Mohon tunggu...
Rizky Ramadhan
Rizky Ramadhan Mohon Tunggu... Kang Tulis -

Saya Rizky Ramadhan. Cuma nulis dan baca di sini, Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sadarkah Mereka, Renggo?

7 Mei 2014   23:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:45 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Renggo, nama seorang bocah yang dianiaya oleh seniornya. Bocah itu belum juga genap berusia 11 pada tahun ini, ia tewas bukan karena penganiayaan pada saat Ospek seperti korban senioritas yang sudah-sudah. Kali ini perkaranya sepele, akibat Es Pisang seharga Seribu rupiah.

SY, inisial dari penganiaya, adalah seorang bocah yang sebentar lagi akan menempuh ujian masuk Sekolah Menengah Pertama. Generasi penganiaya yang sungguh memilukan dunia pendidikan Indonesia. Orang-orang yang terbakar amarah mengatakan bila SY adalah cerminan gagalnya orang tua dan sekolah mendidik pribadi seorang anak menjadi seorang yang berbudi pekerti luhur, sebagian lainnya acuh tak acuh, bagi mereka yang demikian, barangkali peristiwa Renggo hanya sebagian kecil dari busuknya sistem pendidikan Indonesia yang sudah lama mereka ketahui.

Seperti orang dewasa, anak-anak juga mempelajari hal-hal yang ada di sekitarnya, lebih bahaya lagi, anak-anak mencerna semuanya tanpa bisa memilah. Ya, bagaimana bisa memilah mana yang baik dan buruk. Karena memilah mana yang baik dan buruk hanya milik mereka yang sudah dewasa. Sementara Renggo, SY dan dua temannya yang menganiaya hanya sekumpulan bocah yang hanya tahu: Ini keren dan itu tidak keren.

Masuk ke dalam dunia anak itu berarti masuk ke dalam dunia yang tanpa batas. Saya pribadi, lebih baik menjadi guru Sekolah Menengah Atas dan mengatur manusia-manusia yang sudah melek aturan serta batas, daripada mengajar Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar di mana yang kita atur adalah jiwa-jiwa bebas tanpa batas. Menanamkan batas pada anak, seperti mengekang Singa dalam sangkar, ia hanya akan diam di dalamnya, sementara bila terbebas sedikit akan kembali menjadi liar dan saling membunuh.

Tentu anak-anak bukan singa, analogi yang demikian memang terasa amat kasar, namun siapa yang bisa menjamin bila jiwa bebas anak-anak itu hanyalah sebuah 'bebas' dan bukan 'liar'?

Nun jauh di sana, seseorang yang bertanggung jawab atas dunia pendidikan di Indonesia menyebut bila masyarakat tidak bisa melulu menyalahkan lingkungan sekolah sebagai penyebab tewasnya Renggo, bahwa -menurut orang yang bertanggung jawab itu- faktor lingkungan juga bisa menjadi penyebab tewasnya Renggo, yang notabene dianiaya di sekolah, oleh kakak kelasnya, akibat Es Pisang seharga seribu rupiah.

Kita memang tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, bahkan ada segerombolan penyelamat anak yang meminta pihak kepolisian tidak menahan SY dan kawan-kawan. Anak, bagi mereka tidak bisa dikenakan sanksi hukum, apapun yang telah sang anak hancurkan. Barangkali memang demikian idealnya, jiwa-jiwa yang bebas itu -baik menjadi sesuatu yang indah atau sesuatu yang menghancurkan- memang tak selayaknya ditahan, atau dipenjara. Mereka harus dibina, bukan pula oleh pihak ketiga, melainkan oleh orang tuanya, di bawah pengawasan pihak yang berwenang, dan harus dipastikan anak tersebut mendapat perhatian dan pendidikan yang cukup di lingkungan paling dekatnya: Keluarga.

Namun sekali lagi, hal ini ternyata lebih kompleks dari yang saya pikirkan, orang tua, sekolah, pelaku, korban, keluarga, lingkungan, pak RT, Pak RW, Kepala Sekolah, Guru Piket, teman-teman, penjaga sekolah, tukang Es Pisang, Tukang mainan, stasiun televisi, artis sinetron, penulis skenario sinetron, penulis naskah serial anak, pencipta lagu, dan lain-lain barangkali turut bersumbangsih atas tragedi ini, dengan atau tanpa mereka sadari. Karena menciptakan sebuah ruang yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi jiwa-jiwa bebas yang biasa kita sebut sebagai anak adalah tanggung jawab semua pihak. Termasuk tukang kebersihan di sebuah taman kanak-kanak yang tak terdaftar.

Dan Renggo, nama jasad yang lambungnya diketahui hancur itu, sudah meraih kebebasan yang sebebas-bebasnya. Bersama teman-teman khayalannya, bersama impiannya di surga, bila memang ia percaya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun