Mohon tunggu...
arthur
arthur Mohon Tunggu... Wiraswasta - .

manusia biasa yang belum masak dan senang menulis..berharap bisa berbagi informasi lewat kacamata sempit, yang tersimpan diruang kecil di bagian otak saya....mencoba meramu masakan hidup dalam aliran kata-kata, dari bahan berupa mata, telinga, hidung, mulut, dan hati....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pikir....

23 Juli 2010   11:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

PIKIR. Kata yang hanya terdiri dari lima huruf, dengan satu huruf vokal. Sepintas, kata tersebut terlihat sangat sederhana. Nyaris tak menarik untuk dibahas atau dibicarakan. Tapi, siapa sangka kata “pikir” begitu melegenda bagi para siswa lulusan Santa Ursula Jakarta. Kata yang sering mereka dengar dari seorang pendidik yang paling “menakutkan”, dari sosok yang bernama Suster Francesco Marianti OSU.

Mungkin ada sebagian dari kita yang tidak mengenal sosok biarawati satu ini. Perannya sebagai pendidik, masih belum kentara gaungnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh pendidik lainnya. Suster yang biasa dijumpai dengan paduan blus putih atau biru muda dengan rok bawah berwarna biru tua, serta kalung salib yang menjuntai dilehernya ini, mengabdikan diri menjadi kepala sekolah SMU Cor Yesu Malang (1965-1972) dan kepala sekolah SMU Santa Ursula Jakarta (1973-1998).

Suster Fransesco Marianti OSU menyelesaikan pendidikan SD pada jaman Jepang, setelah kelas III Holland Indische School (HIS). Beliau melanjutkan studinya di Midlebare Meisjes School Santa Ursula Jakarta. Setelah lulus dari Santa Ursula, beliau melanjutkan pendidikannya di Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung tahun 1953-1958. Gelar Apoteker tak jadi diraih dikarenakan keinginan beliau untuk menjadi biarawati. Tahun 1962, pimpinan biara mengirim suster Fransesco Marianti OSU untukmendalami studi Biologi di The Catholic University of America, Washington D.C. Tahun 1965, beliau meraih gelar MA Biologi.

Kiprahnya sebagai pendidik, diwujudkan melalui bimbingan yang mengarahkan para murid untuk mengasah aspek intelektualitas, keterampilan, kepribadian dan kepekaan sosial. Itu semua bertujuan agar para siswa didik dapat menjadi pribadi yang mandiri, tahu siapa dirinya, tahu tujuan hidup dan bagaimana mencapai hal itu, serta memiliki keimanan untuk menentang arus negatif. Hardikan serta kata-kata tegasnya (yang kadang-kadang “pedas”) menjadi motivator bagi para murid dalam menjalani masa pendidikannya. Akan tetapi dibalik itu semua, biarawati yang dijuluki “suster yang galak” ini sering mengekspresikan kecintaannya kepada para murid melalui perhatian seorang ibu yang mengayomi. Seperti memperhatikan masalah kesehatan dan menjadi petugas piket sekolah untuk mendekatkan diri dengan para murid.

Metode pangajaran yang diterapkannya pun sangat inovatif. Berdasarkan pengalaman dari sabbatical year (yang artinya hari istirahat), beliau menerapkan metode belajar dari lapangan. Perjalanannya ke Mikronesia (sebuah negara kepulauan kecil sebelah Barat Lautan Pasifik), Kyoto (Jepang), Mindanao (Filipina), Kerala (India), Sidney dan Papua Nugini, menghasilkan suatu wawasan baru mengenai pendidikan, kemiskinan, pemberdayaan manusia dan gender. Dari perjalanan ini, beliau merancang program live in (hidup dan tinggal bersama) untuk menanamkan nilai-nilai solidaritas dan keberpihakan pada masyarakat yang tidak berdaya, kepada peserta didik.

Program pelatihan yang ditawarkannya kepada peserta didik, sangat beragam. Pelatihan logika, Reading and Writing, Jurnalistik, Latihan Kepemimpinan, Communication Skill, Penemuan diri dan Gender, mengajarkan berbagai teknik dan skill kepada para peserta didik agar siap menghadapi dunia yang lebih luas dan penuh pilihan.

Perannya dalam kehidupan sosial pun amat menyita. Aktif dalam organisasi yang memperjuangkan hak kaum perempuan, pembicara dalam seminar mengenai gender, turut serta turun kejalan dalam memperjuangkan kaum lemah dan aktivitas lainnya. Beliau juga tak segan turun tangan dalam mendampingi kegiatan para muridnya, seperti ekstrakurikuler drama, paduan suara, dan ekstrakurikuler dalam bidang ilmu pengetahuan.

Suster yang percaya bahwa “setiap individu istimewa” ini, mendorong para murid untuk menjadi pribadi yang mandiri. Individu yang mampu menentukan arah hidupnya, tidak sekedar mengikuti arus. Suster Fransesco Marianti OSU menekankan para murid untuk selalu berpikir, yang merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari rangkaian See-Judge-Act (melihat-menilai-bertindak). Dengan berpikir, seseorang jadi lebih sadar dalam bertindak dan berbicara. Dengan berpikir,para murid diajak untuk mengolah sesuatu apa yang mereka lihat untuk dinilai dan bagaimana cara untuk bertindak. Berpikir adalah suatu proses yang melambangkan kebebasan hakiki seorang manusia yang tak terbatas ruang dan waktu. Seperti yang dilukiskan dalam syair kesukaan beliau, dari Kahlil Gibran :

“…. You may chain my hands

and snackel my feet,

you may even throw me into a dark prison,

but you shall not enslave my thinking

because it’s free…”

dari buku Fikir: Catatan Seorang Pendidik

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun