"Kalau saya gak tahan jadi guru!, anak disini nakal-nakal, bisa meledak kepala saya Pak guru." tambah bu bidan.
"Kok bisa begitu bu bidan?."
"Ah, sudahlah Pak guru, ngomongin masa depan kita aja ini, bagaimana?." goda bu Bidan menahan tertawanya. Dia hanya ingin mengetahui reaksi Pak Rohmat.
"Lha, kok lari kesitu bu bidan?." jawab Pak Rohmat, gugup.
"Hahaha, bercanda aja Pak guru, Pak guru sudah punya pacar belum?, atau sudah punya calon isteri di Kampung?."
"Kalau bu bidan, sudah punya belum?." tanya balik Pak Rohmat.
Belum selesai percakapan mereka, dari arah luar terdengar suara mobil yang mendaki di bukit kecil yang ada rumah kopel Kepala pemukiman transmigrasi.Â
Bu bidan bergegas keluar dari rumah, diikuti oleh Pak Guru Rohmat.
"Pak Rohmat, Saya ingin melihat keluar untuk memastikan ada mobil. Saya ingin memesan taksi untuk pergi ke kota besok."
Ternyata, memang benar, sebuah mobil berhenti di depan kantor pemukiman transmigrasi. Dari dalam mobil, keluar seorang pemuda berambut gondrong yang di kuncir, dan badannya kurus.
"Om Botok!, om botok, datang buk!." teriak bocah kecil, sepulang mandi dari sumur bersama Ibunya. Bocah kecil itu, senang sekali, kedatangan lelaki muda, yang dipanggil Om botok.Â