Mohon tunggu...
Rizky Ramadhan
Rizky Ramadhan Mohon Tunggu... Kang Tulis -

Saya Rizky Ramadhan. Cuma nulis dan baca di sini, Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Warteg dan MoU Freeport

10 Juni 2014   19:39 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:23 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abraham Samad pernah mengatakan, praktik mafia tambang merupakan penyakit akut yang sedang diderita oleh Indonesia. Barangkali itu bukan isapan jempol belaka. Meski tak mengungkap secara rinci apa saja yang menjadi indikator menuju ke sana --selain tingkat praktik suap menyuap dan tak taat pajak-- Samad mungkin tidak keliru. Potret

Baru-baru ini Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar, mengaku kepada Kontan yang kemudian dikemas oleh Kompas.com bahwa Indonesia akan memperpanjang kontrak karya PT Freeport Inondesia yang sejatinya akan berakhir pada 2021. Kiranya perjanjian tersebut yang sedang digodok untuk dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang akan menjadi kerjaan terakhir dari Presiden sebelum masa berakhirnya tiba.

Barangkali MoU merupakan upaya akhir untuk mengurai benang kusut yang sejak lama sudah terjalin. Dengan adanya MoU ini, adakah Presiden SusiloBambang Yudhoyono berusaha untuk meringankan pekerjaan presiden terpilih selanjutnya? Entahlah, silakan yang bersangkutan menjelaskan. Karena nyatanya kontrak Freepor masih tersisa hingga tahun 2021, di mana perpanjangan kontrak secara formal baru akan dilaksanakan 2 tahun sebelum kontrak kerja berakhir, yakni tahun 2019.

Sementara itu menteri perekonomian Indonesia yang baru, Chairul Tandjung perpanjangan kontrak karya PT Freeport menjadi wewenang penuh pemerintahan yang akan datang. Ia menjelaskan apa yang pemerintah sekarang lakukan hanya sebatas renegosiasi terhadap kontrak yang sudah berjalan. Pertanyaannya, Etiskah bila renegosiasi tersebut, diputuskan dan dituangkan dalam MoU yang berarti sudah menandakan adanya kesepatakan antara pemerintah dan PT Freeport meski Kontrak belum akan diteken?

Barangkali CT benar, sampai pada detik ini, Pemerintah belum menerima/menyodorkan perpanjangan kontrak karya untuk PT Freeport, namun dari berita yang ditayangkan oleh Kompas.com itu, perkara MoU tidak terjawab. Barangkali ada kekeliruan wartawan/editor perbedaan MoU dengan Kontrak Kerja. Maka Jawaban CT tak bisa dibenturkan dengan pernyataan Sukhyar. "Sekarang kita hanya bisa melakukan renegosiasi, tetapi tidak bisa memperpanjang masa kontrak, jadi paling cepat 2019. Jadi kepada pemerintahan yang besok atau pemerintahan yang akan datangnya lagi," kata CT.

Pernyataan CT itu tidaklah berbeda dengan Sukhyar, karena menurut hemat saya MoU adalah proses renegosiasi, pembicaraan/penetapan kesepakatan terhadap syarat-syarat yang memungkinkan untuk perpanjangan kontrak yang nyatanya memang belum terjadi, dan bukan wewenang dari pemerintahan yang sekarang. Pertanyaan pun belum terjawab, belum ada jawaban apakah MoU tersebut itu ada atau tidak sebagai wujud kesepatakan renegosiasi, karena yang baru dipastikan adalah tidak ada perpanjangan kontrak karya PT Freeport di Indonesia sampai pada detik ini.

Kembali pada kesepatakan yang menurut Sukhyar, mengikat dua belah pihak, Indonesia dan Freeport, dan merupakan bagian dari amandemen kontrak itu. Apa sih disepakati?

Pertama, Freeport berjanji akan membangun Smelter Mineral emas di Gresik, Jawa Timur.

Kedua, Pemerintah akan menerima royalti yang lebih besar, yakni 3,75% (tadinya hanya 1%)

Ketiga, Divestasi saham sebesar 30% kepada Pemerintah atau Pemda atau BUMD/BUMN.

