@Jokowi : "Sejak remaja hingga 74 tahun kini, Putu Wijaya telah menulis 30 novel,40 naskah drama, 1.000 cerpen, esai, dan lain-lain"
Cukup banyak kompasianer yang telah mengangkat tulisan bertemakan dunia tulis menulis. Â Sumbangan ringan kali ini hanya mencoba meramaikan khazanah dalam topik tersebut. Â Banyak sekali penulis yang pantas dijadikan panutan.
Apakah itu karena kepiawaiannya mengolah kata menjadi sangat indah/puitis, atau kepiawaiannya dalam menjabarkan suatu ide menjadi sangat tajam dan jelas, atau kepiawaiannya dalam berimajinasi menghasilkan alur cerita yang menarik dan kompleks, atau yang lainya. Â Namun untuk kali ini 'angle' nya adalah produktifitas. Â Berikut beberapa penulis yang bisa dibilang sangat produktif :
Putu Wijaya
Cuitan twitter Jokowi di atas menegaskan dedikasi Putu Wijaya akan produktifitas dalam penulisan. Â Untuk menunjukkan penghormatannya kepada Sang Seniman serba bisa ini, Jokowi pun ikut berjongkok saat penyerahaan Penghargaan Kebudayaan. Â
Sebelum terkena stroke, Putu Wijaya dalam menghasilkan tulisan sebagian besar dilakukan secara sekali jadi. Â Namun jika tiba-tiba macet, mungkin karena terganggunya proses kreatif, maka beliau menghentikan penulisan dan disimpan saja. Â
Lain waktu akan kembali lagi dan melanjutkan penulisan.  Saat sakit pun beliau menghasilkan  lima buku, masing-masing tebal sekitar 700 halaman.  Semua diketik memakai telepon seluler, dengan tangan kirinya yang masih bisa digunakan.  Selain menulis saat ini Putu juga melukis.  Bahkan baru-baru ini diadakan pameran Lukisannya.
Etos kerja Putu ditempa dari pengalamannya sebagai wartwan (terutama saat di Tempo), dan juga saat dia mendapat tugas belajar ke Jepang. Â Di jepang, Putu tinggal di suatu masyarakat komunal Ittoen di Yamashina. Komunitas itu berpakaian hitam-hitam. Mereka menjunjung produktivitas sebagai nilai yang paling atas. Â
Bahkan diangggap lazim, jika seseorang sedang tidak ada yang dikerjakan, untuk menyibukkan diri, mereka memindahkan tumpukan batu dari satu tempat ke tempat lain. Â Atau jika batu dianggap berat mereka dapat menyambung kenbali bunga yang jatuh dengan diikatkan menggunakan bantuan sapu lidi. Â "Semboyan mereka, kerja adalah ibadah," kata Putu Wijaya
Arswendo Atmowiloto (54 karya yang dipublikasikan dan beberapa penghargaan) :