Di era globalisasi yang kian berkembang, berbagai masalah kesehatan tidak ketinggalan meningkat pesat di bumi tercinta ini. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa makin banyak bayi dan balita yang tidak diimunisasi maka akan terjadi wabah, sakit berat, cacat bahkan mengakibatkan kematian. Di Indonesia terjadi wabah penyakit polio pada tahun 2005-2006 sehingga menyebabkan 385 anak lumpuh permanen, wabah campak tahun 2009-2010 menyebabkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit, dan 16 orang meninggal, wabah difteri tahun 2010-2011 menyebabkan 816 anak di rawat di rumah sakit, dan 56 orang meninggal dunia.1Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2012 yang rilis oleh Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), setiap hari 175 orang Indonesia meninggal dunia akibat penyakit TB berarti dalam setahun 64.000 orang Indonesia meninggal dunia akibat penyakit TB.2 Unicef menyatakan ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi seperti tuberkulosis, campak, pertusis, difteri dan tetanus.3
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk menanggulangi masalah kesehatan yang terjadi karena dalam waktu 4–6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga anak tidak mudah tertular infeksi, tidak menderita sakit berat, serta tidak terjadi wabah dan kematian. Program imunisasi nasional pada anak sangat efektif untuk mencegah penyakit dan kematianseperti tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, hepatitis B, hepatitis A, meningitis, influenza, kolera, rabies, japanese encephalitis, tifus abdominalis, rubbella, varicella, pneumoni pneumokokus, yellow fever, shigellosis, dan parotitis epidemica.
Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran paradigma sehat bahwa upaya promotif dan preventif merupakan hal terpenting dalam peningkatan status kesehatan.Salah satu upaya preventif yang bisa dilakukan adalah meningkatkan cakupan dan kelengkapan imunisasi. Di Indonesia pada tahun 2010, cakupan imunisasi BCG yaitu 77,9%, campak: 74,4%, polio: 66,7%, dan DPT-HB yaitu 61,9%, sedangkan di Nusa Tenggara Timur cakupan imunisasi BCG: 75,2%, polio: 45,3%, DPT-HB: 41,9% dan campak:76,1%.4 Sementara itu Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menyatatakan bahwa presentase cakupan imunisasi dasar lengkap di NTT sebesar 54,4%. Presentase ini menunjukkan bahwa cakupan campak di tingkat nasional belum mencapai target 60,2% pada tahun 2012 sesuai dengan target MDGs.5
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya promotif dan preventif belum berjalan secara maksimal. Pelayanan kesehatan di Indonesia masih menitikberatkan pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif. Hal ini terbukti dengan minimnya alokasi anggaran untuk upaya promotif dan preventif sehingga banyak program yang tidak dapat dijalankan secara baik. Selain itu, kegiatan preventif yang dijalankan boleh dikatakan bersifat monoton berlandaskan teori secara umum namun tidak pada substansi pencegahan yang tepat sasaran. Ini terjadi karena pelaksanaannya bukan berlandaskan analisis penelitian yang dilakukan di daerah setempat, sehingga bisa terjadi variabel yang membutuhkan intervensi urgent dalam upaya pencegahan tidak dilaksanakan, sebaliknya variabel yang tidak dibutuhkan dalam upaya pencegahan sesuai dengan karakteristik wilayah setempat malah dilaksanakan. Berdasarkan ringkasan eksekutif data dan informasi kesehatan NTT, terlihat bahwa pada tahun 2012 tidak adanya perhatian pemerintah pusat terhadap alokasi anggaran penelitian dan pengembangan kesehatan.5 Padahal penelitian kesehatan sangat bermanfaat untuk memberikan rekomendasi bagi pembangku kepentingan untuk mengambil kebijakan secara ilmiah. Setiap daerah memiliki karakteristik masing-masing sehingga tidak bisa digeneralisasikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di tempat lain. Sementara itu, rendahnya kesadaran dan pemahaman dari masyarakat, lingkungan sosial yang kurang mendukung, latarbelakang ekonomi yang lemah, pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat yang belum optimal, advokasi dan regulasi yang tidak berjalan secara baik menjadi jawaban atas permasalahan kesehatan yang terjadi di masyarakat.
Setiap masalah kesehatan secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor yang biasa disebut dengan segitiga epidemiologi yakni adanya bibit penyakit atau agent, adanya lingkungan yang memungkinkan berkembangnya bibit penyakit (environment), dan adanya perilaku manusia yang tidak peduli terhadap bibit penyakit dan lingkungannya (Host). Oleh sebab itu sehat dan sakitnya seseorang sangat ditentukan oleh perilaku hidup manusia itu sendiri karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan upaya promotif dan preventif. Untuk menuntaskan masalah kesehatan yang terjadi khususnya kematian pada anak akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, cakupan dan kelengkapan imunisasi dasar yang belum mencapai target maka solusi yang harus ditempuh ialah melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk mencegah dan meningkatkan status kesehatan dan menata lingkungan sehat secara mandiri dengan anggaran yang kecil serta mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Dalam upaya promotif dan preventif masyarakat tidak berperan sebagai objek atau sasaran program melainkan masyarakat harus dijadikan sebagai subyek yang melaksanakan upaya peningkatan kesehatan secara mandiri berawal dari pribadi, keluarga dan masyarakat secara luas.
Selain itu ada beberapa alternatif solusi yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan anak Indonesiamelalui imunisasi antara lain: mengaktifkan program surveilans secara baik, mengutamakan promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan rehabilitatif dan kuratif, menggerakkan lintas sektor, membina suasana yang kondusif, advokasi, pengorganisasian masyarakat, pengembangan sumber daya manusia, alokasi dana yang cukup, serta melakukan evaluasi secara ilmiah dengan melakukan penelitian.
Surveilans merupakan suatu kegiatan pemantauan secara terus menerus dan sistematis dalam pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dapat mengetahui status kesehatan masyarakat di suatu wilayah tertentu secara dini sehingga mengurangi dampak buruk bagi kesehatan. Pelaksanaan surveilans yang baik akan mampu mengendalikan berbagai penyakit dan masalah kesehatan lainnya yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya diawali dengan perencanaan sehingga data surveilans sangat penting untuk dapat menghasilkan rumusan perencanaan yang tepat sasaran. Perencanaan yang baik semestinya berdasarkan data yang valid bukan berdasarkan perkiraan semata. Data jumlah ibu yang hamil dan jumlah anak yang akan diimunisasi harus dimiliki oleh pengambil kebijakan sehingga pada saat perencanaan dan pelaksanaan di lapangan dapat berjalan secara baik dengan hasil yang maksimal. Ada pepatah kuno yang berbunyi “mencegah lebih baik daripada mengobati”, semoga pepatah ini selalu mendorong semua kompenen masyarakat untuk mengupayakan promotif dan preventif menjadi prioritas dalam kehidupan sehari-hari. Betapa disayangkan jika seorang anak mengalami lumpuh total akibat polio yang sebenarnya tidak akan terjadi jika diberikan imunisasi. Imunisasi berperan penting dalam mencegah berbagai penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Kegiatan pencegahan dapat berjalan secara optimal jika adanya kemitraan dan tujuan yang sama dari semua sektor yang ada di masyarakat. Membina suasana yang baik akan mempermudah semua orang untuk berkomunikasi dan saling memberikan informasi kesehatan yang bermanfaat untuk peningkatan kualitas hidup. Keberadaan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah memberikan nilai plus dalam keberhasilan suatu program. Oleh karena itu perlu adanya advokasi sehingga memperkuat dukungan dalam suatu program. Adanya regulasi dari pemerintah maupun tokoh adat yang mengikat agar mempengaruhi masyarakat melakukan upaya preventif. Misalnya ada peraturan dari Kepala Desa atau Kepala Suku bahwa semua ibu harus bersalin di fasilitas kesehatan sehingga prosedur pemberian imunisasi dapat dijalankan secara baik, jika tidak melakukan persalinan di fasilitas kesehatan maka akan dikenakan denda. Sementara itu perlu adanya pengorganisasi masyarakat sehingga program dan dampaknya bisa dirasakan oleh semua masyarakat sehingga bukan hanya individu yang merasakan tetapi semua masyarakat secara umum. Disamping itu dengan adanya pengorganisasian masyarakat semua anggota bisa saling mempengaruhi satu sama lain tentang pola hidup bersih dan sehat termasuk pentingnya imunisasi menyelamatkan anak Indonesia. Sebelum dan setelah menjalankan program sudah seharusnya melakukan evaluasi sehingga bisa mendapatkan gambaran bagaimana program itu dijalankan dan dampak yang diakibatkan dari program yang telah dilakukan.Untuk menjalankan semua kegiatan yang telah direncanakan maka perlu adanya dukungan dana baik itu dari pemerintah, LSM maupun swadaya masyarakat. Akhirnya semoga masyarakat Indonesia menyadari betapa pentingnya imunisasi bagi kehidupan anak. Mari kita cegah penularan penyakit, wabah, sakit berat, cacat dan kematian anak dengan imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan , untuk membangun generasi muda Indonesia yang sehat dan sejahtera.
Referensi:
1.Soedjatmiko. 2012. Pentingnya Imunisasi Untuk Mencegah Wabah, Sakit Berat, Cacat serta Kematian Bayi dan Balita. Buletin: Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI.
2.PPTI. 2012. Jurnal Tuberkulosis Indonesia.Vol.8 maret 2012. Jakarta
3.Juniatiningsih, dkk. 2007. Profil Status Imunisasi Dasar Balita di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal: Sari Pediatri
4.Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar2010. Jakarta
5.Kemenkes RI. 2013. Data dan Informasi Kesehatan Nusa Tenggara Timur. Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H