Keempat, memperkerjakan karyawan lokal 100%, dan mengurangi areal wilayah pertambangan dari 212.950 hektar menjadi 125.000 hektar.

*

Barangkali Kompas.com agak keliru dengan menyebutkan pernyataan Sukhyar dan CT saling bertentangan. Karena keduanya sama-sama mengakui adanya proses renegosiasi antara Indonesia dan PT Freeport, apa hasilnya? Hasilnya adalah MoU yang berisikan kesepatakan tentang syarat-syarat perpanjangan kontrak, yang baru akan bisa dilaksanakan pada tahun 2019.

Berarti bisa dikatakan, renegosiasi ini, yang dituangkan dalam MoU yang menurut Sukhyar mengikat dua belah pihak, Indonesia dan Freeport, dan merupakan bagian dari amandemen kontrak itu bisa menjadi satu permasalahan besar bagi pemerintahan yang akan datang. Ada upaya penyeragaman persepsi antara pemerintah yang sekarang dengan pemerintahan yang akan datang: Renegosiasi sudah mencapai puncak, yang terbaik bagi kedua belah pihak.

Sebenarnya per April 2014 renegosiasi sudah dijadwalkan harus rampung. MoU yang kini sudah disepakati nyatanya masih belum menguntungkan pemerintah. Pasalnya, meski sudah ada renegosiasi, segala kesepakatan baru bisa dilaksanakan setelah kontrak kerja diteken, salah satunya yakni kesepakatan pembayaran royalti sebesar 3,75%.

Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) salah satu pihak yang menyayangkan hal tersebut di atas. Karena mengenai royalti emas 3,75% sudah diatur sejak terbitnya Peraturan Pemerintah no. 45 tahun 2003. Menurut Ketua Eksekutif IHCS kepada Kompas.com Kerugian negara karena Freeport hanya membayar royalti emas sebesar 1% adalah sebesar 256 juta dollar AS. Meski demikian, urgensi pemerintah untuk menyepakati persyaratan perjanjian perpanjangan kontrak kerja melalui MoU dijelaskan oleh Gunawa, yakni menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi melansir jika negara mengalami kerugian sebesar 169 juta dollar akibat renegosiasi yang molor.

Apakah MoU yang ada ini sudah cukup menguntungkan Indonesia sebagai penguasan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat banya seperti yang diamanatkan dalam undang-undang? Barangkali belum, karena divestasi saham 30% masih tidak membuat posisi Indonesia kuat untuk ikut andil dalam setiap kebijakan yang diambil dalam mengeruk tambang di perut bumi Papua. Di mana seluruh perusahaan tambang wajib melepas 51% sahamnya, Freeport tidak demikian.

"Alasan Freeport adalah tambang terintegrasi dan berinvestasi tambang bawah tanah, itu bukan lasan untuk lepas saham 30 persen saja," ungkap pengamat pertambangan Marwan Batubara.

Pada akhirnya, Saya dengan Kopi dan makan siang yang murah meriah di warung Tegal alias Warteg, hanya bisa mencermati salah satu --yang menurut saya-- permasalahan terbesar bangsa ini. Sambil sesekali mengira-gira apa yang ada di kepala presiden saat ini tentang presiden yang akan datang, juga tentang presiden yang akan datang tentang presiden yang saat ini masih menjabat. Saya sebagai sebuah titik yang hanya bisa mencermati, setidakya hanya bisa berdo'a yang terbaik untuk negeri ini. Dan tentang renegoisasi, semoga hal tersebut masih bisa diusahakan yang terbaik untuk kedepannya, bukan sekedar agenda penyelesaian pekerjaan yang terlunta yang berpotensi menyandera kebijakan pemerintahan selanjutnya.

Ini baru MoU, belum implementasinya. Untuk Pemerintah dan Freeport, jangan lupa ada KPK, seperti yang Samad katakan: "Kalau Freeport macam-macam kita sikat!"

Selamat siang, mari ngopi!

Depok, Selasa 10/6/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun