Mohon tunggu...
Rizky Ramadhan
Rizky Ramadhan Mohon Tunggu... Kang Tulis -

Saya Rizky Ramadhan. Cuma nulis dan baca di sini, Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat Terbuka Untuk Bapak

6 Juni 2014   05:55 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:05 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk Bapak, yang saya hormati. Tak etis rasanya bila membicarakan pak Harto di saat kasus Mei 1998 masih diungkit karena salah satu jenderal -yaitu bapak sendiri- yang diduga teribat menurut Komnas HAM kini menjadi calon presiden Republik Indonesia. Tak elok rasanya bila bapak Pembangunan dijadikan alat untuk menarik simpati dari masyarakat yang diam-diam kagum kepadanya. Tak etis dan tak elok, bukan berarti salah. Karena kampanye berdasarkan peraturannya memiliki sifat yang baik dan buruk

Kekaguman Bapak, atas apa yang dilakukan oleh pak Harto di masa lalu adalah kekaguman yang juga diam-diam timbul di tengah masyarakat saat ini. Namun apalah arti itu semua bila nyatanya pak Harto tak pernah menginginkan pembela untuk membenarkan apa yang ia lakukan. Adalah benar bila bapak, sebagai anak bangsa bisa saja mengagumi sosok Pak Harto, kalau pun bukan sosok pak Harto secara utuh, pasti ada sesuatu yang bisa dicontoh darinya,dan dijadikan pedoman. Karena bukankah memang dalam hidup tak selamanya yang jahat itu tak ada baiknya, dan yang baik tak ada jahatnya. Tapi Pak, semua ini adalah masalah waktu.

Saya berharap berhentilah bertindak serampangan, berhentilah bertindak tanpa berpikir, kalau pun bapak merasa tidak bertindak serampangan dan melandaskan semua tindakan setelah berpikir matang, saya harap apa yang menjadi tindakan bapak adalah yang sebaik-baik untuk bangsa hari ini dan juga seterusnya, bukan sekedar untuk keuntungan diri sendiri atau kepentingan lain. Menggagas ide yang menyangkut orang banyak itu tak sepenuhnya menyenangkan. Kebenaran (yang kita yakini) harus dikemas sedemikian rupa dan diletakkan pada waktu yang tepat, untuk bisa dianggap bersama-sama sebagai kebenaran. Apabila yang ada di kepala bapak itu adalah sesuatu yang benar, tentang gelar kepahlawan itu, tentang kekaguman bapak itu. Sungguh kemasan itu, sungguh timing itu, saya rasa tidak tepat sungguh.

Bukankah bapak pernah bilang pada wartawan yang mewawancarai bapak tentang sejarah? "Biarkan sejarah yang berbicara", tentang kasus itu, tentang prestasi bapak, tentang apa yang sudah bapak lakukan kepada negara? Bukankah pada akhirnya sejarah itu pula yang mencetak nama seseorang menjadi seorang pahlawan? Saya harap bapak juga memperlakukan bapak Pembangunan itu, seperti bapak perlakukan diri bapak yang juga sebagai pihak -yang menurut bapak- dizalimi, dengan fitnah-fitnah itu, dengan tuduhan yang bapak merasa tidak melakukannya? Sejarah, pasti akan berbicara, Pak.

Lalu sekarang bapak ingin memberikan Bapak Pembangunan itu gelar Pahlawan? Bukan main saya setuju dengan bapak. Bedanya, saya mempercayai hal tersebut akan datang kepadanya, suatu saat nanti, yang berarti bukan sekarang. Karena ini adalah masalah waktu saja, masalah sejarah yang gelap, yang  belum terang karena belum ada yang mati untuk terbuka. Bapak barangkali lupa, saat ini masih ada orang bawah tanah yang muncul ke gelanggang, yang menaruh kagum pada kesunyisenyapan, akibat keadaan yang tak memungkinkan. Barangkali bapak adalah salah satu orang tersebut, yang kini sudah dalam posisi melawan, dengan didorong rasa cinta bapak pada Indonesia. Tapi sekali lagi, Pak. Untuk membawa nama Bapak Pembangunan dalam agenda bapak, saya rasa masih tak elok, sungguh.

Sebagai penutup, saya hanya berharap akan ada sesuatu yang menentramkan jiwa tentang manuver-manuver politik bapak. Karena di sini, di tahun politik ini, saya mengharapkan sesuatu yang bisa mengubah paradigma saya sebagai anak negeri tentang ibu pertiwi. Tentang sosok pemimpin yang bisa menginspirasi, tentang politisi-politisi yang bisa dicontoh anak-anak muda: yang beradab dan bermartabat. Cukupkan pembelaan-pembelaan yang dilakukan pengikut bapak, cermati segala kepicikan yang beredar di luar kendali bapak. Karena bapak Pembangunan itu, yang bapak kagumi itu, tak perlu dibela seperti pengikut bapak membela bapak dengan segala cara yang barangkali bapak tidak bisa mengerti dan mungkin juga bertentangan dengan maksud yang bapak kehendaki. Sekian.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun