Mohon tunggu...
Blasius P. Purwa Atmaja
Blasius P. Purwa Atmaja Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Staf Pengajar di Yayasan TNH Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMP Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Kontributor Penulis Buku: Belajar Tanpa Jeda. Sedang membentuk Ritual Menulis. Email: blasius.tnh@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terima Kasih Pak, Telah Mengajari Saya Public Speaking

23 April 2015   16:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_364891" align="aligncenter" width="700" caption="Fany Fanani, Natasya, Arya Aji, dan Sherina"][/caption]

Mendengar kata public speaking, saya teringat guru yang mengajar dinamika kelompok sewaktu saya masih di SPG van Lith-- SPG bukan sales promotion girl, melainkan Sekolah Pendidikan Guru—sekolah setingkat SMA yang mendidik calon guru sekolah dasar. Guru tersebut bernama Bapak Drs. Purwadi Istiyanto. Beliaulah yang mengajarkan kepada saya pentingnya kemampuan berbicara di depan umum.

Di awal pertemuan, Pak Pur memberikan contoh tokoh-tokoh dunia dan nasional yang sukses sebagai pembicara publik, seperti Abraham Lincoln, Martin Luther King, John F. Kennedy, Nelson Mandela dan yang paling membanggakan Indonesia adalah Ir. Soekarno. Dengan penuh semangat Pak Pur mengungkapkan bahwa Pak Karno adalah orator yang hebat. Pak Karno mampu membangkitkan semangat dan menggerakkan rakyat lewat pidato-pidatonya. Kalau berpidato, Pak Karno tidak pakai teks. Beliau juga menguasai banyak bahasa asing. Setelah menjelaskan panjang lebar hal ihwal kemampuan berbicara presiden pertama tersebut, Pak Pur memutarkan rekaman pidato Pak Karno. Semua siswa mendengarkan dengan saksama. Di situlah saya mendengarkan suara Pak Karno secara panjang lebar. Selama ini hanya mendengar suara pembacaan teks proklamasi.

Selain kegiatan dinamika kelompok, ada lagi satu kegiatan yang terkait kemampuan public speaking, yaitu debat. Karena kami tinggal di dalam asrama, setiap malam minggu kami diajari debat. Teknisnya pembimbing memberikan tema yang harus kami debatkan. Siswa dalam satu kelas dibagi ke dalam dua kelompok. Ada kelompok pro dan kelompok kontra terhadap tema tersebut. Dengan sangat serius, saya dan teman-teman satu kelompok berusaha mempertahankan pendapat dengan menyampaikan argumen-argumen yang kami anggap jitu yang bisa mematahkan argumen kelompok lawan. Sungguh suatu pengalaman yang mengesankan.

Rupanya pengalaman-pengalaman saya tersebut, saya sadari atau tidak telah mempengaruhi saya ketika saat ini saya menjadi guru. Saya juga menginginkan para siswa saya memiliki kemampuan berbicara di depan umum yang baik. Saya sering berbicara di depan anak-anak bahwa sebagian besar profesi membutuhkan kemampuan berbicara yang baik. Mulai dari Lurah, Walikota, Gubernur hingga Presiden, semuanya membutuhkan keterampilan public speaking. Tidak hanya pejabat pemerintahan, di dunia usaha seperti sales, staf marketing, manajer hingga direktur juga perlu menguasai kemampuan berbicara, kemampuan bernegosiasi. Profesi yang lain seperti pengacara, dokter, hakim, jaksa, tentara, polisi tentu juga menuntut kemampuan berbicara di depan publik yang baik.

Saya juga sering menyampaikan kepada para siswa bahwa penguasaan public speakingbagi seorang pejabat publik merupakan sebuah keharusan. Masyarakat kadang tidak mau tahu. Mereka menuntut semua pejabat publik atau para pemimpin mereka sempurna termasuk dalam hal kemampuan berbicara.

Saya pribadi sering merasa kurang nyaman apabila ada pejabat publik yang kemampuan berbicaranya buruk, baik dari segi teknis atau substansi. Kalau untuk mendengarkan suara saja tidak nyaman atau tidak tertarik, bagaimana kita bisa menangkap substansi pembicaraan? Oleh karena itu, jika ingin menjadi pejabat publik, kita perlu menguasai kemampuan berbicara di depan umum sebagai salah satu modal dasar untuk memperoleh dukungan publik. Dengan kemampuan itu pula nantinya seorang pemimpin akan mampu menyampaikan informasi, memberikan instruksi, meyakinkan, menggerakkan, dan membawa masyarakatnya ke dalam kondisi yang lebih maju dan sejahtera

Dengan latar belakang itu, saya memotivasi anak-anak untuk pertama-tama berani tampil dulu di depan umum. Mereka harus memanfaatkan setiap peluang yang mereka temui, kalau perlu mencari peluang tersebut. Baik itu ketika di sekolah, di rumah, di kampung, di tempat ibadah maupun di tempat-tempat lain yang memungkinkan mereka berbicara di depan umum.

Di jenjang SMP, pada mata pelajaran bahasa Indonesia Kurikulum 2006, ada salah satu kompetensi dasar yang memungkinkan kita mengajari siswa berbicara di depan publik, yaitu kompetensi membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar, serta santun. Dalam kompetensi ini saya biasanya memberikan pilihan situasi, seperti pesta ulang tahun, pentas seni dalam rangka Masa Orientasi Siswa, atau pentas seni perpisahan dengan siswa kelas IX. Para siswa terlebih dahulu harus merancang urutan acara yang akan dibawakan. Mereka juga harus menuliskan terlebih dahulu kata-kata yang akan digunakan untuk mengawali acara, mengantarkan ke acara berikutnya (bridging), mengomentari acara yang baru saja tampil, dan juga merancang kata-kata yang harus digunakan untuk menutup acara.

