Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjadi Anak yang Kenyang Di-bully pada Masa Kecil

25 Juli 2022   15:08 Diperbarui: 25 Juli 2022   15:11 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat tulis zaman ortu | idntimes.com

Saat, bertemu umar, urin, khairul, dan gengnya, dijalan setapak menuju kesekolah. Saya pun diberikan olok-olokkan gelar "Pak Les," istilah bullying yang diberikan mereka.

Pak les, adalah rambut yang disisir ke samping, seperti rambutnya Pak SBY. Waktu kecil, memang Ibu, suka menyisir rambutku seperti model rambut yang sisiran kesamping, dan kemudian pinggir rambut diberikan les, supaya rapi.

Aku, sebagai Riduan kecil, yang waktu itu masih duduk di bangku Kelas 2 SD, juga menjadi bingung, mengapa jadi sasaran perundungan dan kekerasan secara verbal maupun pisik.

Diperolok-olok dengan gelaran " Pak les, dan terkadang diajak berkelahi, duel satu lawan satu. Namun kalau, yang diajak duel berkelahi, merasa terdesak. Yang terjadi adalah perkelahian keroyokan, yang tidak seimbang.

Bisa satu lawan tiga, atau satu lawan dua. Begitulah perkelahian yang terjadi. Dan bila aku terdesak, daripada babak belur dikeroyok, jurus langkah seribu, jalan terakhir.

Tahun 1982, jalan dikampungku, masih berupa jalan setapak--jalan tikus, yang kiri kanannya, ditumbuhi pohon sengon, dan juga rumput ilalang yang tinggi.

Istilah teman-teman dulu, anak yang dimusuhi dan dibully, dijaga. Dijaga, artinya di cegat ditengah jalan, kemudian di bully rame-rame, setelah itu dikeroyok, dipukuli beramai-ramai.

Karena di jaga, maka saya jarang sampai ke sekolahan, jalan setapak menuju ke sekolahan hanya satu. Bila saya melihat mereka, maka saya bersembunyi di dalam hutan. Atau di atas bukit, yang ada lapangan bola di atasnya. Dan lapangan bola tersebut sekarang menjadi sebuah masjid yang besar dikampungku. 

Dan hutan, tempatku biasa bersembunyi, sekarang menjadi perumahan Korpri, yang peresmiannya langsung oleh presiden Soeharto yang datang ke Samarinda.

Membolos di hutan

Karena seringnya di jaga di jalan, saya memilih bersembunyi di dalam hutan. Dan ikut pulang kerumah, setelah waktu sekolah selesai. Anak jaman dulu, memang terbiasa yang namanya mendapat hukuman bila tidak mengerjakan PR, ataupun tugas hapalan dari guru Agama. 

Kalau dihukum pak Guru di sekolah, tidak ada yang berani mengadukan keorang tua dirumah. Karena bukannya di bela, tapi malah mendapatkan bonus, dari bapak, dengan pukulan rotan yang ujungnya dibelah lima. Mending diam, dan tutup mulut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun