RESUME BUKU PERDATA ISLAM DI INDONESIA
A. Pengertian Hukum Perdata Islam
Hukum perdata memiliki arti yang sangat luas bisa disebut sebagai privat materiil, yaitu hukum pokok yang mengatur tentang hubungan perorangan. Perdata sering dikatakan sebagai lawan dari pidana.
istilah hukum perdata, ada kalanya dipakai dalam arti yang kurang luas, dapat menjadi perbandingan "hukum dagang", seperti di dalam Pasal 102 UUD, yang diperintahkan kodifikasi hukum di Indonesia atas hukum perdata & hukum dagang, hukum pidana sipil & hukum pidana militer, hukum acara perdata & hukum acara pidana, dan urutan beserta kekuasaan pengadilan.
Hukum perdata dibagi menjadi empat, yaitu:
1. hukum tentang perseorangan
2. hukum kekeluargaan
3. hukum kekayaan
4. hukum warisan.
Dalam hukum perdata diatur mengenai hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan dan hubungan dalat lingkungan hukum meliputi kekayaan oleh suami istri, hubungan orangtua dan anak, perwalian, dan curatele.Hukum perdata disebut juga dengan hukum sipil untuk hukum privat materiil, namun karena perkataan sipil lebih sering dipergunakan sebagai lawan kata militer, untuk seluruh hukum privat materiil
Hukum perdata adalah peraturan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan dan kebutuhannya, terutama berkaitan dengan kepentingan kepentingan perseorangan. Dalam kenyataannya hukum perdata di Indonesia terdiri atas berikut.
1. Hukum perdata adat, yaitu ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara individu dalam masyarakat
2. Hukum perdata Eropa, yaitu ketentuan hukum yang mengatur hubungan mengenai kepentingan bangsa Eropa dan manusia yang pada dirinya tanpa paksa berlaku ketentuan tersebut
3. Hukum perdata bersifat nasional,artinya peraturan hukum yang mengatur kepentingan perorangan
4. Hukum perdata materiil yang mengatur kepentingan perseorangan,meliputi : hukum pribadi yaitu ketentuan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban kedudukannya dalam hukum sebagai berikut.
* Hukum keluarga (familierecht), yaitu ketentuan hukum yang mengatur ikatan lahir batin antara dua orang yang berbeda jenis kelamin (dalam perkawinan) serta akibat hukumnya.
* Hukum kekayaan (vernogensrecht), yaitu ketentuan- ketentuan hukum yang mengatur hak-hak pendapatan seseorang dalam hubungannya atas orang lain yang mempunyai nilai uang
* Hukum waris (erfrecht), yaitu ketentuan hukum yang mengatur tentang cara pemindahan hak milik seseorang yang telah wafat oleh yang berhak mempunyai selanjutnya.
Kaitannya dengan hukum keluarga, karena hukum keluarga bisa diartikan sebagai seluruh ketentuan tentang hubungan hukum yang bersangkutan dengan keluarga sedarah dan keluarga karena terjadinya perkawinan.
Hukum perdata Islam adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan di kawasan warga negara Indonesia yang beragama Islam. Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga  yang bukan agama islam. Hukum tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak adalah isi dari hukum perdata .
B. Prinsip Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 1 dinyatakan bahwa "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Dari pengertian-pengertian tersebut, ada lima hal mendasar yang secara substansial berkaitan erat dengan pernikahan atau perkawinan yang dilakukan oleh manusia, yaitu sebagai berikut.
a. Dalam pernikahan terdapat hubungan timbal balik.
b. Dalam pernikahan terdapat tekad di antara kedua belah pihak .
c. Dalam pernikahan terdapat penentuan hak dan kewajiban suami istri sama
d. Dalam pernikahan terdapat hubungan genetik antara pihak suami dan keluarganya dengan pihak istri dengan keluarganya.
e. Dalam pernikahan ada harapan untuk menciptakan regenerasi
Adapun jenis-jenis perkawinan yang hukumnya haram adalah
1. Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah adalah akad nikah yang dilakukan oleh  laki-laki kepada perempuan memakai lafazh tamattu, istimta' atau sejenisnya.
2. Nikah Muhallil
Nikah muhallil yaitu laki-laki mengawini perempuan yang sudah ditalak tiga kali setelah habis masa iddah kemudian menalaknya dengan maksud agar mantan suami yang pertama bisa menikah dengannya kembali.
