Perilaku Kanibalisme dan barbar di sekitar (antara) penulis bisa saja terjadi. Saya sendiri pernah mengalami, sebuah Karya ilmiah yang saya tulis di plagiat bulat-bulat sebagai tugas akhir menyusun skripsi.
Semua kata, kalimat di dalam skripsi tersebut sama persis tanpa diubah sedikitpun. Semua bab sama persis, yang beda hanya judulnya. Saya ajukan protes dan akan mengadukan ke kampus yang bersangkutan.Â
Walaupun diawalnya, si mahasiswa tidak mengakuinya. Begitu saya ajak diskusi dan membedah semua isi di skripsi tersebut, akhirnya, ia mengakuinya.
***
Penulis harus jujur
Modal utama seorang penulis adalah jujur. Jujur dalam mengakui hak intelektual orang lain. Kalaupun mengutip, harus mencantumkan sumber tulisan. Di Kompasiana perilaku ini dijunjung tinggi.Â
Memang menulis di Kompasiana dengan menulis buku tidak bisa di samakan. Sebuah gambar, sekalimat tulisan pun harus dicantumkan sumbernya bila kita mengutip. Penghormatan dan penghargaan terhadap hak intelektual orang lain perlu kita jadikan prinsip penulis.
Diakhir tulisan ini saya ingin mempertanyakan "Kita sendiri berada dimana?." Sebagai Kanibalisme atau menjadi barbar?.Â
Setiap penulis di media Blog bersama Kompasiana suatu saat, pasti ada keinginan mengumpulkan tulisannya menjadi sebuah buku. Baik itu berupa Antologi Puisi, kumpulan cerpen, dan lainnya.
Menulis dengan gaya bahasa sendiri lebih baik ketimbang mengambil sebagian atau semua gaya bahasa orang lain dalam menulis. Boleh-boleh saja sebagai perbandingan. Tapi ciri khas dan formula menulis dengan warna sendiri tetap ada. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H