Mohon tunggu...
arthur
arthur Mohon Tunggu... Wiraswasta - .

manusia biasa yang belum masak dan senang menulis..berharap bisa berbagi informasi lewat kacamata sempit, yang tersimpan diruang kecil di bagian otak saya....mencoba meramu masakan hidup dalam aliran kata-kata, dari bahan berupa mata, telinga, hidung, mulut, dan hati....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lelong dan Pembinaan Jalan Di Hadapan

29 Januari 2011   17:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:04 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wilayah perbatasan. Entah mengapa, selalu menarik untuk dikunjungi. Selama ini ada dua wilayah perbatasan di Kalimantan Barat yang sudah pernah saya jajal. Yakni, pintu lintas batas di Entikong yang ada di Kabupaten Sanggau, dan gerbang Aruk-Sajingan yang ada di Kabupaten Sambas. Kali ini, saya bersama Fero, saudara sepupu, berencana menjajal perjalanan darat ke wilayah perbatasan Republik Indonesia-Malaysia di Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, menggunakan sepeda motor. Jagoi Babang merupakan daerah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Serikin, Malaysia. Desa ini terletak di Kecamatan Seluas. Jarak tempuh dari Seluas menuju Jagoi Babang sekitar 20 kilometer. Bila kita melanjutkan perjalanan sekitar lima kilometer lagi, akan sampai di Serikin. Berdasarkan informasi yang saya dengar dari teman yang pernah pergi ke sana, banyak orang sekitar Bengkayang-Sambas yang mengangkut hasil kebunnya untuk dijual ke Serikin. Penasaran akan kabar itu dan ingin melihat secara langsung, kami tancap gas usai sepupu saya pulang dari kantor, sekitar pukul 11.00 WIB. Kondisi jalan yang ditempuh bisa dikatakan dalam kondisi bagus. Selama perjalanan, beberapa kali kami singgah di warung kopi sekadar mampir melepas lelah. Mengingat rute perjalanan yang harus kami tempuh adalah Bengkayang-Ledo-Sanggau Ledo-Seluas-Jagoi Babang-Serikin. Semua jarak tempuh menghabiskan waktu sekitar 4 jam. Tiba di Sanggau Ledo, kami mampir di satu tempat yang menjual lelong (baju bekas yang berasal dari Malaysia, Singapura, Cina, dan Korea). Kebetulan, Fero mencari jaket kulit. Meski lelong, jika kita teliti dan sabar dalam memilih, biasanya akan menemukan baju atau celana dengan merk terkenal seperti Levi's atau Nike. Tentunya, dengan harga yang amat sangat miring. Kisaran harga untuk lelong sekitar 10 ribu hingga 30 ribu. Jika kualitas A (masih terlihat baru dan bagus), paling mahal berkisar 50 ribu sampai 100 ribu. Menurut Ibu Sri, penjual lelong, ia sudah membuka usahanya ditempat itu selama 15 tahun. Barang-barang ia beli per karung dari rekan bisnisnya yang ada di Serikin. Berapa rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan baju lelong sebanyak satu karung, Bu Sri enggan memberitahu. Rahasia bisnis, ujarnya. Cuaca tiba-tiba hujan. Kami semakin giat mencari baju. Sepupu saya bilang "Intan biasanya ditemukan di antara kotoran", yang berarti, pasti ada baju yang bagus dari tumpukan baju bekas yang menggunung. Puas mengubek-ubek kotak lelong, sepupu saya akhirnya mendapatkan kaos bertuliskan Reebok seharga 10 ribu. Tak dapat jaket, baju kaos pun jadi. Sedangkan saya, tidak dapat satupun. Mengingat hanya mengantarkan sepupu yang bernafsu mencari jaket kulit. Meski pencarian lelong sudah selesai, hujan masih belum reda. Rintik memang, tapi bisa mandi hujan. Padahal, jarak tempuh masih sekitar 1,5 jam lagi dan waktu sudah pukul 15.00 WIB. Kami berembug, tetap melanjutkan perjalanan dan hanya sampai Seluas saja. Karena, kami harus kembali lagi ke Bengkayang. Aspal yang basah dan pemandangan hijau di sepanjang jalan, membuat kami berdecak kagum akan indahnya Indonesia. Gambar diri diabadikan menggunakan kamera yang sudah disiapkan. Namun, sekitar empat kilometer memasuki pasar Seluas, ada pemandangan yang menarik perhatian kami. Pemandangan berupa tulisan pada papan di pinggir jalan rusak yang diperbaiki. Tulisan berukuran besar yang bisa dibaca setiap pengguna jalan yang lewat. "PEMBINAAN JALAN DI HADAPAN". Berdasarkan pengetahuan saya, tulisan peringatan tersebut menggunakan ejaan Malaysia yang berarti "Ada perbaikan jalan di depan". Benak saya penuh pertanyaan membaca tulisan itu. 1. Wilayah Malaysia masih sekitar sembilan kilometer lagi. Tapi, kok, ada warning bertuliskan ejaan Malaysia di tanah yang masih termasuk dalam kawasan Indonesia? 2. Apakah pemborong yang dapat kontrak tersebut orang Malaysia? Atau pekerja yang memperbaiki jalannya yang diambil dari Malaysia? 3. Jika pertanyaan kedua memang benar, apakah tidak ada pemborong dan pekerja asal Indonesia yang bisa menyelesaikan kerusakan jalan di 'rumahnya' sendiri? 4. Jika pertanyaan kedua dan ketiga benar, berapa duit yang dihabiskan untuk perbaikan jalan itu jika menggunakan Ringgit dalam membeli semen, batu, dan membayar pekerja jalan? Waduh, kalau sudah begitu, alamat bahaya. Bisa-bisa, Malaysia kembali mengklaim daerah Seluas sebagai bagian dari daerahnya. Pekan ini saja, tersiar kabar jika Malaysia mengklaim Pulau Sumatera. Mau jadi apa Indonesia jika 'beranda rumahnya' secara perlahan mulai 'dicengkeram' oleh negara tetangga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun