Mohon tunggu...
Efendi Rahmat
Efendi Rahmat Mohon Tunggu... -

Penggemar citizen journalism yang menjadi anggota kompasiana sejak 2009..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasib PKS Akan Seperti yang Diramalkan Setahun yang Lalu

8 Maret 2011   03:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:58 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 5 Maret 2010 saya meramalkan kejadian yang akan menimpa PKS seperti yang sekarang ini akan terjadi dalam artikel yang saya tulis di Kompasiana yang saya salinkan berikut ini:

PKS Pusing Berat

PKS yang dimotori oleh politikus-politikus mudanya di Arena DPR Senayan sedang dimabuk oleh kemenangan politis tanpa menyadari bahwa mereka sesungguhnya telah mendorong partai ini ke bibir jurang kehancuran. Kehancuran itu berupa ditinggalkannya partai ini oleh para konstituennya setelah beberapa hal yang diuraikan dibawah ini akan terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi.

Dalam proses penyelidikan kasus Century, partai ini telah begitu melukai rekan koalisinya dengan begitu dalam seperti apa yang diucapkan oleh para pemuka Partai Demokrat bahwa mereka sedang terluka dan memerlukan waktu untuk menyembuhkan diri – healing process. Apakah arti semua ini? Ini berarti bahwa sangatlah sulit bagi Partai Demokrat untuk memaafkan PKS. Apabila maaf itu tidak bisa diperoleh, maka PKS akan dikeluarkan dari koalisi. Apabila PKS dikeluarkan dari koalisi maka tempatnya adalah bersama dengan PDIP sebagai partai oposisi. PKS akan bergandeng tangan dengan PDIP. Mungkin pengurus partai dan sebagian kadernya akan menerima hal ini sebagai resiko perjuangan akan tetapi apakah konstituennya dapat menerima hal ini?

Marilah kita lihat siapa konstituen dari PKS. Konstituen dari partai ini adalah penduduk Indonesia yang beragama Islam yang sebagian besar terpelajar dan jumlah mereka ratusan kali atau bahkan ribuan kali lebih banyak dari jumlah pengurus partai atau kader PKS seperti yang ditunjukkan oleh hasil perolehan suara PKS dalam Pemilu 2009 yang lalu. Mereka ini adalah kelompok hijau atau kelompok santri menurut pengelompokkan yang dibuat oleh Antropolog dunia Geerts sedangkan PDIP merupakan representasi dari kelompok yang lain yang diidentifikasi oleh Geerts sebagai kelompok abangan. Selama berpuluh tahun usia kemerdekaan negeri ini kedua kelompok ini merupakan kelompok yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan di negeri ini sejak jaman PNI dan Masyumi. Mereka adalah kelompok-kelompok yang tidak pernah dapat disatukan. Yang dapat diupayakan adalah membentuk partai mediocre yang bisa mengakomodir anggota-anggota kedua kelompok ini seperti Golkar pada masa Orde Baru dan Partai Demokrat pada masa sekarang setelah pamor Golkar menurun.

Kita bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh para konstituen ini apabila partai yang dipilihnya bergandeng tangan dengan partai yang secara tradisional menjadi pesaing mereka. Tentu saja mereka tidak akan senang dan akan lari kepada partai lain yang lebih bisa menyalurkan aspirasi mereka. Mereka ini tidak akan bertahan di satu wadah partai tetapi mereka akan memilih partai yang lebih menarik dan dapat menyalurkan aspirasi mereka. Kasus yang menimpa PBB patut dijadikan pelajaran. Betapapun militan dan gigih para kader partai ini memperjuangkan partainya tetapi para pemilihnya meninggalkannya karena menganggap partai ini tidak menarik lagi dan tidak dapat dipakai untuk menyalurkan aspirasi mereka sehingga partai ini harus lenyap dari percaturan politik di Senayan karena tidak mampu menembus parliamentary threshold. Kemana perginya konstituen PBB? Sebagian besar mereka yang beragama Islam dan cukup terpelajar untuk menganalisis situasi politik lari ke PKS karena mereka anggap PKS lebih bisa menyalurkan aspirasi mereka.

Kalau kemudian PKS bergandengan dengan PDIP rival tradisional mereka maka langkah yang diambil oleh para konstituen ini sudah dapat dibayangkan. Jadi kerugian yang terbesar dari PKS apabila dikeluarkan dari Koalisi bukanlah hilangnya jabatan menteri dari beberapa senior PKS yang kasihan telah dicemburui dan tidak lagi dihormati atau dianggap oleh rekan-rekan mereka yang lebih muda, akan tetapi bencana terbesar adalah ditinggalkannya PKS oleh konstituennya. PKS harus mawas diri bahwa mereka tidak bisa mengandalkan diri pada kader-kadernya saja. Berapa sih jumlah mereka? Apakah dengan suara mereka saja sudah bisa terlampaui parlementary threshold?

Apabila menyadari posisinya, PKS saat ini pasti akan pusing berat dan PD akan segera dapat mengenyampingkan luka-lukanya dan mengambil sikap.

Sayangnya peringatan yang tulus dari seorang simpatisan ini tidak mendapatkan perhatian dari para politikus PKS dan mereka tetap membara dengan ambisi keliru atau melenceng mereka sehingga mereka sampai pada tubir jurang yang membuat mereka harus membuat pilihan diantara pilihan-pilihan jelek (evil choice) yang harus mereka lakukan.

Ini adalah resiko politik yang harus mereka ambil karena menggantungkan nasib partai kepada politikus-politikus yang tidak matang dan mempunyai komitmen ganda. Kepada politisi PKS selamat merenung kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun