Bahkan yang kudengar, dari bapak, mereka mendapat pendidikan yang lebih keras lagi. Kesekolah hanya menggunakan papan lai. Papan lai yaitu sebuah papan kayu, yang dicat hitam yang digunakan layaknya buku tulis.Â
materi pelajaran, dan tugas yang dikerjakan di tulis papan lai. Tugas yang dikerjakan, ditulis di papan lai, yang bisa dihapus. Dan terkadang juga harus dihapalkan.Â
Bapakku, bersekolah di Sekolah Rakyat (SR), yang sistem pendidikannya bercorak Kolonialisme--belanda.Hukumannya lebih keras lagi, istilahnya di strap. Strap yaitu berdiri di depan kelas, di pinggir papan tulis, dengan mengangkat sebuah kursi kayu, dan diangkat dengan satu kaki.
Terkadang katanya, juga bisa mengangkat meja kayu. Yang diangkat oleh 2 orang yang sama-sama mendapatkan hukuman.Â
Dan seiring waktu, Sekolah Rakyat (SR) tersebut, berubah nama menjadi SD negeri. Namun gurunya masih sama, guru yang dulu mengajarkan orang tua kami. Sekarang mengajar kami, di sekolah SD negeri tersebut.
Yang sekolah di SD tersebut turun-temurun, dan diajarkan oleh guru yang sama. Jadi bila dihukum disekolah, mengadu di rumah, akan percuma. Karena bakal ditambah lagi hukumannya, dengan mendapatkan pukulan rotan dibelah lima ujungnya.
Karena pak guru, biasa ngomong, "Siapa yang berani menyampaikan dengan orang tuanya, kalau di sekolah bapak hukum, karena tidak mengerjakan tugas!," Tanya pak guru dengan suara menggelegar. Dan membuat semua siswa, hening, tidak ada yang berani menjawab.
" Bapakmu, ibumu, dulu juga Pak Guru yang ngajarin di Sekolah," tambah Pak Guru.
Mendengar penjelasan Pak guru tersebut, tentu seisi kelas, sudah paham. Bapak  dan ibu saja, dulu kena hukuman, mana berani membela kita, kalau mendapatkan hukuman di kelas. Bahkan katanya, bapak saat bercerita, hukuman yang mereka dapatkan lebih keras lagi.
Akhirnya, saat pembagian rapor, saya dinyatakan tidak naik kelas, Mukli, dan beberapa teman lain juga tidak naik kelas. Ada perasaan sedih, ada juga rasa senang, karena kalau tidak naik kelas, saya tidak bertemu lagi dengan umar, urin, cs.Â