3. Nikah Gadai
Kawin gadai berasal dari orang Arab sebelum Islam, yaitu tentang suami menyuruh istrinya untuk bergaul dengan orang yang terpandang Â
4. Nikah Syighar
Nikah Syighar ialah apabila lelaki menikahkan seorang perempuan di bawah kekuasaannya dengan lelaki lain, dengan peraturan bahwa laki laki ini menikahkan anaknya kepada orang tersebut tanpa harus membayarkan mahar.
5. Poliandri
Poliandri adalah pernikahan yang dilakukan perempuan lebih dari satu laki-laki.
6. Kawin Paksa
Kawin paksa yaitu kawin yang dilakukan dengan paksaan orangtuanya dengan pilihan orangtuanya
7. Nikah Sirri
Nikah sirri yaitu pernikahan yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan tidak memberitahu kepada orangtuanya yang menjadi wali.
8. Kawin di Bawah Tangan
Kawin di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan melalui prosedur menurut UU Perkawinan. Dan perkawinan tersebut adalah erkawinan yang ilegal.
Â
KETERANGAN POLIGAMI DALAM UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
A. Alasan-alasan Poligami
Secara terminologi, poligami artinya banyak istri. Kata poligami berlaku bagi suami yang melakukan pernikahan dengan lebih dari satu perempuan.
Menurut UU Nomor 1/1974 Pasal 3-5, poligami diartikan sebagai perkawinan suami dengan lebih dari satu wanita.
Menurut Undang-Undang Nomor 1/1974, poligami adalah perkawinan yang mengacu pada beberapa persyaratan dan alasan. Persyaratannya bahwa suami mendapatkan persetujuan dari istri dan disetujui melalui persidangan pengadilan
Â
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan- keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri- istri dan anak-anak mereka.
Poligami dibenarkan oleh Al-Quran dan UU dengan persyaratan. Suami harus mampu berlaku adil. Apabila dipahami lebih dalam perbedaan kalimat tersebut sebagai berikut.
1. Istri yang tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dalam membangun rumah tangganya karena cacat badan atau
2. Istri yang cacat badan atau terkena penyakit sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
3. Istri yang mengalami kemandulan atau sejenisnya yang berakibat tidak dapat memberikan keturunan, disamakan dengan tidak dapat melayani suaminya secara lahir dan batin
B. Prosedur Poligami
UU Nomor 1/1974 Pasal 4 yang tata cara pelaksanaannya diuraikan dalam Pasal 41 disebutkan bahwa Pengadilan memeriksa mengenai hal-hal berikut:
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah:
1. bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
2. bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3. bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan.
b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun tertulis.
c. Ada atau tidaknya persetujuan kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak dengan memperlihatkan:
1. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda- tangani oleh bendahara tempat bekerja, atau
2. Surat keterangan pajak penghasilan
3. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.
Suami yang bermaksud beristri lebih dari satu menurut Pasal 40 harus mengajukan permohonan ke pengadilan. Isi permohonannya sebagaimana terdapat dalam Pasal 41 yang akan diperiksa oleh pengadilan, yaitu:
1. surat permohonan poligami;
2. alasan-alasan poligami;
3. surat persetujuan dari pihak istri;
4. surat keterangan penghasilan dari tempat ia bekerja yang ditanda- tangan oleh bendahara;
5. surat keterangan pajak penghasilan;
6. surat perjanjian di atas segel tentang jaminannya akan berlaku adil kepada istri-istri dan anak-anaknya.
PERCERAIAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
A. Terminologi Perceraian dalam Hukum Islam
Thalaq (perceraian) artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau berakhirnya hubungan perkawinan.
Talak yang hukumnya tidak sah bukan hanya karena suaminya gila atau mabuk atau belum balig. Jika talak diucapkan oleh suami karena paksaan bukan kehendak sendiri, talaknya tidak sah. Demikian pula, talak yang diucapkan oleh suami yang dalam keadaan marah sehingga kata-katanya tidak jelas dan dia sendiri tidak menyadarinya. Kemarahan menurut Sayyid Sabiq ada tiga macam, yaitu:
1. marah yang menghilangkan akal
2. pada dasarnya tidak mengakibatkan orang kehilangan kesadaran atas apa yang dimaksud oleh ucapan-ucapannya maka keadaan seperti ini mengakibatkan talaknya sah
3. sangat marah, tetapi sama sekali tidak menghilangkan kesadaran akalnya. Jika bermaksud dengan niatnya menalaknya, sah talaknya, tetapi jika tidak diniatkan hanya untuk main-main, ulama mengatakan tidak sah. Tetapi, ulama yang lain mengatakan sah karena ucapan talak bukan untuk dipermainkan. Dengan ucapan yang main-main.
Di samping pembagian tersebut, talak dapat juga dilihat dari dua macam ketentuan, yaitu:
1. talak sunnah, adalah Talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada masa bersih dan belum ia sentuh kembali selama bersih itu
2. talak bid'i, adalah talak yang menyalahi aturan agama, misal talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada waktu yang bersamaan atau talak dengan ucapan talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau menalak istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, dibagi pada dua jenis, yaitu:
1. talak raj'i, yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli. Suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melalukan akad nikah yang baru
2. talak ba'in, yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum digauli. Talak ba'in terbagi dua macam, yaitu:
a. ba'in shugra, talak ini dapat memutuskan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihan setelah habis masa iddahnya. Suami dapat rujuk dengan akad perkawinan yang baru.
b. ba'in kubra, tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali istrinya tersebut telah menikah dengan laki-laki lain dan bercerai kembali.
3. Talak khulu'. adalah fasakh nikah atau Talak tebus artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami.
KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
A. Pengertian Waris dalam Islam
Dalam istilah hukum Islam artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya. Tirkah adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris, baik berupa harta benda dan sebagainya
Dalam konteks hukum waris di Indonesia atau hukum waris nasional, ada empat perbedaan mengenai praktik kewarisan, yaitu:
1. bagi orang-orang Indonesia asli berlaku hukum adat, yang setiap daerah berbeda-beda. Ada yang merujuk pada sistem patrilineal, matrilineal, atau parental;
2. bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam di berbagai daerah ada pengaruh yang nyata dari peraturan warisan dan hukum agama Islam;
3. bagi orang-orang Arab sekitarnya pada umumnya seluruh hukum warisan dari agama Islam;
4. bagi orang-orang Tionghoa dan Eropa berlaku hukum waris dari Burgerlijk Wetboek.
Seorang perempuan akan memperoleh harta yang lebih besar dibandingkan laki-laki. Adapun rincian harta yang biasa diperoleh pihak perempuan adalah sebagai berikut:
1. mendapatkan harta waris dari orangtuanya;
2. mendapatkan mahar dari suaminya dan mendapatkan nafkah dari suami
3. mendapatkan biaya pernikahan dari suami dan orangtua
4. mendapatkan harta bersama atau memiliki hak atas harta bersama selama perkawinan
5. mendapatkan hak waris dari suaminya
6. mendapatkan hak gaji jika suaminya seorang pegawai negeri yang kemudian meninggal dunia
7. mendapatkan tunjangan istri dan anak.
8. Bahkan, bisa jadi, harta waris yang diperoleh laki-laki akan diberikan kepada istrinya.
B. Sebab-sebab dan Penghalang Waris
1. Sebab-sebab Memperoleh Harta Waris
Dalam Pasal 171. Menurut KHI, istilah yang terdapat di dalam kewarisan Islam adalah meliputi sebagai berikut.
a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, dan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal.
c. Ahli waris adalah orang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris
d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris
e. Harta warisan adalah harta bawaan dan ditambah bagian dan harta bersama setelah dipergunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya.
f. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia
g. Hibah adalah pemberian sesuatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan
h. Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya di tangguh oleh orang tua angkatnya.
i. Baitul mal adalah Balai Harta Keagamaan.
Â
Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris.
* Pertama, kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), meliputi orangtua, anak, saudara, paman, dan sebagainya
* Kedua, pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal antara laki-laki dan perempuan, sekalipun belum terjadi hubungan intim (antara keduanya.
* Ketiga, Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Seperti memerdekakan budak
2. Penghalang Waris
Para ulama mazhab sepakat bahwa ada tiga hal yang menghalangi warisan yaitu perbedaan agama,pembunuhan, dan perbudakan
C. Kewajiban Ahli Waris
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 175 ditegaskan bahwa:
1. Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
c. menyelesaikan wasiat pewaris.
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
a. Biaya pengurusan mayat, pembiayaan
b. Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris
c. Pembagian harta peninggalan pewaris kepada para ahli warisnya