Biarkan,
Takkan kau temukan indahnya untaian kata-kata
mendayu-dayu, penuh hyperbola dan metafora
hingga mencekik jalan pikiranmu, pada puisiku
Aku bukan pujangga pengembara dari negeri Kinanah
bukan pula terlahir di pais de poetas
jangan samakan Aku dengan Kahlil Gibran
Aku hanya penulis puisi jalanan...
Biarkan Puisi itu garing,
tutup telingamu, larilah sejauhnya
jangan sampai barisan kata dari mulutku
melilit hati dan seluruh ragamu...
Carilah pujangga dengan seribu satu kata..
dari mulutnya tercipta kisah seribu satu malam
sampai-sampai kau menjadi majnun
Aku hanyalah penyair miskin kata...
Biarkan, biarkan...
buat apa kau baca puisi ini yang garing
Puisi ini hanya membuatmu terperangkap
dalam nebula tak berujung
Puisi keempat
Samarinda, 23 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Baca juga: Puisi: Gadis Tetangga
Baca juga: Puisi: Guru di Ujung Sungai Mahakam
Baca juga: Guru Darmini di Gang buntu
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!