial sehari-hari. Ethnomethodology akan fokus pada bagaimana pelanggaran norma ini mempengaruhi interaksi sosial dan bagaimana individu dalam situasi tersebut menggunakan strategi untuk mengatasi ketegangan yang muncul, seperti memberi tatapan, menunggu balasan, atau bahkan mengubah topik pembicaraan untuk menormalkan situasi.
2. Bahasa Tubuh dalam Percakapan
Bahasa tubuh adalah bagian penting dari interaksi sosial yang terjadi setiap hari. Ketika seseorang berbicara dengan orang lain, mereka tidak hanya menggunakan kata-kata tetapi juga gestur, ekspresi wajah, dan kontak mata untuk menyampaikan makna. Dalam Ethnomethodology, bahasa tubuh dianggap sebagai bentuk tindakan sosial yang sangat penting. Misalnya, saat seseorang berbicara, mereka cenderung menganggukkan kepala sebagai tanda perhatian atau menyentuh dagu saat berpikir. Ini adalah bentuk pengelolaan interaksi yang memungkinkan individu untuk menunjukkan perhatian dan pengertian tanpa menggunakan kata-kata secara eksplisit.
Dalam hal ini, jika seseorang tidak mengangguk atau tidak mempertahankan kontak mata saat berbicara, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran norma sosial. Reaksi terhadap pelanggaran ini bisa berupa ketegangan atau kebingungan, karena orang lain mungkin merasa tidak dihargai atau tidak diperhatikan. Ethnomethodology akan memeriksa bagaimana individu dalam situasi seperti itu akan merespons, apakah mereka akan melakukan rekonstruksi sosial dengan memodifikasi perilaku mereka atau mencoba menanggapi ketegangan yang muncul.
3. Antrian dan Giliran Berbicara
Praktik lain yang dapat dianalisis melalui Ethnomethodology adalah antrian atau giliran berbicara. Ketika kita berdiri dalam antrian, ada norma tak tertulis yang mengatur bahwa kita harus menunggu giliran kita dengan sabar. Melanggar aturan ini, seperti memotong antrian, sering kali dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan dan dapat menimbulkan reaksi negatif dari orang lain. Ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki cara-cara untuk menjaga tatanan sosial dengan cara yang sangat terstruktur, meskipun aturan tersebut seringkali tidak diekspresikan secara eksplisit.
Ethnomethodology menyoroti pentingnya aturan ini dalam interaksi sehari-hari. Dalam suatu percakapan, misalnya, orang yang berbicara akan mengharapkan lawan bicaranya untuk menunggu giliran. Jika seseorang berbicara terlalu lama atau tidak memberi kesempatan bagi orang lain untuk berbicara, hal ini bisa menyebabkan ketegangan. Oleh karena itu, menunggu giliran untuk berbicara adalah contoh bagaimana individu di dalam suatu kelompok secara kolektif menjaga keteraturan sosial dengan mengikuti aturan tak tertulis yang mengatur interaksi mereka.
4. Small Talk (Percakapan Ringan) di Tempat Kerja