Jelang siang hari, pasar itu penuh sesak. Teriakan para pedagang dan pembeli yang menawar tumpang tindih semakin  riuh,  di tambah lagi pencahayaan yang kurang, tambah pengab saja suasana ruang yang sebenarnya sangat luas ini.
Namun karena besok adalah lebaran Syawal, orang biasa menyebut Syawalan, maka masyarakat tumpah ruah memenuhi pasar, membeli apa yang diperlukan. Harga yang masih mengikuti tarif lebaran, tidak menyurutkan minat belanja kebutuhan dapur.
Sambil keluar dari kerumunan, ku gandeng tangan mungil Adinda, Adinda Larasati, putri sulung ku yang berusia 9 tahun. Nampak wajahnya memerah, peluh bercucuran di keningnya. Kuusap dengan sapu tangan kecil yang selalu kubawa dalam tas kecil yang tersampir di pundakku .
"Adek capek? haus yah?"
Yang di tanya malah ngelendot, membenamkan wajahnya diperutku sambil memainkan ujung rambutnya .
Aku menurunkan tubuh, berjongkok, hingga posisi kami sama tinggi. Ku usap pipinya yang tembem memerah , chubby.
"Adek mau beli es krim apa es dawet ayu?" tanyaku mengulang.
Tiba-tiba , wajah Adinda berubah berseri, matanya berbinar indah sekali , sambil memegang pundakku dia berkata ..
"Ibu, boleh gak uang yang mau buat beli es krim, untuk Adinda?" tanyanya sambil menatapku dalam.
"Emang uangnya mau buat apa?"
"Itu" ..jari tangannya menunjuk ke sesorang yang bersimpuh di lantai. Di depannya ada kaleng bekas susu pertumbuhan bagi remaja berwarna hijau, untuk menampung sumbangan dari orang yang berlalu lalang di area jalan masuk pasar itu.