Oke, oke, timnas Indonesia garuda jaya gagal juara AFF lagi.Mereka tumbang di final untuk kelima kalinya. Tapi, ya tapi, sebetulnya bolehjadi ini adalah pencapaian yang melebihi ekspektasi. Toh, sebelum AFF dimulai salahsatu orang PSSI―yang saya lupa namanya―pernah bilang kalau targettimnas di gelaran AFF kali ini adalah cuma sampai semifinal saja.Â
Hal tersebut cukup beralasan. Pertama, Indonesia baru sajabebas dari sangsi FIFA yang artinya persiapan timnas memang tidak ideal aliasmepet. Tapi sebetulnya jika alasannya adalah persiapan yang mepet gak perlulahpake dalih karena Indonesia disangsi FIFA karena saat tidak disangsi punIndonesia seringkali tidak memiliki persiapan yang matang oleh akibat daripenyebab-penyebab yang lain.
Kedua, Indonesia cuma boleh diperkuat dua pemain terbaik darisetiap klub. Itu tentu menambah beban pikiran bagi Alfred Riedl sebagai kepalapelatih timnas. Pada akhirnya banyak pemain yang diinginkan Alfred Riedl tidakbisa bergabung untuk memperkuat timnas. Riedl terpaksa memanggil beberapapemain yang minim pengalaman untuk mengisi slot kosong skuad timnas. Positifnyabeberapa di antara mereka justru menjawab tantangan dengan baik. Merekaberhasil menunjukkan potensi terbaiknya untuk membela timnas di masa yang akandatang.
Dua alasan di atas merupakan alasan paling kuat jika inginmencari alasan mengapa Indonesia gagal lagi di piala AFF edisi ke-11 ini. Mungkinsebetulnya masih banyak alasan-alasan lain yang relevan untuk mewajarkan kenapatimnas Indonesia lagi-lagi harus gagal. Tapi dua alasan inilah yang sebetulnyamerupakan masalah yang berulang dari piala AFF ke piala AFF.Â
Satu kali adalah kejadian, dua kali adalah kebetulan,sedangkan tiga kali adalah pola. Coba hitung berapa kali timnas kita mengalamikendala dalam persiapan membentuk tim sepakbola yang ideal. Bisa dibilang sejak2010 kita selalu saja memiliki alasan yang sama. AFF 2012 timnas Indonesiadibentuk dengan setengah kekuatan yang tidak bisa digunakan. Semua terjadiakibat dualisme. Pada saat itu pemain-pemain dari ISL yang notabene bukan ligaresmi memboikot pemainnya apabila nekat membela timnas. Hanya beberapa pemainsaja yang berani membelot salah satunya Bambang Pamungkas. Naas pada saat ituIndonesia tertahan di fase grup. Meski begitu Indonesia tidak kehabisan mukakarena sempat mengalahkan Singapura yang keluar jadi juara.
AFF 2014 masalah belum usai. Liga Indonesia memang sudahkembali bersatu dan setiap orang diperbolehkan membela tim garuda. Tapilagi-lagi persiapan tidak ideal dalam waktu singkat Alfred yang kembaliditunjuk untuk melatih timnas harus menyiapkan tim secara instan. Pada akhirnyaAfred memanggil pemain-pemain senior yang sudah kehabisan bensin untukmenandingi lawan-lawan yang mayoritas diisi darah muda. Hasilnya Indonesiadibantai Filipina dengan skor telak 4-0.
AFF 2016 Indonesia datang sebagai tim underdog. Sebagai timyang tidak begitu diunggulkan untuk mengimbangi lawan-lawannya karenamenghilang dari persepakbolaan internasional selama satu tahun lebih. Namun perlahan-lahan Indonesia dapat menunjukan eksistensinya dengan memenangkan laga melawan Singapura, lalu menumbangkan Vietnam, bahkan Thailand pun sempat merasakan ‘kalah’dari Indonesia. Perjuangan Indonesia sering dibanding-bandingkan dengan kiprah Portugaldi ajang Euro yang terseok-seok diawal namun keluar sebagai juara. CederanyaAndik di laga final semakin menambah kemiripan Indonesia dengan Portugal yangjuga kehilangan pemain andalannya (Ronaldo) di laga final. Garis nasib yangsama itu tidak berlanjut samapai ujung. Indonesia akhirnya menujukkanperbedaannya. Indonesia tidak seperti Portugal yang keluar sebagai juara.
Di saat timnas negara Asia Tenggara lainnya tinggal memperbaiki kesalahan dan mengembangkan skuad mereka untuk AFF selanjutnya. Indonesia selalu memulai AFF ke AFF dengan tim baru. Dari AFF ke AFF kita bisa melihatTeerasil Dangda, Nguyen van Quyet dan Younghusband yang semakin matang. Sementarakita hanya bisa mengabsen pemain yang hilang. Nama-nama seperti; Okto, Nasuha,Bustomi, sampai Atep yang sempat bersinar di ajang AFF lalu hilang dari pooltimnas.
Barangkali semua masalah itu muaranya hanya ada satu yaitupada federasi sepakbola Indonesia yang tidak pernah beres. Hal tersebutmerembet pada kompetisi yang amburadul. Kompetisi yang terus kusutterputus-putus. Tapi bahkan jika semua masalah itu selesai pun tidak menjaminbahwa Indonesia akan baik-baik saja. Atau jika dibalik dengan federasiamburadulpun Indonesia tidak harus tidak bisa juara kok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H