[caption caption="sepakbola kampung. dokpri"][/caption]
Gambar ini diambil minggu lalu di akhir bulan November ketika saya sedang mencari kamar kontrakan di daerah Jatinangor, Sumedang, bersama dua teman saya yang rada sengklek.
Saat kami sedang melewati salah satu ruas jalan perkampungan kami melihat anak-anak yang sedang bermain sepakbola di sebuah lahan kosong yang cukup luas. Mereka sepertinya sangat gembira terlihat dari tawa mereka saat sedang berlari-lari menggiring dan menendang bola. Ada satu anak yang paling mencuri perhatian saya, dia bermain cukup baik, gocekannya bisa dibilang cukup kerenl untuk bocah seusianya.
Tak lama kemudian hujan turun mengguyur lapangan. Tetapi mereka tidak serta merta bergegas segera pulang atau berteduh ke tempat kering, mereka malah melepas baju lalu kembali bermain. Mungkin hujan bilang “Aku adalah hujan, tidak suka, silakan berteduh”. Lalu mungkin masing-masing anak menjawab dalam khayalnya “Tapi aku justru suka hujan. Jadi, mari hujan-hujanan, hehe”.
Melihat mereka bermain sepakbola dengan riang di tengah guyuran hujan deras mengingatkan saya ke masa lalu. Waktu kecil dulu, Saya pun pernah bermain sepakbola sambil hujan-hujanan seperti yang mereka lakukan sekarang, meski saat itu saya selalu dihantui rasa takut apabila pulang ke rumah. Karena hampir pasti ketika pulang ke rumah saya akan disambut dengan dimarahi mamah. Baju kotor karena terkena lumpur bukan oleh-oleh yang bagus untuk diberikan ke pada mamah. Belum lagi kekhawatiran akan terkena penyakit flue karena kedinginan bisa menjadi alasan mamah untuk terus mengomel.
Tapi sepakbola bagi saya memang menghibur. Sepakbola merupakan salah satu kegembiraan bagi saya dan bocah seusia saya dulu. ”Sekarang nikmati saja dulu kegembiraan ini. Masalah nanti ketika pulang saya akan di marahi, itu belakangan. Sekarang sudah terlanjur seru, lagi pula besok belum tentu saya dapat izin lagi untuk bermain bersama teman-teman keluar rumah apalagi kembali hujan-hujanan” pikir saya.
Mungkin sebagian dari kita sepakat bahwa dulu dengan bermain sepakbola kita bisa memiliki banyak teman. Karena bermain sepakbola akan menjadi seru ketika dimainkan oleh banyak orang. Maka dari situ kita akan saling mengenal satu sama lain. Tak ada batasan untuk bermain sepakbola asalkan kita punya kaki, si pendek, si jangkung, si lambat, dan si cepat, semua bisa bermain bersama dalam sepakbola dengan menjalankan perannya masing-masing. Tidak seperti permainan lain yang sering mendiskriminasi. Sebagai contoh, ketika si pelan dibully karena terus-menerus menjadi kucing saat sedang main kucing-kucingan misalnya.
Terlebih sepakbola adalah hiburan bagi rakyat. Kecuali, sepakbola yang dimiliki FIFA dengan segala tetek bengek perlengkapannya yang membuat sepakbola jadi mahal dan ribet. Pinjam kalimat dari tagline akun twitter @sesepakultur “Maenbal kaulinan basajan nu dijieun rudet ku jalma di jaman moderen” (Sepakbola adalah permainan rakyat yang dibuat rumit oleh orang di zaman modern). Sepakbola memang pada dasarnya adalah permainan olahraga yang sangat sederhana tak perlu sepatu juga seragam bahkan wasit. Untuk menikmati sepakbola dalam bentuk yang paling sederhana kita hanya membutuhkan teman yang mau bermain bola, penanda gawang, lapang dan bolanya itu sendiri.
Sepakbola sekarang memang sudah sangat modern. Sepakbola sudah menjadi industri yang menjanjikan dengan segala bentuk yang melulu berhubungan dengan uang. Sekarang sepakbola dapat dinikmati dengan sedemikian rupa, bahkan sepakbola saat ini bisa dinikmati hanya dengan membacanya saja. Yup, saya akui, saya pun cukup menikmati tulisan-tulisan dari para pandit sepakbola. Namun, menikmati sepakbola paling menyenangkan bagi saya adalah dengan memainkannya bukan dengan hanya menontonnya.
Maka melihat bocah yang sedang bermain sepakbola dengan riang di lapangan yang luas dan gratis ini, membuat saya merasa harus mensyukurinya karena ternyata di pelosok perkampungan masih banyak sepakbola yang tidak perlu biaya. Sepakbola seperti ini sudah sangat jarang saya lihat di daerah perkotaan. Saya lebih sering melihat sepakbola dalam bentuk modern di lapangan futsal. Mungkin zaman memang sudah menggerus semuanya termasuk era sepakbola yang berganti ini.
Mudah-mudahan sepakbola bisa kembali menjadi hiburan rakyat yang bisa dimainkan oleh setiap kalangan. Selain itu juga saya harap sepakbola kembali menjadi salah satu sarana anak-anak untuk saling mengenal satu sama lain. Tidak terkunci di dunia virtual dan juga video game (Zaman sekarang, memangnya apa sih yang tidak ada bentuk virtualnya?) Saya kira bermain sepakbola tradisional bukan sekedar untuk membuang keringat, lebih dari itu kegembiraan dan persahabatan ada di dalamnya.