Pendahuluan
Korupsi dan pelanggaran etik merupakan masalah serius yang masih menjadi tantangan besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Masalah ini merusak tatanan moral masyarakat, menghambat pembangunan ekonomi, dan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi. Upaya untuk memberantas korupsi tidak hanya memerlukan penegakan hukum yang kuat, tetapi juga kesadaran dan perubahan perilaku individu sebagai agen perubahan. Dalam konteks ini, kemampuan memimpin diri menjadi sangat penting. Kepemimpinan diri mencakup kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki integritas, dan komitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika.
Raden Mas Panji Sosrokartono (RMP Sosrokartono), seorang tokoh intelektual dan spiritual dari Indonesia, memberikan contoh yang relevan dalam hal kepemimpinan diri dan pencegahan korupsi. Sosrokartono dikenal sebagai seorang yang memiliki kecerdasan luar biasa, serta integritas dan moralitas yang tinggi. Melalui ajarannya, kita dapat belajar bagaimana mengembangkan kemampuan memimpin diri dan menjadi agen perubahan dalam upaya pencegahan korupsi dan pelanggaran etik.
Sejarah dan Filosofi RMP Sosrokartono
Raden Mas Panji Sosrokartono, yang lebih dikenal sebagai RMP Sosrokartono, lahir pada 10 April 1877 di Mayong, Jepara. Ia adalah anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang bupati Jepara, dan M.A. Ngasirah. Sosrokartono adalah saudara dari Raden Adjeng Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia yang dikenal luas karena pemikirannya yang maju mengenai hak-hak perempuan dan pendidikan.
Sosrokartono menonjol sebagai seorang intelektual sejak usia muda. Ia mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School), lalu melanjutkan ke HBS (Hogere Burgerschool) di Semarang. Keunggulan akademisnya membawa Sosrokartono ke Universitas Leiden di Belanda pada tahun 1898, di mana ia belajar berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, sastra, dan ilmu pengetahuan. Di universitas ini, Sosrokartono menunjukkan kemampuan luar biasa dalam menguasai bahasa. Ia menguasai lebih dari 26 bahasa, yang kemudian membuatnya menjadi seorang penerjemah terkenal pada masa Perang Dunia I.
Selama di Eropa, Sosrokartono bekerja sebagai wartawan untuk surat kabar terkemuka "New York Herald." Ia meliput berbagai peristiwa penting dan bertemu dengan tokoh-tokoh dunia, yang semakin memperkaya wawasannya. Namun, meskipun berada di Eropa, hati dan pikirannya tetap tertuju pada tanah airnya. Sosrokartono selalu berusaha untuk menyuarakan keprihatinannya terhadap nasib bangsa Indonesia yang masih berada di bawah penjajahan Belanda.Setelah kembali ke Indonesia, Sosrokartono mendedikasikan hidupnya untuk mengajar dan menyebarkan nilai-nilai moral dan spiritual. Salah satu konsep ajarannya yang terkenal adalah "Mandor Klungsu," yang berarti biji pohon asem Jawa. Sosrokartono menggunakan metafora ini untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang mandor atau pengawas yang loyal kepada pemilik kehidupan, yaitu Tuhan. Dengan demikian, setiap tindakannya selalu ditujukan untuk melayani Tuhan dengan integritas dan tanggung jawab yang tinggi.
Filosofi dan Ajaran Moral
Filosofi Sosrokartono didasarkan pada prinsip kejujuran, integritas, dan komitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika. Beberapa ajarannya yang paling terkenal mencakup konsep-konsep berikut:
Jawi Bares, Jawi Deles, Jawi Sejati
- Jawi Bares: Menjadi orang Jawa yang jujur, terus terang, dan polos. Prinsip ini menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam setiap aspek kehidupan.
- Jawi Deles: Berpegang teguh pada kebenaran dan tidak berubah-ubah. Prinsip ini mengajarkan konsistensi dan keteguhan hati dalam mempertahankan kebenaran.
- Jawi Sejati: Menjadi diri yang sejati, bukan berpura-pura. Prinsip ini menekankan pentingnya keaslian diri dan integritas.