Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjadi Anak yang Kenyang Di-bully pada Masa Kecil

25 Juli 2022   15:08 Diperbarui: 25 Juli 2022   15:11 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa nilai 5 di dalam buku rapor, lepas dari perhatian orang tuaku dan juga kata Mukli juga sama. Orang tuanya, tidak begitu memperhatikan nilainya, yang penting naik kelas. Karena orang tua Mukli sebagai petani. Sehari-hari, mereka sibuk di sawah menanam padi, dan juga mengurus kebun buah yang dipunya orangtuanya.

Sampai akhirnya, waktu turun kembali ke sekolah, di tahun ajaran baru. Aku dan Mukli, tidak membolos lagi seperti waktu di kelas 2. Saat duduk di kelas 3, guru yang mengajar juga sudah beda, yaitu Ibu guru. 

Aku dan Mukli, memilih kelas 3B, yang tidak ada Umar, urin cs. Supaya, kami tidak mendapatkan bullyan dan perundungan dari mereka di dalam kelas. Dan Rapor yang kami berikan kepada Ibu Guru pun sudah diterima, dan tidak ada pertanyaan tentang kenaikan kelas kami.

Kami bisa lega dan senang, bisa naik kekelas 3B. Tapi itu hanya berlangsung dua minggu. Ibu guru, mulai curiga, setiap giliran kami di suruh membaca, tidak terdengar suaranya. Terkadang ibu guru membentak, agar dinyaringkan suaranya.

Pada akhirnya, kami berdua menjadi langganan berdiri di depan kelas, setiap pelajaran Bahasa Indonesia. Ibu guru mulai curiga, mengapa kami bisa naik kekelas 3, tetapi tidak bisa membaca.

Buku Rapor kami, dibuka dan dibawa ke wali kelas 2, ke Pak guru yang waktu kami menjadi muridnya. Terjadi keributan, pak Guru dan Kepala Sekolah sampai kekelas kami.

Kami berdua ditanya, mengapa kami bisa naik kelas, dan siapa yang mengganti coretan naik, yang menandakan kami berdua tidak naik kelas. Kami berdua menjawab, dan menjelaskannya. Semua guru yang hadir di ruang kelas 3, pada geleng kepala. 

Anak usia Kelas 2 SD, terpikir mengganti coretan rapor. Aku dan Mukli dikembalikan ke kelas 2 SD. Hanya beda kelas, kami diajar oleh Ibu guru. Berkat beliau, akhirnya aku bisa membaca, dan Mukli juga begitu. Dengan sabar ibu guru mengajarkan kami membaca.

Akupun dijadikan Ketua Kelas, oleh bu guru. Dan ketika, aku sekarang bisa jadi guru, teman yang dulu suka membully, dan juga guru waktu sekolah yang masih hidup, juga terheran, mengapa aku bisa jadi guru, begitulah perjalanan hidup manusia, tiada yang tahu (*)

Ilustrasi perundungan anak | sumber poto : roemahaura.com
Ilustrasi perundungan anak | sumber poto : roemahaura.com

Cerita ini hanya bagian dari pengalaman waktu Sekolah dasar, bukan untuk ditiru dan diikuti. Ambil baiknya, dan buang yang tidak baiknya di dalam cerita ini.| Salam Kompasianer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun