Kalau kita membaca sejarah perjalanan bangsa ini, maka kita akan mendapatkan fakta bahwa presiden terpilih melalui selalu merupakan antitesis dari presiden sebelumnya. Hal ini dikarenakan masyarakat ingin mendapatkan sosok pemimpin baru yang berbeda dengan presiden sebelumnya. Ini akan sangat terlihat jelas antara Soeharto, Gusdur, SBY. Kita tidak mencatat nama Soekarno, karena ia bukan presiden yang dipilih melalui mekanisme Pemilu, begitu juga dengan BJ. Habibie dan Megawati yang menjadi presiden karena mengganti presiden yang mundur.
Tanggal 12 Maret 1967, Jenderal TNI Soeharto oleh MPR ditunjuk sebagai Pejabat Presiden untuk menjalankan tugas kepresidenan yang telah diambil alih dari Presiden Soekarno. Setahun kemudian di Tahun 1968 Soeharto dipilih secara resmi sebagai Presiden untuk pertama kalinya sekaligus mengawali era Orde Baru. Bulan Maret 1973 terpilih lagi menjadi Presiden untuk kedua kalinya, lalu ketiga kali tahun 1978, keempat kali tahun 1983, kelima kali tahun 1988, keenam kali tahun 1993, dan ketujuh kali tahun 1998.
Dimasa pemerintahannya kondisi keamanan relatif stabil karena kontrol yang kuat dari seluruh aparat keamanan di tengah-tengah masyarakat. Kebebasan masyarakat harus dikorbankan untuk mewujudkan kondisi itu. Berbagai kegiatan pemikiran dan organisasi tidak bisa berkreasi untuk kemajuan bangsa, semua dibawah kendali pemerintah.
Mayarakat lalu merindukan pemimpin yang menjamin kebebasan, sebuah antitesis Soeharto, Maka muncullah Gusdur. Dimasa pemerintahan Gusdur, pintu gerbang kebebasan berpendapat dan berekspresi dibuka lebar, semua berbondong-bondong merayakannya. Namun akhirnya Gusdur mesti berhenti ditengah jalan. Megawati kemudian menggantikannya, tapi ia tidak memberikan banyak hal bagi bangsa ini selain hanya menjual beberapa aset penting negara.
Setelah era Gusdur dan Megawati, masyarakat menginginkan sosok pemimpin baru, sebuah antitesis. Maka muncullah SBY, ia menjadi antitesi untuk Gusdur dan Megawati sekaligus. Sosok yang gagah, santun, berwibawa, tenang, ia kemudian menjadi idola baru, presiden baru.
Namun dalam 10 tahun masa pemerintahan SBY, ia sering galau sendiri, tidak tegas dan suka mengeluh. Harapan apa yang bisa digantungkan pada presiden yang suka mengeluh?. Maka masyarakat pun menginginkan sebuah antitesis baru, seseorang yang berbeda dengan SBY. Masyarakat menginginkan pemimpin yang lebih tegas, mandiri dan berkarakter kuat.
Pilpres 2014 yang akan dihelat pada Juli nanti, hanya menyuguhkan dua calon kuat ; Joko Widodo dan Praboho. Lalu siapakah diantara mereka yang merupakan antitesis dari SBY?
Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur DKI tapi lebih sibuk kampanye kesana kemari dengan menggunakan dana perjalanan dinas Pemprov DKI, jelas bukanlah antitesis dari SBY. Jokowi dan SBY sama-sama sibuk membangun pencitraan semata. Apa yang diberikan Jokowi lewat sejumlah manuver pencitraanya sebenarnya dulu juga sudah dipertunjukkan oleh SBY, dan itu sangat memuakkan bagi masyarakat. Jokowi pun bukan sosok yang tegas, ia lebih sering mencla mencle, ngomong ga mikir, tidak berpendirian dan hanya manut-manut saja. Kalau di Padang ini disebut dengan "Bantuak kabau dicucuak hiduang"; seperti kerbau yang hidungnya sudah diberi tali, ia akan mengikut kepada siapa yang memegang tali. Maka jelas bukan Jokowi yang menjadi antitesis SBY.
Prabowo lah antitesis itu, lebih tegas, mandiri dan berkarakter kuat. Inilah pemimpin yang dirindukan oleh masyarakat Indonesia, yang akan membuat Garuda terbang lebih tinggi, menjadikan bangsa ini berdiri diatas kaki sendiri, tidak mengekor dan menjilat ke Barat. Bersamanya lah kita akan bangga mengaku sebagai bangsa Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI