Mohon tunggu...
Bambang Kuncoro
Bambang Kuncoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Wisdom. URL https://www.kompasiana.com/bkuncoro

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penulis Produktif Panutan Kita

7 September 2019   18:45 Diperbarui: 7 September 2019   18:48 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@Jokowi : "Sejak remaja hingga 74 tahun kini, Putu Wijaya telah menulis 30 novel,40 naskah drama, 1.000 cerpen, esai, dan lain-lain"

Cukup banyak kompasianer yang telah mengangkat tulisan bertemakan dunia tulis menulis.  Sumbangan ringan kali ini hanya mencoba meramaikan khazanah dalam topik tersebut.  Banyak sekali penulis yang pantas dijadikan panutan.

Apakah itu karena kepiawaiannya mengolah kata menjadi sangat indah/puitis, atau kepiawaiannya dalam menjabarkan suatu ide menjadi sangat tajam dan jelas, atau kepiawaiannya dalam berimajinasi menghasilkan alur cerita yang menarik dan kompleks, atau yang lainya.  Namun untuk kali ini 'angle' nya adalah produktifitas.  Berikut beberapa penulis yang bisa dibilang sangat produktif :

Putu Wijaya

Cuitan twitter Jokowi di atas menegaskan dedikasi Putu Wijaya akan produktifitas dalam penulisan.   Untuk menunjukkan penghormatannya kepada Sang Seniman serba bisa ini, Jokowi pun ikut berjongkok saat penyerahaan Penghargaan Kebudayaan.  

Sebelum terkena stroke, Putu Wijaya dalam menghasilkan tulisan sebagian besar dilakukan secara sekali jadi.  Namun jika tiba-tiba macet, mungkin karena terganggunya proses kreatif, maka beliau menghentikan penulisan dan disimpan saja.  

Lain waktu akan kembali lagi dan melanjutkan penulisan.  Saat sakit pun beliau menghasilkan  lima buku, masing-masing tebal sekitar 700 halaman.  Semua diketik memakai telepon seluler, dengan tangan kirinya yang masih bisa digunakan.  Selain menulis saat ini Putu juga melukis.  Bahkan baru-baru ini diadakan pameran Lukisannya.

Etos kerja Putu ditempa dari pengalamannya sebagai wartwan (terutama saat di Tempo), dan juga saat dia mendapat tugas belajar ke Jepang.  Di jepang, Putu tinggal di suatu masyarakat komunal Ittoen di Yamashina. Komunitas itu berpakaian hitam-hitam. Mereka menjunjung produktivitas sebagai nilai yang paling atas.  

Bahkan diangggap lazim, jika seseorang sedang tidak ada yang dikerjakan, untuk menyibukkan diri, mereka memindahkan tumpukan batu dari satu tempat ke tempat lain.  Atau jika batu dianggap berat mereka dapat menyambung kenbali bunga yang jatuh dengan diikatkan menggunakan bantuan sapu lidi.  "Semboyan mereka, kerja adalah ibadah," kata Putu Wijaya

Arswendo Atmowiloto (54 karya yang dipublikasikan dan beberapa penghargaan) :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun