Dua bulan yang lalu tepatnya 7 Mei 2011 aku terlahir di Kompasiana. Seperti bayi merah aku belum bisa mendengar maupun melihat, dalam arti belum tahu bagaimana seharusnya berkompasiana. Jangankan HL, COPAS saja aku belum tau maksudnya.
2x mendapat PP (pesan peringatan)
Saat itu umurku di kompasiana baru menginjak 14 hari, aku mengambil sebuah berita dari yahoo dan aku publish di sini dengan mengikutsertakan nama asli penulisnya. Beberapa menit kemudian aku mendapat PP dari admin yang isinya bahwa tulisanku copas milik orang sehingga di delete oleh admin. Entah aku terlalu lugu atau memang aku bandel, 2 hari kemudian aku mengambil berita dari blogger orang dan aku publish di sini lagi, alhasil aku mendapat PP ke-2 dari admin tulisanku kembali di delete. Jujur aku mengambil tulisan orang ini semata-mata karena suka dan ingin mengabadikannya di sini bukan untuk mempublikasikan diri (sampe sekarangpun aku juga tidak mempublikasikan diri karena aku memang tidak punya sesuatu yang bisa dipublikasikan hehe..) tapi ternyata aku salah tempat.
Setelah aku baca berulang-ulang PP dari pak Admin tersebut, aku baru tahu dan sadar apa itu COPAS, dan ternyata tulisanku itu termasuk copas yang diharamkan di kompasiana ini.
Terus terang aku malu dan dalam hati aku bertanya jangan-jangan aku masuk dalam blacklist macam Bu Nunun hehe. Aku berniat untuk ganti account agar aku bisa tampil baru dengan suasana baru namun aku urungkan niat itu. Biarlah aku bertahan toh tujuanku bukan untuk mempublikasikan diri melainkan mencurahkan segala isi hati ini.
Pertama kali mengenal HL
1 minggu kemudian ada seorang kompasianer Mas Daniel yang menambahkan aku dalam daftar pertemanannya sekaligus mengenalkan aku pada hasil karya tulisnya "Menjadi Citizen Journalism itu Mudah. Di mana ia mengulas tentang tips-tips menulis dan ngeblog yang mampu membawa tulisan-tulisannya menjadi HL alias Headline. Hari itu untuk pertama kalinya aku mengenal HL. Siapa yang tidak bangga kalau diri dan blognya menempati papan atas, betul tidak? Aku kagum dengan Mas Daniel. Namun demikian aku masih belum paham benar hanya dengan membaca tipsnya, semua masih teori (dasar aku SDM rendah/otak ketela alias gethuk kalau orang Jawa menyebutnya hehe.)
Bagiku HL hanya sebuah mimpi karena aku tak lebih dari bayi merah di kompasiana ini. Menjadi citizen journalism secara teori terlihat mudah, tapi untuk aku yang kesehariannya hanya pegang kain pel dan penggorengan rasanya sulit, harus banyak berlatih dan belajar tiap hari. Akan tetapi semangatku untuk menulis tak pernah pudar, beragam event yang digelar oleh kompasiana aku ikuti.
Percakapan dengan Om JM
Minggu, 19 Juni 2011 kebetulan aku libur dan jalan-jalan ke Victoria Park. Ternyata di Victoria tengah digelar pentas seni budaya aku jadi punya ide untuk meliput dan menuangkan dalam tulisan. Tapi aku belum tau bagaimana membuat sebuah berita reportase, akhirnya aku putuskan untuk bertanya kepada Om JM (begitu aku memanggilnya, seorang kompasianer yang bekerja sebagai peneliti Kemkominfo UPT Yogjakarta). Di sela-sela pemotratan pentas seni aku mengirim pesan singkat melalui kompasiana (messages).
Aku: "Om aku sedang meliput acara pentas seni, bagaimana cara menuliskan beritanya?"
Om JM: "Wah bagus sekali, tulis saja."
Aku : "Iya tapi bagaimana cara mengawali tulisan pemberitaannya Om?"
Om JM: "Pokoknya tulis saja, tulis sebisa kamu."
Aku : "Iya tapi bagaimana Om? Aku masih bingung. (Orang biasa pegang kain pel suruh buat pemberitaan sendiri ya mana bisa, batinku.)
Sampai pukul 4 sore tidak ada lagi pesan balasan. Aku ditinggal Om JM dalam kebingungan. Well, akhirnya aku mulai menyusun tulisan sendiri.