Duduk perkara
Mall WTC Jambi dan Hotel Wiltop mulai dibangun pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2007. Lokasinya terletak di sepanjang sungai Batanghari, sebuah daerah yang seharusnya dijaga sebagai zona terlarang untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Keberadaan bangunan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta Peraturan Menteri PUPR RI Nomor 28/PRT/M/2015 Pasal 22 ayat 2 yang melarang pendirian bangunan di daerah sepanjang sungai.
Bangunan tersebut juga menyebabkan pencemaran lingkungan, karena limbah cair dari mall dan hotel tersebut langsung dibuang ke sungai Batanghari melalui pipa. Tindakan ini berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem dan kesehatan masyarakat yang bergantung pada sungai tersebut.
Pada tahun 2015 dan 2019, tim audit dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menemukan ketidaksesuaian fungsi dan peruntukan antara peta rencana pola ruang dalam Perda No. 9 Tahun 2013 tentang RTRW Kota Jambi dengan kondisi lapangan. Selain itu, tim audit menemukan lima indikasi masalah pemanfaatan ruang lainnya di Kota Jambi, termasuk Pasar Angso Duo, permukiman di anak sungai Batanghari, dan Danau Sipin.
 Pada tahun 2020, pemerintah Kota Jambi berkomitmen untuk mematuhi peraturan terkait penertiban pemanfaatan ruang, seperti yang disepakati pada 26 November 2020 melalui kesepakatan antara pemerintah Kota Jambi dan Kementrian ATR/BPN. Namun, penentuan sikap terkait keberadaan Mall WTC Jambi belum dapat diambil secara langsung karena memerlukan koordinasi dengan instansi terkait dan Pemerintah Provinsi Jambi.
Hingga tahun 2021, pemerintah Kota Jambi belum menunjukkan tindakan konkret dalam menyelesaikan pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh Mall WTC Jambi. Pemilik mall juga tetap bungkam tanpa memberikan tanggapan terhadap isu ini.
Pada tahun 2022, permasalahan pelanggaran tata ruang oleh Mall WTC Jambi masih berlanjut tanpa penyelesaian. Masyarakat yang peduli terhadap lingkungan dan hak-hak mereka berharap pemerintah segera bertindak untuk menegakkan aturan dan melindungi sungai Batanghari dari kerusakan.
Tahun 2023 belum menunjukkan perkembangan signifikan dalam penyelesaian masalah pelanggaran tata ruang oleh Mall WTC Jambi. Masyarakat masih menantikan keputusan pemerintah mengenai status lahan dan kawasan sepanjang sungai yang diduduki oleh mall dan hotel tersebut. Tantangan dan ancaman dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan Mall WTC Jambi juga masih dihadapi oleh masyarakat.
Dasar hukum
Terkait dengan duduk perkara yang telah saya terangkan, saya akan mencoba menjabarkan beberapa peraturan yang telah di langgar oleh Mall wtc kota jambi yaitu:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang memberikan ketentuan teknis, administratif, dan hukum terkait pembangunan, penggunaan, dan pemeliharaan bangunan gedung.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur kewajiban pemilik bangunan gedung untuk memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat laik fungsi (SLF), serta melarang pendirian bangunan di zona sempadan sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Kawasan Sempadan Sungai, yang menetapkan ketentuan terkait fungsi, luas, dan pengelolaan kawasan sempadan sungai, beserta sanksi administratif dan pidana bagi pelanggar.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur tanggung jawab setiap individu dalam menjaga kualitas lingkungan hidup, disertai dengan sanksi administratif, pidana, dan perdata bagi pelanggar.
Top of Form
Pendapat hukum
Mall WTC Jambi dan hotel Wiltop, sebagai subjek konflik tata ruang ini, dapat dianalisis dari dua perspektif, yakni aspek perizinan dan aspek lingkungan hidup.
Dalam aspek perizinan, terkait dengan kewajiban pemilik bangunan gedung untuk memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat laik fungsi (SLF) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Persyaratan administratif dan teknis, seperti IMB dan SLF, harus dipenuhi untuk menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan estetika bangunan. Kendati IMB dan SLF telah diperoleh secara lengkap dan sah, namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah pemerintah daerah, karena kedua bangunan tersebut berdiri di zona sempadan sungai Batanghari, yang seharusnya dijaga sebagai kawasan lindung yang terlarang untuk aktivitas perdagangan dan jasa. Ini menunjukkan ketidaksesuaian antara perencanaan dan pemanfaatan ruang, yang berpotensi memicu konflik ruang dan konflik sosial.
Dari sisi aspek lingkungan hidup, kaitannya dengan tanggung jawab setiap individu dalam menjaga kualitas lingkungan hidup dan mencegah tindakan yang dapat mencemari atau merusak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lingkungan hidup mencakup berbagai elemen, termasuk kawasan sempadan sungai yang berfungsi sebagai elemen penyangga, pengendali, dan penjaga keseimbangan ekosistem sungai. Mall WTC Jambi dan hotel Wiltop telah melakukan tindakan yang merugikan lingkungan hidup, yakni dengan membuang limbah cair secara langsung ke sungai Batanghari melalui saluran pipa. Dampaknya termasuk penurunan kualitas air sungai, gangguan pada keseimbangan ekosistem sungai, dan potensi bahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup lain yang bergantung pada sungai. Tindakan ini melanggar kewajiban menjaga kualitas lingkungan hidup dan menghindari tindakan yang dapat menyebabkan pencemaran atau kerusakan.
Secara keseluruhan, melalui aspek perizinan dan aspek lingkungan hidup, mall WTC Jambi dan hotel Wiltop terbukti melanggar beberapa undang-undang dan peraturan terkait tata ruang dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, dapat diterapkan sanksi administratif, pidana, dan perdata sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sanksi administratif melibatkan pencabutan IMB, SLF, atau izin usaha, pembatalan perjanjian kerjasama, pembongkaran bangunan, atau penutupan usaha. Sanksi pidana mencakup hukuman penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda hingga Rp 3 miliar bagi pelanggar yang mendirikan bangunan tanpa IMB atau di zona sempadan sungai, serta hukuman penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda hingga Rp 3 miliar bagi pelanggar yang mencemari lingkungan hidup. Sanksi perdata dapat berupa ganti rugi, rehabilitasi, atau restitusi lingkungan hidup bagi pihak yang bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan lingkungan hidup.
Kesimpulan
Mall WTC Jambi dan hotel Wiltop merupakan struktur bangunan yang berada di sepanjang sungai Batanghari, suatu daerah yang seharusnya dijaga sebagai zona pelindung yang tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Kedua bangunan tersebut juga terbukti mencemari lingkungan hidup dengan membuang limbah cairnya langsung ke sungai Batanghari, yang menyebabkan dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan. Namun belum ada tindakan tegas dari pemerintah terkait permasalahan ini yang telah ber ekor sejak tahun 2015 hingga sekarang , Menurut saya pribadi pemerintah terlihat kurang tegas dan kurang bijak dalam menangani masalah yang serius seperti ini, terlihat dengan masalah ini hanya di diamkan tanpa adanya pengambilan keputusan atas kasus tersebut.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Mall WTC Jambi dan hotel Wiltop melibatkan empat peraturan dan undang-undang terkait tata ruang dan lingkungan hidup, yakni:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaannya, yang mewajibkan pemilik bangunan gedung untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kawasan Sempadan Sungai, yang menetapkan fungsi, luas, dan pengelolaan kawasan sempadan sungai, serta melarang dan memberikan sanksi bagi pelanggar.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur kewajiban setiap individu untuk menjaga kualitas lingkungan hidup dan menghindari tindakan yang dapat mencemari atau merusak lingkungan, beserta sanksi bagi pelanggar.
Konsekuensinya, Mall WTC Jambi dan hotel Wiltop dapat dijatuhi sanksi administratif, pidana, dan perdata sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti:
Sanksi administratif, seperti pencabutan IMB, SLF, atau izin usaha, pembatalan perjanjian kerjasama, pembongkaran bangunan, atau penutupan usaha.
Sanksi pidana, seperti hukuman penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda hingga Rp 3 miliar bagi yang mendirikan bangunan tanpa IMB atau di kawasan sempadan sungai, atau hukuman penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda hingga Rp 3 miliar bagi yang mencemari lingkungan hidup.
Sanksi perdata, seperti ganti rugi, rehabilitasi, atau restitusi lingkungan hidup bagi pihak yang bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan lingkungan hidup.
Top of Form
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H