[caption caption="Sumber foto info selebrity"][/caption]
“Memperbaiki sejarah itu penting. Seharusnya siapapun merasa penting . Tapi sayangnya Indonesia enggak . Waktu saya ngerjai (restorasi ) Lewat Djam Malam, Singapure dan Amerika mbantuin, tapi Indonesia tidak” (kutipan Alex Sihar . SA Film)
Festival Film Indonesia (FFI) sebagai ajang penghargaan tertinggi, yang dianugerahkan bagi insan perfileman tanah air , siap digelar kembali tahun ini, pada bulan November 2016 di Jakarta. Ajang bergengsi penghargaan piala Citra sebagai supremasi untuk Film dan insan perfilman terbaik setiap tahunnya, kali ini dihelat dengan mengangkat tema Restorasi.
Tema tersebut bagi kalangan insan perfileman juga diartikan agar dunia perfilman Indonesia menjadi lebih baik. Tak ketinggalan , Planet Kenthir salah satu komunitas di Kompasiana turut menyambut moment FFI ini dengan mengadakan lomba tulis bagi para kompasianers yang juga mengangkat tema Restorasi, dimana sebagai ajang berbagi pendapat kompasianers terhadap restorasi film Tiga Dara dan harapan kedepanya.
Kenapa harus restorasi
Kenapa mengambil tema Restorasi. Dan seberapa penting Restorasi ini patut di terapkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Restorasi adalah penyembuhan dan pemulihan kepada keadaan semula (tentang gedung bersejarah, kedudukan raja, negara). Merestorasi adalah, melakukan restorasi, mengembalikan dan memulihkan kepada keadaan semula, memugar.
Disini restorasi , hangat diperbincangkan setelah suksesnya SA Film memulihkan kepada keadaan semula atau Merestorasi terhadap sebuah Film klasik berjudul Tiga Dara. Menjadi sangat layak untuk diangkat menjadi tema perhelatan akbar insan perfilman sebagai apresiasi semangat restorasi dari anak negeri. Tak ketinggalan untuk mengapresiasi kerja keras mereka dalam merestorasi Film usang menjadi layak tayang demi generasi mendatang.
Bukan soal apa itu restorasi, dimana dilakukan dan seberapa besar biayanya, karena dengan adanya restorasi dalam hal ini khusus untuk Film Tiga Dara, dimana niat luhur para pecinta perfilman untuk menyelamatkan aset bangsa yang yang sangat bernilai, agar generasi sekarang atau selanjut nya masih bisa menikmati hasil karya anak bangsa yang sudah mampu dilakukan saat segala fasilitas sangat minim. Namun tidak pernah menyurutkan semangat kerja keras mereka untuk menghasilkan tontonan yang berkualitas dalam dunia sinematografi saat itu. Dan niat luhur tercetusnya ide untuk merestorasi Film Tiga Dara khususnya adalah sebagai bentuk upaya penghormatan , pelestarian , penyelamatan sejarah dan kultur yang terkandung dalam film tersebut.
Walaupun film Tiga Dara bukan yang pertama di proyek restorasi karena sebelumnya sudah ada film Lewat Djam Malam yang direstorasi pada tahun 2010. Namun saat itu Lewat Djam Malam hanya mampu diperbaiki dalam format 2 K. Kali ini restorasi di Film Tiga Dara, menjadi special karena dengan tingkat kesulitan dari kondisi fisik pitacelluloidfilm Tiga Dara sangat memprihatinkan.
Terdapat beberapavinegar syndrome, kristal debu, patah patah dan juga berjamur. Keadaan ini sangat dipahami dimana kondisi cuaca di Indonesia yang beriklim tropis, lembab dan jarak waktu yang sudah berpuluh tahun dengan fasilitas penyimpanan arsip yang kurang baik . Menjadikan proyek restorasi ini memakan biaya yang tidak sedikit. Kurang lebih US$260 untuk menyelesaikan pekerjaan ini, hampir setara dengan Rp 3,4 miliar. Dilakukan oleh L'Imagine yang berada di Bologna Italia selama 8 bulan.
Namun besarnya biaya yang dikeluarkan sangat sebanding dengan hasil yang diperoleh. Setelah proses restorasi dan dikemas dalam format digital berteknologi 4k, teknologi visual digital terkini yang menghasilkan gambar bersih, tajam dan jernih. Dengan kondisi gambar tanpa semut, tanpa bintik bintik layaknya jamur pada tembok, tanpa gelombang yang saling berkejaran, ataupun suara yang lirih tersendat. Kini menonton film Tiga Dara hasil restorasi , seakan menonton film asli pada 50 tahun yang lalu bahkan lebih baik dan tampak lebih detil.