Cerita ‘keseleo lidah’ dalam memberikan pernyataan pada media oleh sosiolog Prof. Dr. Tamrin Amal Tamagola, berbuntut panjang. Meski telah meminta maaf kepada masyarakat Dayak melalui media pula, Tamrin yang menjadi saksi ahli dalam kasus video asusila mirip artis Ariel Peterpan-Luna Maya, tetap menuai banyak hujatan.
Setelah aksi damai mengecam Tamrin Amal Tamagola yang dilakukan masyarakat adat Dayak di bundaran HI, Sabtu (8/1) lalu, akan ada aksi damai jilid 2 yang berlangsung di tempat yang sama dan istana presiden, Rabu (12/1) besok. Gubernur Kalbar, Cornelis,rencananya akan turut serta dalam aksi tersebut.
Cornelis ‘melepas baju’ sebagai orang nomor satu di Kalbar, dalam aksi damai itu. Di situ ia berbaur bersama masyarakat Dayak lain, dan mengenakan ‘baju’ sesuai jabatannya sebagai ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar. Mungkin, Cornelis diminta untuk ikut serta dalam aksi tersebut karena beliau tidak bisa hadir dalam aksi damai pertama.
Apalagi, muncul lagi hal serupa yang tertuang dalam bentuk lirik lagu Katrok milik V.A.T Slide, yang juga sudah memohon maaf melalui media kaskus. Rencananya, aksi damai akan dilakukan pukul 11.00 hingga 16.00 WIB. Informasi mengenai aksi damai ini sudah tersebar melalui situs jejaring pertemanan fesbuk. Tuntutan apa yang akan disuarakan lagi dalam aksi damai jilid 2, saya tidak tahu pasti. Tidak banyak informasi yang bisa saya peroleh mengenai hal ini. Hanya kabarnya, aksi damai meminta adanya tindakan hukum bagi para pelaku yang merendahkan martabat suku, baik secara hukum negara maupun hukum adat.
Jauh sebelum dua kejadian itu, sekitar setahun lalu, saya sebagai anak suku Dayak pernah mendapatkan perkataan yang menyinggung secara pribadi mengenai suku saya. Orang itu, yang tak perlu saya tuliskan identitasnya, mengatakan suku saya merupakan suku yang berbudaya rendah. Bahkan, hanya dengan sedikit informasi (orang itu baru datang di Kalbar), ia mengatakan suku saya sangat pemalas dan hanya tahu minum-minuman keras saja. Sadar akan ucapannya tersebut sangat menyinggung, orang itu meminta maaf secara langsung.
Bagi saya, permohonan maaf yang disampaikan dengan sungguh-sungguh oleh mereka yang melakukan kesalahan, sudah cukup. Asal, jangan sampai diulangi lagi. Saya bisa memaklumi jika teman-teman yang melakukan aksi damai menuntut adanya hukum. Mungkin efek jera dalam bentuk hukum yang sah bagi pelaku yang merendahkan suku lain,secara sengaja maupun tidak sengaja, perlu adanya. Agar ada ganjaran setimpal, bagi mereka yang melakukannya.
Saya juga yakin, teman yang bersuara dalam aksi damai masih menjunjung tinggi negara kesatuan republik Indonesia dan selalu berpegang pada azaz Bhineka Tunggal Ika, berbeda tetapi tetap satu. Aksi damai tersebut hanyalah untuk mengingatkan, agar janganlah saling merendahkan satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H