[caption id="attachment_138702" align="aligncenter" width="300" caption="bayangkan yang di dalam peti itu kita (gmbr:google)"][/caption]
.
Bilamana maut menjemput,
Tiada seorangpun mampu menolak tuk turut,
Tubuh menggigil penuh rasa takut,
Tak berdaya melawan malaikat maut.
.
Tiba-tiba jiwaku terasa sarat,
Entah mengapa tubuhku menjadi berat,
Apakah ini yang dinamakan sekarat?
Jiwa masih tak yakin,
Bahwa maut telah menjemput,
Terlalu banyak dosa yang kuperbuat,
Tanpa ada waktuku untuk bertaubat.
.
Kemarin aku masih tertawa ria, hari ini diam seribu bahasa,
Kemarin aku masih berlari gembira, hari ini berdiripun tak kuasa,
Kemarin aku masih menulis cerita, hari ini menggerakkan jaripun aku tak bisa.
.
Tubuhku terbujur kaku tak bernyawa,
Tak pedulikan jerit tangis mereka,
Yang membawaku menuju peraduan terakhir raga,
Menanti hingga kiamat tiba, yang entah berapa tahun lagi lamanya.
.
Kini dalam gundukan tanah aku sendiri,
Tiada suatu apapun yang menemani,
Semua harta milikku kini tak berarti,
Anak, orangtua, keluarga, saudara dan teman meninggalkanku seorang diri.
.
Dan aku benar-benar sendiri,
Menyaksikan siang dan malam tanpa matahari,
Membiarkan cacing dan serangga menggerogoti jasad ini,
Dalam gelap yang pekat, dalam sunyi dan sepi.
.
Tiba-tiba mataku terbuka lagi,
Aku terjaga dari mimpi,
Tanpa terasa air mata membasahi pipi,
Subhanallah, ternyata Tuhan telah membuka mata hati,
Dengan serangkaian peristiwa in,
DihadapanMU kubersujud berserah diri,
Bertaubat dan melaksanakan kewajiban Illahi.
oleh: Edy Priyatna dan Ina
nomor: 99