Kekanak-kanakan, itulah kata yang diungkap oleh peraih nobel perdamaian Uskup Emeritus Anglican Tutu. Perang yang tidak ada habisnya di tanah Gaza barangkali telah membuat banyak orang menangis, iba, marah, dan tak sedikit pula yang muak.
Perbatasan antara Israel dan Palestina memang tak pernah sepele. Di sana, di tanah yang entah sudah berapa banyak jasad yang dikubur, menjadi sebuah tanah perjuangan ideologi antara Israel dan Palestina dengan Hamasnya. Perang yang tak berkesudahan, perang panjang yang telah menelan banyak korban, juga biaya.
Pada perang kali ini, dunia seolah dibuat menjadi gamang. Sebuah arti keamanan negara mulai dipertanyakan. Israel berdalih, bila semua yang mereka lakukan, menyasar rumah-rumah pada permukiman dengan bom yang dibawa oleh pesawat tanpa awak, adalah sebuah cara untuk mempertahankan diri dari gerakan-gerakan membahayakan Hamas. Klaim Israel adalah Hamas yang menyulut api peperangan dengan meluncurkan sejumlah roket ke daerah teritori Israel.
Sementara Hamas enggan dianggap pemicu, mereka mengaku meluncurkan roket-roket dari tanah Gaza menuju beberapa titik di Israel dengan dalih bila mereka tengah melakukan pembalasan dari aksi brutal dan kejamnya tentara Israel terhadap rakyat Palestina. Kejadian memilukan penganiayaan dan penghilangan nyawa seorang remaja Palestina merupakan penghinaan, dan wajib untuk dilakukan pembalasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pun geleng-geleng kepala lewat suguhan menarik penjelasan kedua belah pihak dalam forum dunia itu. Mansour, duta PBB dari Palestina mengaku bila apa yang dilakukan oleh pihak Israel adalah perlakuan yang keji. Dengan semena-mena mereka mengarahkan pesawatnya untuk mendaratkan bom ke tempat yang sudah diketahui oleh Israel sebagai daerah padat penduduk. Mansour pun memaparkan kenyataan, bila di tanah Gaza lebih banyak rakyat sipil yang menjadi korbannya, termasuk anak-anak dan wanita.
Sementara perwakilan Israel, lewat forum yang sama, menyatakan bila apa yang dilakukan oleh tentaranya adalah untuk menghimpit pergerakan Hamas. Israel 'tidak akan memberi jeda' kepada gerakan radikal itu untuk bernafas, maka permukiman yang padat penduduknya itu --yang dijatuhkan bom oleh Israel selama kurang lebih tiga bulan itu-- dianggap hanya digunakan tameng bagi Hamas untuk berkelit dari pembalasan Israel.
Roket tetap diluncurkan, pesawat tanpa awak tetap menjatuhkan bom.Reportasi dari Guardian mengabarkan, di Tel-Aviv, bunyi sirine akhir-akhir ini semakin sering terdengar. Ritual mencari tempat aman pun bukan sekedar untuk keselamatan diri, tapi bergeser menjadi mencari tempat untuk melihat letupan api hasil dari roket tersebut meledak.
Kira-kira demikianlah apa yang terpapar dari pengalaman Miranda Frum yang melaporkan kepada The Guardian. Tidak ada hal yang istimewa dari serangan-serangan roket Hamas. Keadaan di Bar, rumah dan seisi kota masih diselimuti dengan pertandingan sepakbola. Berita-berita penyerangan ditinggalkan, ada pun ledakan-ledakan dari roket itu, yang datang dengan petanda sirine yang menyalak, bak ledakan kembang api yang tak sedikit menontonnya.
"“They shoot little missiles at theirs, and it explodes in the sky. Hamas isn’t good at building rockets, their rockets are launched from the ground with less control. They can’t pinpoint the destination. They just aim in the general direction of things. Besides, if there is a hit the damage is minimal. It causes maybe a hole in a house or something. Our rockets destroy entire neighborhoods." kata pacar Frum seperti yang dikutip dalam tulisannya.
Maka apa yang dikatakan oleh warga Israel tersebut memang bukan tanpa alasan bila melihat korban jiwa yang berjatuhan di Gaza. Pada saat roket-roket Hamas yang hanya dapat melukai tiga orang, dua luka ringan dan satu luka berat (moderately). Bom-bom yang dijatuhkan oleh Israel sejauh ini telah menelan korban lebih dari 100 jiwa, beberapa di antaranya adalah anak-anak dan wanita.
Dunia internasional pun lantas mengecam tentang serangan udara yang dilakukan oleh Israel tersebut. Ban Ki-Moon menyesalkan sikap Israel yang terus menerus berdalih dan seolah tidak memiliki alasan lain selain tetap melanjutkan serangan yang telah memasuki hari kedelapan.
Gencatan senjata masih belum menemukan kata sepakat. Israel masih akan terus memborbardir Gaza selama roket-roket Hamas masih diluncurkan, demikian juga dengan Hamas yang masih akan terus meluncurkan roket-roketnya selama Israel masih melakukan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi di tanah Gaza.
Barangkali Tutu ada benarnya, sifat kekanak-kanakan dikedepankan oleh kedua belah pihak. Saling klaim sebagai yang paling benar menjadi parameternya. Korban jiwa seolah dikesampingkan untuk pembenar aksi balas-balasan. "Dunia ingin melihat Israel dan Palestina menjadi lebih dewasa daripada saat ini, untuk mengambil sebuah tindakan, sebelum ada lebih banyak anak-anak yang terluka," Ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H