Setelah selesai merancang itu semua, para siswa saya beri kesempatan untuk tampil di depan kelas. Saya akan menyaksikan berbagai kemampuan yang ditunjukkan para siswa. Dalam kesempatan seperti ini, saya selalu menjumpai beragam kemampuan, mulai dari yang sudah tampil lumayan hingga yang maju ke depan kelas saja tidak berani.

Pernah suatu ketika ada siswa saya yang benar-benar tidak mau maju ke depan kelas. Sebut saja namanya Edo. Ini bukan nama sebenarnya. Ketika saya suruh maju, dia selalu bilang, “Saya belum siap, Pak.” Seolah saya sudah kehabisan akal untuk menyuruh anak ini tampil. Akhirnya saya punya ide untuk anak ini.

“Edo, kamu sudah buat rancangan rangkaian acaranya?” saya tanya.

“Sudah Pak”, Edo menjawab.

“Sini, bawa ke depan, serahkan ke Bapak, Bapak ingin membaca tulisanmu!” saya menyuruhnya.

Edo pun beranjak dari tempat duduknya membawa tulisannya dan menyerahkan ke saya. Dalam hati saya berkata, “Kena ‘tipu’ kamu.” Saya menunggu dengan berdiri di depan kelas. Saya tempatkan Edo di samping kiri saya. Saya pegangi pundak kirinya dengan tangan kiri saya.

“Wah tulisanmu bagus,” saya menyanjungnya.

“Sekarangcoba baca tulisanmu itu!”

Edo pun mulai membaca rancangan tulisannya. Meskipun masih belum berani menatap teman-teman sekelasnya, ia tetap melanjutkan membaca. Saya pun mulai melepaskan tangan saya dari pundaknya. Dia tetap melanjutkan membaca sampai akhir. Di akhir penampilan, semua siswa di kelas itu secara serempak bertepuk tangan dengan suara gemuruh. Ada siswa yang berkata, “Pak, ini pertama kalinya Edo berbicara di depan kelas.” Saya juga merasa lega karena berhasil “menipu” Edo untuk belajar berbicara di depan kelas. Semenjak penampilan perdana itu, Edo pun mulai mudah disuruh tampil di depan kelas. Keberaniannya semakin bertambah. Sebagai guru, ada kepuasan yang saya rasakan ketika berhasil membangkitkan keberanian siswa yang merupakan modal dasar berbicara di depan umum.

Selain menemui kasus seperti Edo, dalam pembelajaran ini saya juga mendapati anak-anak yang potensinya sudah terlihat menonjol. Anak-anak seperti inilah yang biasanya saya pilih untuk saya tampilkan dalam acara-acara sekolah yang sesungguhnya. Ada anak-anak yang berbakat dalam acara-acara yang serius. Ada juga anak-anak yang sangat fleksibel bahkan cenderung mbanyol (melucu). Saya bersama tim biasanya menggabungkan keduanya untuk menjadi MC (master of ceremony) saat Pentas Seni Perpisahan Siswa Kelas IX. Dalam acara seperti itu, kami biasanya menunjuk sekitar 4 hingga 5 anak untuk menjadi MC. Tentu saat tampil di atas panggung kelimanya tidak tampil bersamaan. Ada dua siswa yang kami tunjuk menjadi MC di acara seremonial (wisuda), ada yang tampil di acara pentas seni, dan ada yang tampil di kedua jenis acara tersebut.

Mendampingi siswa pada saat-saat seperti ini saya bisa ikut merasakan kecemasan yangmereka alami. Untuk menghadapi kondisi seperti ini, saya bersama tim biasanya mengajak mereka berdoa sebelum acara dimulai. Di acara-acara awal biasanya mereka masih grogi. Namun, ketika acara sudah berlangsung sampai pertengahan mereka sudah sangat lancar dan menikmati tugas yang mereka emban. Sampai akhirnya mereka bisa menyelesaikan seluruh rangkaian acara. Saya merasa bahagia ketika di penghujung acara melihat senyum kepuasan yang terpancar dari wajah mereka dan juga mendengar kata “yesssss” yang meluncur dari mulut mereka sambil mengepalkan jemari tangan.

Setelah menjalani tugas pertama yang serius ini, mereka biasanya akan bersemangat kalau ditunjuk untuk tugas-tugas berikutnya. Seolah tembok penghalang keberanian yang paling tebal sudah berhasil dijebol. Tembok-tembok berikutnya tinggal tembok-tembok penghalang yang lebih kecil dan tipis. Dalam hati saya berkata, “Satu kesempatan berlatih berbicara di depan umum telah saya berikan dan berhasil.”Dulu kesempatan menjadi MC itu masih dipercayakan kepada saya dan tim (para guru). Namun, saya merasa bahwa para siswalah yang lebih membutuhkan kesempatan berlatih itu. Oleh karena itu, saya memberi kesempatan dan kepercayaan kepada para siswa untuk melaksanakan tugas tersebut.

Dari latihan tersebut, saya merasa senang ketika keterampilan berbicara para siswa bertambah. Saya senang saat mendengar kabar-kabar menyenangkan dari mereka. Suatu ketika ada alumni yang berkirim SMS ke saya,”Pak, terima kasih sudah diajari public speaking dan jadi MC. Meskipun masih sekolah, sekarang saya sudah sering dipanggil jadi MC dan dapat bayaran.” Ada juga siswa saya, Arya Aji Aditya (alumni 2013), yang ketika masih duduk di SMP kelas IX sudah bertindak sebagai pembicara di Gramedia EXPO Surabaya bersama pembicara nasional Anne Ahira. Sungguh membanggakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun