Hati-hati, status Blackberry Messanger (BBM) bisa menjadi buah simalakama. Seorang wartawan Koran Sindo, Deni Irawan dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik oleh Calon Legislatif DPRD Banten Daerah Pemilihan Tangerang B, Fadlin Akbar akibat menulis status tentang dirinya yang dianggap mencemarkan nama baik.
Fadlin sendiri tidak memiliki kontak BBM sang wartawan, ia mengaku mengetahui hal tersebut dari kerabatnya yang berkawan dengan Deni di aplikasi khusus untuk ngobrol itu. Deni yang menulis status bernuansa pertanyaan mengenai kebenaran Fadlin ditangkap polisi, dianggap telah mencemarkan nama baik sang caleg. Fadlin pun melaporkan Deni ke pihak yang berwajib.
Saya melihat ada banyak kemungkinan yang melatarbelakangi kejadian ini. Ketidakhati-hatian seorang wartawan dalam melemparkan pertanyaan adalah menjadi alasan utama. Seorang wartawan pada media -bisa dikatakan besar- tentu memiliki narasumber atau teman seperjuangan yang bisa ditanyakan tentang hal tersebut, terlebih dalam BBM ada satu fitur 'grup' yang memungkinkan kita bisa share informasi atau bertanya pada orang-orang yang kita undang dalam grup tersebut. Penulisan status yang bisa dibaca oleh semua orang yang ada di kontak, seringkali bermakna ganda. Pertanyaannya, sejauh mana pertanyaan seseorang menjadi sebuah penggiringan opini tentang sesuatu hal?
Saya secara pribadi memang lebih sering menganggap sebuah status BBM sebagai guyonan segar. Tak perlu diambil hati. Bahkan ada salah satu status dari mantan politisi yang sering menghardik, yang sering menyindir lembaga hukum bahkan presiden. Sampai saat ini (sepengetahuan saya dari bertanya pada mereka) mereka masih 'selamat' dari somasi.
Namun ternyata penulisan status menjadi sebuah permasalahan yang serius bagi sang caleg berusia 23 tahun tersebut. Mungkin ia merasa pertanyaan sang wartawan yang diutarakan lewat status BBM merupakan percobaan pembunuhan karakter terhadapnya. Barangkali sang Caleg merasa dirinya adalah orang baik yang -nyatanya- tidak berurusan dengan hukum. Tapi pertanyaan tetaplah pertanyaan, bukankah bisa diawali dengan itikad baik untuk kembali mempertanyakan pertanyaan tersebut?
Saya jadi ingat salah satu nasehat Dahlan Iskan kepada rekan pers akibat majunya teknologi telekomunikasi. Dahlan menyebut telepon genggam telah merenggut usaha jerih payah wartawan dalam mengejar narasumber. Informasi yang seharusnya didapatkan dari sang narasumber langsung alias A1, kini disederhanakan menjadi informasi awal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Lebih parah, kini informasi yang masih sumir itu dipertanyakan lewat forum yang semi terbuka.
Tapi yang jelas, dalam proses hukum yang masih sebatas pelaporan ini, menurut saya kedua belah pihak pastinya sudah mendapat hikmah dari ini semua. Untuk si wartawan agar bisa lebih berhati-hati dalam bertanya tentang informasi yang -bisa jadi- sensitif untuk segelintir pihak. Sementara untuk sang Caleg kejadian ini bisa menjadi sarana kampanye memperkenalkan diri agar lebih banyak orang yang tahu tentang dirinya yang bersih dan tidak sedang ditangkap polisi seperti yang ditanyakan pada status si wartawan itu. Tapi nampaknya nama Fadlin sendiri sudah terkenal di tangerang, lantaran dia adalah anak dari mantan walikota Tangerang Wahidin Halim.
Ya semoga wartawan tidak akan kapok bertanya hal-hal yang sensitif tentang orang-orang yang paranoid, tentunya bukan lewat status BBM. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H