Siapa bilang wakil rakyat hanya bisa menghabiskan dana untuk membangun gedung baru dan study banding ke luar negeri?. Ternyata mereka juga masih mau menampung sumbang saran dari masyarakat yang sudah menghantarkan mereka duduk di kursi empuk itu. Dari satu laman televisi swasta yang saya lihat, DPR menerima masukan masyarakat mengenai Kapolri yang baru. Terima kasih wakil rakyat yang terhormat, akhirnya suara kami rakyat kecil ini, mau juga didengar.
Namun, kebingungan saya muncul. Kalau mau memberikan saran, harus ke mana, ya?. Kok ndak jelas gitu?. Jangan-jangan, saya yang terlalu ge-er dan mengajukan diri sebagai masyarakat, setelah membaca artikel tersebut. Padahal, kategori untuk saya bukan masyarakat. Tetapi, rakyat yang berembel-embel jelata. Nah, suara rakyat jelata seperti saya ini, jangan berharap banyak untuk didengar. Saran masyarakat yang dibutuhkan wakil rakyat adalah milik kaum cendikiawan, kaum elite, politikus, dan pengusaha.
Contohnya, DPR akan memanggil direktur utama satu operator yang ada di Indonesia akbiat buruknya pelayanan. Pemanggilan ini berawal dari insiden terputusnya perbincangan teleconference. Tak tanggung-tanggung, yang menjadi korban ketidaknyamanan pelayanan tersebut adalah Presiden SBY saat kunjungan memantau arus balik di posko lebaran Cikopo, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Presiden yang melakukan perbincangan teleconference dengan Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Edward Aritonang, kecewa karena perbincangan terputus tiba-tiba. SBY berang dan memberikan peringatan keras. DPR pun cepat bertindak untuk rapat dengar pendapat. Padahal, sudah lama rakyat jelata merasakan ketidaknyamanan menjadi pelanggan operator itu. Mungkin Anda satu di antaranya yang pernah mengalaminya. Komplain ke kantor operator, sudah. Tapi, tetap tak ada tanggapan. Komplain secara terbuka ke media, iya. Tetap saja tak ada yang gubris. Tak ada tuh rapat dengar pendapat tentang kenyamanan pelayanan dibicarakan. Saking jengkelnya tidak tahu berbuat apa, pelanggan tersebut akhirnya saling share di dunia maya.
Ternyata, suara rakyat jelata itu, tak punya kekuatan apa-apa. Nadanya tak pas, kurang melengking, dan amat sangat tak merdu. Akan membuat sakit telinga bagi pendengarnya. Apalagi, alunan suara rakyat jelata selalu menyayat hati. Penuh dengan penderitaan. Sangat tidak komersil. Beda dong suara rakyat dengan suara kaum elite. Kalau diibaratkan, suara kaum elite itu renyah. Jika didengarkan, akan menghasilkan rupiah karena laku dijual. Dua keuntungan sekaligus yang didapat saat mendengarkan suara kaum elite tersebut, uang dan kuasa. Ah, biarlah. Setidaknya ada wakil rakyat kita yang masih punya sedikit nurani untuk mendengarkan suara rakyat yang diwakilkannya. Saya tak tahu, rakyat yang mana.
Sumber :
http://berita.liputan6.com/politik/201009/296899/DPR.Minta.Saran.Masyarakat.soal.Calon.Kapolri.
http://berita.liputan6.com/politik/201009/296797/Dirut.Telkom.Akan.Dipanggil.DPR. http://archive.kaskus.us/thread/2481264/60.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H