Kulit Ari Beras Bergizi Tinggi
Menurut pemaparan dari Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. seorang guru besar Ilmu Pangan Universitas Sriwijaya dalam artikelnya, beliau menjelaskan bahwa Beras merupkan makanan sangat ideal, lengkap zat gizinya, dan sangat bagus karbohidratnya. Dengan memakan beras berkualitas sebanyak satu porsi (piring), kecukupan energy sudah dapat terpenuhi, dan zat gizi penting dapat diperoleh. Zat gizi beras terutama adalah karbohidrat, terdapat dalam endosperm. Zat gizi lainnya, meliputi protein, lipida, mineral, dan vitamin terdapat dalam lapisan kulit ari dan lembaga (Gambar 1). Vitamin yang paling penting dalam setiap bahan pangan sumber energy adalah tiamin atau vitamin B1. Secara morfologi, padi terdiri dari beberapa bagian, yang paling penting hubungannya dengan kualitas beras adalah aleuron (kulit ari), lembaga, dan endosperm. Beras yang baik adalah yang masih memiliki lapisan kulit arid an aleuron, yang berarti masih memiliki zat gizi lengkap. Beras yang masih memiliki lapisan kulit ari dan lembaga, adalah beras pecah kulit. Beras pecah kulit bisa diperoleh dengan proses penumbukan atau proses penggilingan yang diatur sedemikian rupa (penggilingan dengan derajad giling dan derajad sosoh rendah), agar bagian kulit ari dan bagian lembaga tidak terbuang. Dengan demikian, zat gizi masih cukup tersedia dalam beras.
Kenyataannya, jarang dijumpai beras pecah kulit atau beras giling dengan penggilingan medium atau ringan. (Kecuali di Pabrik-Beras.com) Yang lebih memprihatinkan adalah, produsen, konsumen, bahkan pemerintah lebih memilih dan menyarankan beras giling ketimbang beras pecah kulit. Beras giling, telah kehilangan zat gizi (Tabel 1). Yang lebih memprihatinkan, pemerintah merekomendasikan beras giling dengan derajad sosoh 90 persen (Tommy, 2010). Beras yang demikian boleh dikatakan sebagai “beras telanjang” alias beras “tanpa gizi”, kecuali karbohidrat.
Keadaan akan diperparah, masyarakat tidak memiliki pengetahuan mengolah beras dengan baik. Mulai dari pencucian beras di tingkat rumah tangga, terjadi kesalahan sangat mendasar. Masyarakat mencucui beras biasanya dikosek sampai bagian lapisan kulit ari bersih. Tidak disadari, beras yang tinggal sedikit zat gizinya, mengalami “pembersihan” yang membabi-buta, sampai zat gizinya hilang sama sekali. Yang harus dipikirkan, bagaimana jika bangsa ini yang notabene makanan pokoknya beras, mengkonsumsi beras “tanpa gizi”.
Sangat dramatis, vitamin B1 dalam beras giling hilang sampai 80 %. Dengan kehilangan sebesar itu, beras yang merupakan sumber vitamin B1 (dalam ilmu pangan, sumber vitamin B1 hanya ada tiga, serealia alias padi-padian termasuk padi atau beras, sorgum, gandum, cantel, oat, wheat, dan jagung, kamir atau ragi, dan daging babi). hilang statusnya. Pencucian Beras bisa menghilangkan vitamin B1 yang masih tersisa dari penggilingan dan penyosohan. Bisa dibayangkan, beras yang dikonsumsi hamper sebagian besar bangsa ini kekurangan vitamin B1.
Dalam metabolism karbohidrat, tanpa adanya vitamin B1 sebagai koenzim tiamin pirofosfat (TPP), pembentukan energy tidak sempurna. Meskipun mengkonsumsi sumber karbohidrat cukup, secara kuantitas makan beras membuat tubuh kenyang, tetapi alat pembongkarnya hingga menghasilkan energy tidak mencukupi. Akibatnya, energy tubuh dalam bentuk ATP (adenosine tri fosfat) menjadi kurang, tubuh menjadi loyo, malas berfikir, bawaan ngantyuk, syaraf tidak bekerja dengan baik. Melihat keadaan ini, hampir kebanyakan bangsa Indonesia yang hidup dalam kondisi miskin mengalami kekurangan vitamin B1.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H