Mohon tunggu...
arthur
arthur Mohon Tunggu... Wiraswasta - .

manusia biasa yang belum masak dan senang menulis..berharap bisa berbagi informasi lewat kacamata sempit, yang tersimpan diruang kecil di bagian otak saya....mencoba meramu masakan hidup dalam aliran kata-kata, dari bahan berupa mata, telinga, hidung, mulut, dan hati....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Brunai-Malaysia, Negara Islam Penuh Toleransi

18 September 2010   10:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:09 1637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_261833" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock.com)"][/caption]

Sebagai backpacker pemula, terselip perasaan was-was saat akan memulai perjalanan menuju Brunai-Kota Kinabalu-Kuching (5-12 September, lalu). Pertama, budget yang saya miliki tidaklah banyak (cuma Rp 2 juta). Kedua, sebagai non muslim yang perokok aktif dan pecinta makanan sejati, saya ogah menyisakan remahan makanan sedikitpun. Artinya, musti pandai mengatur waktu ngudut dan makan saat rekan muslim sedang puasa. Ketiga, perjalanan dilakukan di bulan puasa, lho. Bila di Indonesia penuh dengan aksi anarkis untuk menutup warung makan, tempat hiburan, dan sebagainya. Bagaimana dengan Brunai-Malaysia yang selama ini kita ketahui sebagai negara Islam, ya????....Waduh, ngerinya….

“Tenang wae. Brunai aman, kok, mas,” ujar sopir bis (Pak Jani), yang mengangkut saya dan Sonny (teman backpacker), mulai dari Entikong sampai Brunai. Menurut sopir asal Surabaya yang saya panggil Babe, jangan sembarangan bila mau merokok dan makan. Jika sembarangan, denda sebesar 300 hingga 1.000 Dolar Brunai, akan menanti anda. Hitung sendiri berapa Rupiah yang harus dirogoh untuk membayar denda, jika tidak berhati-hati (kurs ketika backpackeran : 1 Dolar Brunai = Rp 6.700). Namun, jangan khawatir. Babe menginformasikan, di Brunai selalu ada tempat yang tersedia untuk para perokok dan warung yang menjual makanan bagi orang yang tidak berpuasa.

Perjalanan menuju Brunai dari Entikong menggunakan bis, membutuhkan waktu sekitar 17 jam. Beberapa wilayah Malaysia Timur dilewati bis selama perjalanan. Seperti Sriaman, Serikei, hingga Batu Niah. Mengantri di pintu border Entikong sejak pukul 05.00 WIB dan belum sarapan, membuat perut bernyanyi kriuk selama tiga jam lebih perjalanan dalam bis. Tiba-tiba Babe mengarahkan kemudi ke sebuah bangunan penuh kedai makanan di Sriaman, pukul 10.40 waktu Malaysia.

“Ayo makan. Biar saya yang bayar,” ujar Babe, yang sudah kami beritahukan bahwa belum sempat tukar Ringgit dan Dolar Brunai saat di Entikong. Kami memang selalu berkejaran dengan waktu. Mulai mengantri cap untuk paspor di kantor imigrasi Indonesia dan Malaysia, hingga naik bis Babe yang selalu diteriaki “cepat!” oleh para calo. Rencana menukar Rupiah di pintu borderpun, terlewatkan.

Beruntung, saya termasuk tipe orang bukan pemalu (kalau malu ndak bisa makan. Hehehehe). Ajakan Babe tidak kami sia-siakan. Perut keroncongan perlu diisi. Karena perjalanan masih jauh. Kedai makanan yang dipilih adalah Gerai Muslim Zarena Abdullah. Nama kedai amat sangat jelas menunjukkan bahwa pemiliknya seorang muslim. Apakah tidak ada organisasi massa yang meminta kedai makanan tersebut tutup????....

Pemilik kedai bernama Abdullah, mengatakan, sejak awal bulan puasa ia membuka kedainya. Tidak ada larangan dari organisasi maupun perorangan yang memaksa kedainya tutup. Meski kedainya buka, ia dan keluarga tetap menjalankan ibadah puasa. Syukurlah….

Oh iya, Pak Abdullah mempunyai darah Indonesia. Ia mengatakan, ayahnya berasal dari Jawa Barat dan ibu asli Malaysia. Namun, sejak lahir hingga memiliki anak yang sudah beranjak dewasa, ia belum pernah sekalipun meliihat kampung halaman ayahnya. “Bila masa, saya mahu lihat family ayah yang ada di Indonesia,” ujarnya penuh keinginan, saat kami beranjak dari kedainya. Tidak hanya di Sriaman kami menemukan banyak kedai makanan yang buka. Batu Niah sebagai tempat bermalam sebelum masuk ke batas Malaysia-Brunai, ada juga kedai menjual aneka jenis makanan. Bahkan lebih ekstrim lagi. Bangunan luas tersebut menampung kedai makanan yang halal dan tak halal. Tempat untuk kedai menjual makanan halal beserta meja kursi pengunjung berada di dekat pintu masuk hingga tengah ruangan. Berbataskan mainan hiburan anak berbentuk mobil-mobilan hingga toko menjual kepingan CD, puluhan jejeran kursi dan meja disediakan untuk pembeli makanan tak halal. Suatu bentuk toleransi yang disatukan dalam atap bangunan luas di negara Islam itu.

Lha, bagaimana dengan di Brunai????....

Kami masuk di Negara Sultan Bolkiah sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Setelah bersalaman dengan Babe sebagai acara perpisahan, money changer menjadi tujuan pertama kami saat menjejakkan langkah di tanah Brunai. Selanjutnya, makan. Kami belum sarapan saat bis beranjak dari Batu Niah menuju Brunai pada pukul 03.00 waktu setempat. Sulitkah mencari kedai menjual makanan di sana????....ternyata tidak, tuh. Tepat di samping hostel K H Soon Rest House yang berada di Bandar Raya (pusat kota), ada wisma mulia berlantai enam dengan food court penuh kedai di lantai dua.

Setelah disodorkan menu penuh tulisan Thailand yang tidak dimengerti (kami disangka turis asal Thailand oleh penjaga kedai), perempuan berkacamata yang menjaga kedai tersebut tersenyum dan berkata : “Ooo, dari Indonesia, toh,”. Saat saya dan Sonny saling memandang penuh kebingungan usai melihat menu dengan tulisan ajaib, dan serempak berkata “Ora ngerti, je,”. Ternyata, mbak yang menjaga kedai berasal dari Surabaya yang sudah sembilan bulan berkerja di Brunai. Mbak tersebut juga meminta kami untuk menunjukkan KTP, untuk melihat apakah kami muslim atau tidak. Ternyata, kedai tersebut hanya melayani pengunjung non muslim yang datang di siang hari, selama bulan puasa. Salut untuk toleransi yang diberlakukan oleh pemilik kedai tersebut. Ternyata, tidak ada tuh, ribut-ribut buka tutup warung dan sebagainya di Negara yang memberlakukan hukum Islam dalam menjalankan aturan pemerintahannya. Nah, bagaimana dengan negara kita????....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun